"Perutnya Mbak kasih sendiri ya?"
Ucapan Arick membuat ku salah tingkah, tanpa menjawab aku mengambil minyak kayu putih yang diulurkan olehnya.
Sebenarnya aku baik-baik saja, tidak merasa masuk angin ataupun kembung apalagi mual. Tapi ya sudahlah, tidak ada salahnya juga memakai minyak kayu putih ini. Karena gugup aku terlalu banyak menuang minyak itu ditangan.
"Hati-hati." Ucap Arik dan aku semakin gugup. Aku hanya bisa menelan saliva ku dengan susah payah.
"Oh iya Mas, nanti siang bisa antar aku ke toko baju yang didepan gang tidak?" Aku mencoba mencairkan suasana.
"Mbak mau beli apa?"
"Baju tidur, sepertinya di sana ada juga baju tidur yang tertutup tapi bahannya dingin." Jelas ku, Arick diam saja tanpa suara. Lama aku menunggu jawabnya namun ia tetap terdiam.
"Mas sibuk ya? ya sudah aku pergi dengan pak Amir saja." Pak Amir adalah supir keluarga kami.
Arick tetap terdiam dan aku sangat bingung harus bagaimana. Apa ada yang salah dengan ucapan ku? apa aku terlalu banyak menuntut?
Akhirnya kami kembali dalam kebisuan.
Subuh disini jam 4.39 pagi, masih terlalu dingin jika langsung mandi. Aku memutuskan untuk kembali berbaring di ranjang dan Arick permisi sebentar kembali ke kamarnya. Ada sesuatu yang harus ia ambil katanya. Sedangkan Zayn, dia masih tertidur pulas.
Zayn tidur dan Arick pergi, entah kenapa kesunyian langsung menghampiri ku. Biasanya kamar ini selalu ramai dengan pembicaraan hangat antara aku dan mas Arend.
Ya allah, aku sangat mencintai ayah Zayn. Semua tentangnya masih tergambar jelas dalam ingatan ku. Ku pandangi seisi kamar ini, semua foto ku dengan mas Arend sudah diturunkan kemarin siang.
Kata ibu, aku harus menjaga perasaan Arick.
Jangan tunjukkan cintamu kepada Arend didepannya langsung, cintailah Arend didalam hati dan doamu saja.
Itulah pesan ibu sebelum aku menikah dengan Arick. Beliau juga berkata:
Meskipun kamu belum mencintai Arick, kamu harus tetap bisa menerima keberadaannya. Menjadi janda bukanlah hal yang mudah, ibu sudah menjalaninya. Dan harusnya kamu bersyukur Arick menerima mu dengan apa adanya. Bahkan dia sangat menyayangi Zayn.
Air mataku mengalir entah karena apa, menangisi mas Arend atau menangisi pengorbanan Arick.
Ceklek!
Pintu kamar ku terbuka, buru-buru aku menghapus air mata.
Ibu sofia, mertuaku datang. Ditangannya ada segelas susu, aku tahu itu susu untuk ibu menyusui. Aku menyambutnya dengan senyuman.
"Terima kasih Buk." Ucap ku, ibu Sofia meletakkan gelas itu di atas nakas, berarti masih panas. Jika sudah hangat, biasanya ibu langsung memberikannya pada ku.
"Kamu menangis lagi Nak?" Tanya bu Sofia, suaranya sangat lembut dan menenangkan. Ku rasa sifat mas Arend menurun dari ibu Sofia.
"Tidak Buk." Jawab ku mencoba berbohong, namun gagal karena ibu tahu bahwa aku habis menangis, pipi dan bulu mata ku masih basah.
"Kenapa?" Tanyanya lagi, "Kamu harus bisa mengendalikan perasaan mu sendiri, jangan sampai menyinggung Arick. Karena sekarang dia adalah suami mu."
Ibu Sofia mengelus lengan ku pelan dan aku kembali menangis seraya mengangguk kecil.
Mendengar teguran ibu membuat ku sadar akan sesuatu. Aku tidak boleh egois dan hanya mementingkan diri ku sendiri. Mulai sekarang aku harus memperhatikan Arick dan melayaninya layaknya seorang istri.
"Ibu disini?" Arick datang dan langsung berdiri di samping bu Sofia.
"Ibu mengantar susu untuk Jihan. Oh iya Rick hari ini dan besok kan kamu libur jadi pagi ini ibuk dan bapak akan pergi ke Jogja. Ibuk dan bapak ingin mengunjungi makam nenek kakek kalian. Kalian tidak apa-apa kan ibuk tinggal?"
Bu Sofia menatap ku, meminta izin.
"Tidak apa-apa Buk, di rumah kan masih ada mbak Puji dan Bude Santi." Jawab ku dengan senyuman, "Nanti juga aku bisa minta ibu Nami untuk datang kesini." Lanjut ku.
"Jangan." Bu Sofia buru-buru mencegah niat ku, "Ibu ingin kalian menghabiskan waktu bersama-sama, kamu, Arick dan Zayn."
Aku tertegun mendengarnya, juga bingung harus menjawab apa, akhirnya aku hanya bisa diam.
"Baiklah Bu, pergi saja tidak apa-apa. Lagipula ada mbak Puji dan bude Santi yang akan membantu kami disini jika ada apa-apa dengan Zayn." Jawab Arick dan ibu Sofia langsung tersenyum bahagia, sepertinya ia sangat bangga kepada anak bungsunya ini.
"Maksud ibu juga seperti itu, ya sudah ibuk tinggal dulu ya. Nanti keluar saat sarapan."
Bu sofia pergi meninggalkan kami berdua dan Arick mengambil posisi duduknya.
Kami saling menatap cukup lama tanpa ada kata, sampai ku rasa tangan ku yang ditariknya masuk kedalam genggaman tangannya.
"Mbak, bukan kah wajah saya sama seperti wajah mas Arend?"
Deg! jantung ku terasa tersengat mendengar pertanyaan Arick, apa maksudnya?
"Jika Mbak merasa kehadiran saya membuat Mbak tidak nyaman, anggaplah saya ini sebagai mas Arend."
Aku menggigit bibir bawah ku kuat-kuat dan mata ku mulai berembun.
Bukan seperti itu caranya Rick.
"Jika_"
"Cukup Mas." Aku memotong cepat ucapan Arick selanjutnya, aku tidak ingin dia semakin membuatku merasa bersalah.
"Mas Arend adalah mas Arend, dan kamu adalah mas Arick. Jujur saja aku memang belum bisa melupakan mas Arend, meski wajah kalian sama tapi kalian tetaplah berbeda." Jelasku panjang lebar dengan air mata yang mulai mengalir.
"Insyaallah Mas, insyaallah tiap detik aku akan mencoba untuk mencintai kamu sebagai suami ku dan ayah Zayn, bukan hanya sebagai suami pengganti mas Arend." Aku semakin mengeratkan genggaman tangan ku pada Arick.
Bukan bukan, bukan Arik saja, tapi mas Arick. Ya, hatiku pun harus mulai terbiasa memanggilnya dengan sebutan Mas.
"Jadi beri aku kesempatan Mas." Ucap ku lirih.
Aku merasakan tangan hangatnya mulai menghapus air mata ku dan aku mencoba menerima itu dengan sepenuh hati.
Susah payah aku mencoba mengesampingkan mas Arend dari hati dan otak ku.
Mas Arick mencium kening ku cukup lama dan aku mulai merasakan kedamaian didalam hati.
"Kalau begitu beri saya kesempatan juga untuk mencintai kamu Ji."
Deg! Apa kata mas Arick? dia memanggil ku Ji?
Aku mengulas senyum yang paling manis dibibir ku. Memang sangat aneh mendengarnya memanggil aku Ji, mengingat selama ini dia selalu memanggilku Mbak, tapi jujur saja hatiku berbunga-bunga.
Aku mulai merasa hubungan kami bisa semakin baik.
"Em em emm." Zayn mulai menggeliat, dengan sigap Arick langsung menghampiri Zayn.
"Oh anak Ayah sudah bangun, pipis ya? Masya Allah, anak ayah bukan cuma pipis, tapi pup juga." Arick seolah berbicara dengan Zayn, yang diajak bicara hanya menggeliat-geliat saja.
Aku tersenyum dengan tulus tanpa ada beban. Melihat mas Arick dan Zayn, aku seperti menemukan dunia ku yang baru.
Restui kami mas Arend.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Rita
tp emang iya sih g segampang itu aplg msh baru aplg mukanya mirip
2025-02-16
0
Rita
tuh enak kan sdh terbuka
2025-02-16
0
Rita
jgnkan kmu saya jg bingung apa Arick g mau kmu ganti model baju tidur
2025-02-16
1