POV ARICK
Aku melihat pantulan Jihan dari kaca spion dalam mobil ku. Ia terus melihat kepergian ku, benar-benar hanya berdiri di sana hingga aku menjauh.
Ji. Panggil ku dalam hati.
Pikiran ku jauh melayang ke masa lalu sedangkan kedua mataku hanya fokus menatap jalanan. Melihat Jihan membuat ku selalu mengingat satu nama, yaitu Arend.
Aku tersenyum getir, sedari dulu Arend memang selalu lebih beruntung daripada aku. Dia lebih pintar, lebih sukses dan lebih dari segalanya.
Selama ini aku selalu ingin menjadi seperti Arend, aku selalu berusaha untuk setidaknya bisa mengimbangi saudara ku itu. Tapi apapun yang aku lakukan untuk menyamainya tetep saja selalu gagal. Bahkan dimalam pertama ku pun, Arend menghancurkan semuanya.
Jihan terlelap didalam dekapan ku, tapi nama yang ia sebut bukanlah namaku, melainkan nama Arend.
Saat itu hatiku seperti diremas-remas oleh kenyataan. Ternyata memang selamanya aku tidak akan bisa lebih daripada Arend.
Dimasa sekolah aku hanya mendapat bagian juara kedua setiap tahunnya dan juara satu selalu Arend yang menempati.
Di dunia kerja, aku hanya bisa mencapai jabatan manajer di hotel, sedangkan Arend adalah seorang direktur disalah satu perusahaan ternama di kota Jakarta.
Ketika papa dan ibu meminta kami untuk menikah, aku membawa seorang calon istri dihadapan keduanya. Namun mereka memintaku untuk berpikir ulang. Aku tau mereka tidak menyetujui pilihan ku, hanya saja dengan cara yang berbeda.
Dan ketika Arend membawa Jihan, papa dan ibu tanpa pikir panjang langsung menyetujuinya.
Saat itu aku sangat penasaran, seperti apa wanita pilihan Arend. Ketika kedua Kalinya Jihan datang ke rumah kami, aku melihatnya dari balik jendela.
Wanita cantik dengan gaun panjang dan jilbab besar di kepalanya. Senyumnya sangat teduh dan menenangkan. Bahkan hanya dengan melihat senyumnya itu bisa membuat aku ikut tersenyum juga.
Dan lagi-lagi pilihan Arend memang lebih baik daripada pilihan ku.
Tak lama setelah itu Arend menikahi Jihan. Aku yang sudah biasa menyukai semua kesukaan Arend pun diam-diam menyukai ipar ku ini.
Aku pun terus mencari seorang wanita seperti Jihan untuk aku nikahi, namun tidak pernah aku temui.
Hingga saat Arend meninggal dan Zayn lahir aku masih juga belum menemukan wanita pilihan ku.
Dan seperti takdir yang sudah tersusun dengan rapi, aku akhirnya menikahi Jihan juga mendapatkan seorang anak sekaligus, Zayn adalah anakku.
Tidak sulit bagiku untuk mulai mencintai Jihan, karena selama ini pun aku selalu mengaguminya.
Tapi satu hal yang aku lupakan, ternyata sangat sulit membuat Jihan untuk mencintaiku dan melupakan semuanya tentang Arend.
Drt drt dtr
Ponselku bergetar di atas dashboard mobil, saat itu juga lamunan ku terhenti, seirama dengan mobilku yang berhenti di lampu merah.
Ku lihat ada 1 pesan dari istriku, Jihan.
Istriku:
Mas, aku lupa, hari ini Zayn imunisasi, aku akan meminta pak Amir untuk mengantarku pergi, bolehkah?
Lihatlah, hanya dengan melihat pesan yang ia kirim saja, sudah membuat aku tersenyum sendiri. Jihan memanglah istri yang sangat berbakti, bahkan untuk hal sekecil ini ia masih meminta izin. Tapi sayang, saat ini ego dan cemburu masih menyelimuti hatiku.
Aku masih bertanya-tanya tentang isi hati Jihan. Apakah Jihan melihatku sebagai Arick atau Arend? Karena walau bagaimanapun wajah ku ini adalah wajah Arend.
Ya Allah.
Pikiran ku sangat kacau, aku ingat pesan ibu sebelum aku menikahi Jihan. Saat itu ibu berkata bahwa Aku tidak boleh memaksa Jihan untuk segera menerima aku dan melupakan Arend.
Aku tidak boleh menyakiti Jihan karena saat ini Jihan sudah banyak mengalami penderitaan. Kehilangan suami disaat ia sedang mengandung. Masa-masa menyusui dan suaminya sudah tidak ada lagi. Wanita disaat-saat seperti ini sangat sensitif, hatinya mudah sekali merasa tersakiti.
Tapi tetap saja, rasanya aku tidak rela jika istriku memanggil nama pria lain setelah berhubungan dengan ku, dengan badan ku.
Aku cemburu Ji.
Akhirnya aku hanya membalas pesan istriku itu dengan satu kata.
Iya.
Aku mengusap wajah ku kasar, frustasi dengan keadaan kacau yang aku buat sendiri. Kecemburuan benar-benar membuat ku hilang kendali selama tiga hari ini.
Pikir ku jika aku menghindari Jihan maka hatiku akan semakin membaik, ternyata malah semakin hancur dan kacau.
20 menit perjalanan akhirnya aku sampai di hotel tempatku bekerja. Ku lihat sudah ada Jasmin di meja kerjanya, sahabat dan juga asisten manajer F&B. Ya, dia adalah asisten ku.
Aku melewati meja kerjanya, ingin segera masuk dan bekerja sepanjang waktu, agar bisa sedikit melupakan masalah ku dengan Jihan.
"Rick." Panggilan Jasmin menghentikan langkah ku yang nyaris sampai di depan pintu ruangan kerja.
Mau tidak mau aku menoleh dan melihat ke arahnya.
"Kamu kenapa sih? sudah 3 hari ini ku perhatikan kamu murung terus."
Aku menghela napas kasar mendengar pertanyaan Jasmin.
"Tidak ada apa-apa Jas. Aku masuk dulu." Aku segera masuk ke dalam ruangan ku setelah menjawab pertanyaan Jasmin.
Dan ternyata Jasmin mengekor ikut masuk ke dalam ruangan ku. Dulu sebelum menikah aku merasa baik-baik saja saat Jasmin masuk ke dalam ruangan ku tanpa permisi seperti ini.
Tapi sekarang entah kenapa aku merasa tidak nyaman.
"Rick, ayolah cerita sama aku. Semenjak kamu menikahi ipar mu itu kamu sangat berubah." Ucap Jasmin, ia langsung duduk di kursi dihadapan ku, sedangkan aku sudah duduk di kursi kerja ku.
Lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas kasar mendengar ucapan Jasmin. Setiap orang memang selalu berubah, jadi apa salahnya?
"Apa kamu mulai sadar, jika keputusan mu untuk menikahi Jihan itu salah?" Tanyanya lagi dan aku mulai tersulut amarah.
"Jas, aku tidak membicarakan tentang rumah tangga ku dengan orang lain. Jadi berhentilah berbicara yang aneh-aneh, apalagi sampai menjelek-jelekan Jihan." Aku berusaha meredam emosi, aku masih berucap dengan nada yang halus.
Ku lihat Jasmin tidak suka dengan penuturan ku ini.
"Tuh lihat, kamu sekarang benar-benar sudah berubah, selama ini kamu selalu menceritakan semuanya padaku, tapi semenjak menikah kamu benar-benar tertutup."
"Itu dulu Jas, dulu ketika aku masih sendiri dan sekarang aku sudah menikah, jelas semuanya bisa berubah. Saat kamu menikah nanti, kamu juga tidak boleh menceritakan urusan rumah tangga mu dengan pria lain."
Aku mulai sedikit menaikkan intonasi suara ku.
"Kamu sangat tahu Rick, hanya kamu laki-laki yang ingin aku nikahi." Setelah mengatakan itu Jasmin keluar dari ruangan ku.
Astagfirulahalazim, aku mengusap wajahku kasar. Bukan cemas tentang Jasmin, melainkan perasaan bersalah pada Jihan.
Di rumah aku selalu mengabaikannya, aku selalu mengungkit tentang masa lalunya. Padahal aku sendiri masih berkutat dengan masa lalu ku. Ya, Jasmin adalah masa laluku, wanita yang sudah ditolak baik-baik oleh papa dan ibu.
Entah kenapa, saat ini aku ingin sekali cepat pulang dan memeluk Jihan, juga memeluk Zayn. Aku sangat merindukan keluargaku yang bahagia.
Cukup, aku sudah tidak bisa menahannya lagi.
Secepat yang aku bisa, aku menyambar kunci mobil di atas meja. Dengan langkah tergesa aku keluar dari ruangan ku, aku ingin kembali pulang, menemui Jihan dan meminta maaf.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
waduh trnyata oh ternyata udha mencintai ipar slma ini😅😅😅
2025-01-06
0
Rita
ya iyalah jas aplg kmu sdh beda jenis
2025-02-17
0
~Ni Inda~
ooo...pantes
Cinta tak berbalas
2024-12-31
0