"Maafkan aku Mas." Akhirnya aku hanya bisa mengucapkan kata maaf dengan menunduk. Persis seperti seorang anak yang sedang dimarahi ayahnya.
Aku mengaku salah, aku salah telah menyinggung mas Arick tentang baju itu. Aku pun sadar, jika mas Arick memiliki hak penuh atas diriku. Bahkan jika mas Arick memintaku untuk melepas semua baju ini, aku harus menurut.
Dengan pelan mas Arick mengangkat daguku dengan sebelah tangannya hingga mata kami kembali bertemu.
"Sudah mengerti dimana kesalahan mu?"
Aku mengangguk.
"Bagus, jadi jangan bicara lagi tentang membeli baju dan sekarang gantilah baju mu."
Aku menurut.
Kata-kata mas Arick seperti sebuah hipnotis, aku tidak bisa menolak dan hanya bisa menurutinya.
Selesai mengganti baju aku kembali menemani mas Arick duduk di sofa. Ku lihat ada sebuah buku yang sedang ia baca. Sepertinya itu bukan buku tentang pekerjaannya, lalu buku tentang apa?
Aku ingin sekali bertanya ia sedang membaca buku apa, tapi melihat dia yang amat sangat serius membaca membuat ku tak enak hati. Takut mengganggu.
Mas Arick melirik kearah ku.
"Kenapa rambutnya digerai?" Tanya mas Arick penuh selidik.
Ya Allah, apa ini jadi masalah lagi? Tanya ku dalam hati.
Tanpa menjawab pertanyaan mas Arick, aku langsung mengikat rambut ku tinggi-tinggi dan ku lihat mas Arick mengukir senyum di bibirnya. Untunglah aku termasuk wanita yang peka.
"Ji, bagaimana kalau kamu dan Zayn pindah ke kamar ku saja?"
Aku terdiam, berpikir tentang ajakan mas Arick.
"Tidak apa-apa Mas, yang penting kita satu kamar." Jawab ku apa adanya.
"Kamu tidak keberatan meninggalkan kamar ini?"
Mas Arick menatap manik mataku dalam, seolah ia sedang menyusuri isi hatiku. Mencari kebenaran atas jawaban yang akan aku berikan.
"Mas keberatan jika kita menggunakan kamar ini? Tanya ku membalas pertanyaannya.
"Mas, berhenti menghawatirkan tentang aku. Aku baik-baik saja dan aku sangat sadar jika suami ku sekarang adalah mas Arick." Aku mengatakan itu karena tidak ingin mas Arick kembali berpikir yang macam-macam.
Ide bagus juga jika aku dan Zayn yang pindah ke kamar mas Arick. Dengan begitu kami benar-benar bisa memulai semuanya dari awal, tanpa ada bayang-bayang mas Arend.
Ya allah, hatiku masih saja terasa ngilu ketika mengingat nama itu.
Percayalah mas Arend, aku masih sangat mencintai mu. Aku hanya sedang berusaha untuk melanjutkan hidup.
Ku lihat mas Arick tersenyum mendengar penuturan ku. Alhamdulilah, aku bernapas lega.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari ini kami benar-benar banyak bicara, dari pagi hingga saat malam ini kami terus saling mengenal satu sama lain. Sekarang aku tahu apa makanan kesukaan mas Arick, apa warna kesukaanya, apa hobinya dan masih banyak lagi.
Mas Arick bekerja sebagai manajer F&B di hotel Luxuri Jakarta, membuatnya sibuk dan kekurangan waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Terkadang ia pun tidak tahu tentang apa yang terjadi di dalam keluarganya sendiri. Karena itulah, kami semua menganggap bahwa mas Arick itu dingin.
Sebenarnya kami bisa saja saling mengenal secara perlahan, tapi kata mas Arick di kondisi kita yang seperti ini kita harus melakukan semuanya dengan cepat.
Agar apa? agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Aku selalu mengira jika mas Arick terpaksa menikahi ku, begitupun mas Arick, dia selalu berpikir bahwa aku terpaksa menikah dengannya.
Setelah kami banyak bicara, kini kami sama-sama tahu, diantara kami tidak ada yang merasa terpaksa di dalam pernikahan ini. Kami saling membutuhkan, aku membutuhkan mas Arcik dan mas Arick membutuhkan aku untuk mendapat ridho allah, menikahi janda.
Aku sempat tertegun mendengar jawaban itu, semakin banyak aku tahu tentang dirinya, entah kenapa aku semakin mengagumi mas Arick.
Dan ternyata, semudah itu kami menjadi dekat dan aku merasa sangat lega.
"Ji, minum dulu susu mu." Mas Arick mengingatkan aku tentang susu yang sedari tadi sudah diantar oleh bude Santi.
"Oh iya mas, aku lupa." Jawab ku jujur dengan senyum kikuk, aku asik membaca buku yang tadi pagi dibaca oleh mas Arick.
Buku dengan judul KELUARGA SAKINAH, karya Fatih Syuhud.
Buku ini membahas tentang membina rumah tangga untuk pengantin baru. Membina sebuah rumah tangga yang mawaddah wa rahmah tentu saja tidak semudah mengatakannya. Hal itu terjadi karena ia melibatkan sedikitnya dua pihak yaitu suami dan istri.
Kalau kejiwaan satu orang saja begitu kompleks dan rumit, dapat dibayangkan betapa rumitnya kehidupan bersama yang melibatkan dua manusia. Apalagi kalau ditambah dengan anak-anak. Maka, dibutuhkan kemampuan untuk mengatasinya.
Dalam Islam kemampuan itu bernama iman dan ilmu yang dengan keduanya akan membuat seseorang memiliki derajat jauh lebih tinggi daripada yang lain baik di dunia maupun di akhirat (Al Mujadalah 58:11).
Iman dan ilmu merupakan dua hal yang saling terkait dan berkelindan. Bagi seorang muslim yang mendapat hidayahNya, iman akan semakin meningkat seiring meningkatnya keilmuan sedang motivasi utama dalam mencari ilmu adalah keimanan itu sendiri.
"Ji." Mas Arick kembali menyadarkan aku dari asiknya membaca buku ini.
"Ini susunya." Akhirnya mas Arick lah yang mengambilkan susu di atas nakas itu sedangkan aku masih duduk dan bersandar di ranjang dengan buku ditangan ku.
Aku merasa malu, kenapa malah mas Arick yang melayani ku.
"Terima kasih Mas."
"Hem, cepat habiskan."
Aku meminum susu itu hingga tandas, niat hati ingin kembali membaca buku namun dengan cepat mas Arick mengambil buku itu.
"Besok kamu masih bisa membaca buku ini, sekarang ayo kita tidur, sudah jam setengah sepuluh."
Aku melirik jam di dinding, benar, ternyata ini sudah larut malam. Aku mengangguk dan memperhatikan mas Arick yang kembali memeriksa tidur Zayn, ku lihat sepertinya dia juga memeriksa apakah Zayn pup.
Melihat mas Arick yang kembali kepadaku aku yakin Zayn tidak pup.
Mas Arick mulai naik keatas ranjang, aku pun memutuskan untuk ikut berbaring.
"Sini." Ucap mas Arick dan aku tidak tahu apa maksudnya, mas Arick meminta apa? bukankah bukunya sudah dia ambil.
Melihat aku yang hanya diam saja, mas Arick kemudian menyingkirkan guling diantara kami, dia juga memukul-memukul lengannya memberi isyarat untuk aku tidur disitu.
Aku tersenyum, dengan ragu-ragu aku mendekat. Perlahan ku rebahkan kepala di lengan mas Arick. Ia kemudian menarik pinggang ku lebih dekat dan membimbing tangan ku untuk memeluk pinggangnya.
Ya Allah jarak ini terlalu intim dan aku merasa gugup. Jantung ku berdetak tak beraturan dan telapak tangan ku penuh dengan keringat dingin.
Kami terdiam cukup lama dalam posisi ini, hingga ku rasakan tangan mas Arik yang mengelus pucuk kepala ku pelan dan aku mulai membiasakan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Rita
yg deg2an aku Ji😅😅😂😂😂😂
2025-02-17
0
Nuryati Yati
kok aq deg degan ya
2025-01-02
0
Rita
bagus sich
2025-02-17
0