"Lo beneran nggak tahu siapa Gian, Amber?" untuk kesekian kalinya Charemon bertanya dalam kebingungan akan hal yang baru saja ia saksikan.
"Nggak tahu, Moooon," jawab Amber lagi.
"Terus kenapa tadi dia marah-marah sama lo?" Charemon tak bisa menyembunyikan wajah penasarannya. Ia terus menanyakan banyak pertanyaan sambil berjalan menuju ke area parkir.
"Itu masalahnya," kata Amber sambil menunjuk ke arah mobilnya yang mulai tampak dari kejauhan.
"Oh my god! Itu mobil kamu? Yakin kamu parkir di situ?" Charemon melongo dan sepertinya langsung paham hal apa yang sebenarnya menjadi sumber kemarahan Gian di tempat pendataan tadi.
Amber hanya bisa mengangguk sambil tersenyum kecut. Siapa yang tahu kalau hal sepele seperti spot parkir bisa membuat seseorang marah sampai seperti itu.
"Okay. Lo mau pulang ke arah mana?" tanya Charemon dengan sangat antusias.
"Selatan?" jawab Amber yang sebenarnya ragu dengan benar atau tidaknya dia akan ke arah selatan. Ia pun memencet tombol pengunci di kunci mobilnya saat ia sudah dekat.
"Sip! Kita searah. Anterin gue pulang ke Grha Mustika. Gue bakal ceritain semua yang gue tahu tentang Gian dan spot parkir favoritnya." Charemon langsung masuk dan duduk di kursi penumpang bagian depan tanpa persetujuan dari Amber.
Tentu saja Amber tak bisa menolak permintaan teman barunya itu. Walaupun baru saja mengenalnya, Charemon sama sekali tak nampak seperti orang yang jahat. Sikap periangnya bahkan membuat ia jauh dari kata menyebalkan.
"Nggak papa lah," pikir Amber dalam hati.
Amber pun masuk dan duduk di belakang kemudi. Ia lalu memasukkan nama Grha Mustika ke dalam built-in GPS yang ada di mobilnya. Akan butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke sana. Itu pun kalau jalanan tidak sedang macet.
Mobil Amber pun mulai melaju ke arah selatan, meninggalkan kampus.
"Jadi beneran ini lo nggak tahu siapa itu Gian? Yakin?" Charemon masih saja menanyakan hal yang sama. Ia sangat heran, bagaimana bisa seorang gadis sebayanya tidak mengetahui sedikit pun tentang lelaki muda bernama Gian itu.
"Mau kamu tanya sampai besok juga jawabannya sama, Mon," Amber sedikit tertawa karena ia merasa sikap temannya itu mulai lucu.
"Kalau Adipramana lo tau?" kali ini, Charemon mengajukan pertanyaan yang berbeda.
"Adipramana yang pemusik itu? Tahu lah. I mean he is a legend. Aku suka banget dengerin la—" Amber menghentikan sendiri perkataannya saat ia melihat Charemon mengangguk-angguk dengan senyum mencurigakan tersungging di bibirnya.
"No way! Jangan bilang kalau Gian itu anaknya Adipramana?" Amber akhirnya paham.
"Yes, exactly. Jadi sekarang lo berurusan dengan anaknya Adipramana," ujar Charemon.
"Tapi tunggu. Itu kan cuma spot parkir. Masalahnya di mana?" Amber masih tidak mengerti.
"Masalahnya adalah itu spot paling teduh di area parkiran Fakultas Seni Rupa. Yang lebih penting lagi, spot itu sudah dipakai Gian sejak pertama dia kuliah di sana," dengan nada yang terdengar gemas pada Amber yang tak tahu apa-apa, Charemon mencoba menjelaskan.
"Lho, Gian kan mahasiswa, aku juga mahasiswa," Amber masih saja tak mengerti. Baginya ini tak masuk di akal.
"Amber … Amber, lo tu niat kuliah di situ nggak sih? Kalau setiap daerah di Indonesia punya urban legend, kampus kita punya Giandra Putra Adipramana," Charemon bahkan tahu nama lengkap Gian.
"Banyak orang berusaha keras biar bisa kuliah di sana, supaya bisa menyandang 'gelar' satu almamater sama Gian. Nggak cuma para cewek, tapi cowok juga," jelas Charemon.
"Kamu juga gitu?" Amber balik bertanya.
"Oh, no no no no no. Gue kuliah di situ karna salah satu dosennya itu Wijaya Kusuma. Dia panutan gue di dunia seni rupa. Tarachandra juga, karya surealisnya keren," mata Charemon tampak berbinar-binar saat menceritakan tentang kedua idolanya tersebut.
Amber hanya bisa tersenyum kecil. "Ketemu penggemarnya ayah rupanya," katanya dalam hati.
"Okay, balik lagi ke Gian. Jadi cuma karena dia anak Adipramana banyak orang yang memuja-muja dia gitu?" rasa ingin tahu Amber masih saja belum tuntas.
"Lho, Gian sendiri kan juga terkenal, sering nongol di tv, jadi bintang iklan, nyanyi juga, Amber dodoool. Udah gitu masa kamu nggak bisa lihat betapa gantengnya dia? Plus, dia itu anaknya Adipramana. Siapa coba yang nggak mau dapet label sebagai teman atau kenalannya?" tanya Charemon.
"Tetep aja, semua itu bukan alesan dia bisa seenaknya sama orang lain kan?"
Charemon terlihat berpikir setelah mendengar perkataan Amber yang memang ada benarnya itu. Lalu, ia tiba-tiba teringat akan sesuatu.
"Eh tapi katanya dulu dia ga kaya gitu lho. Dia memang terkenal cuek, tapi dulu nggak seketus itu. Denger-denger dia mulai berubah sejak pisah sama mantannya," kata Charemon sambil menyentuh-nyentuh dagunya dengan ujung jari telunjuknya.
"Mon, kamu itu beneran maba atau bukan sih? Kenapa bisa tau banyak cerita gitu?" tanya Amber heran.
"Maba lah! Nggak liat gue masih imut-imut gini?" Charemon lalu memonyongkan bibirnya karna kesal.
"Hahaha … " Amber terbahak.
"Nah, gitu dong ketawa. Muka lo itu lempeng terus, Amber. Pantes aja Gian makin sewot tadi pas tadi ngomong sama lo."
Amber hanya meringis saja mendengar apa yang baru saja Charemon katakan. Mungkin ia memang jarang menyadari bahwa wajahnya lebih sering terlihat datar walau tak benar-benar tanpa ekspresi.
"Eh, tapi beneran. Aku heran kenapa kamu bisa dapet info kaya gitu," kata Amber.
"Charemon gitu lho," sombongnya sambil membuat peace sign dengan jemarinya.
"Nggak. Gue kan punya temen yang satu angkatan sama Gian, Amber. Ceritanya ya dari dia," lanjut Momon yang lalu menjulurkan lidahnya.
Obrolan mereka pun berlanjut sepanjang perjalanan. Momon awalnya minta diantar hanya sampai pinggir jalan saja, tapi Amber menolak. Toh jaraknya juga tidak begitu jauh.
"Sekalian biar tahu rumah kamu, Mon," katanya.
Belum juga mulai kuliah, Amber sudah mendapatkan seorang teman. Bahkan, sepertinya Charemon adalah orang yang baik.
Biasanya, butuh waktu yang sedikit lama untuk Amber mendapatkan teman di lingkungan baru. Yang menjadi sebab tentu tak lain adalah sifatnya yang cukup pendiam dan tertutup.
Sebenarnya, tak jadi masalah jika dia harus sendiri karena Amber bisa selalu nyaman dengan dunianya. Hanya saja, jika ada orang baik yang mau berteman dengannya, dia tidak akan menolak.
★★★
Amber melajukan mobilnya lagi setelah mengantar Charemon pulang ke rumahnya. Masih butuh waktu sekitar 30 menit lagi untuk sampai ke rumahnya yang memang tidak berlokasi di pusat kota.
Saat tiba di lampu merah dan memandang kosong ke bagian depan mobilnya, ia tiba-tiba teringat akan Gian dan bagaimana ia marah soal spot parkir tadi. Amber pun menjadi kesal sendiri.
"Arrgh…baru mau mulai kuliah aja udah ada kejadian kaya gini. Mana tadi pada ngeliatin semua. Malu!" ungkapnya kesal.
Amber hanya bisa berharap urusannya dengan Gian tidak akan berbuntut panjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
reni
momon spionase...hmmm
2020-06-07
0
Nobita_Upil(ig: blackjack_dnb)
Hai, teman-temin pembacaku ya setia. Masih betah baca AMBERLEY, kan? Semoga aku selalu mendapatkan ide-ide yang cemerlang untuk melanjutkan kisahnya ya 😄
Jangan lupa untuk selalu dukung aku. Masukkan karya ini ke daftar favorit kalian, beri like dan komentar yang positif, dan jika kalian berkenan rekomendasikan AMBERLEY ke teman dan sahabat kalian supaya semakin banyak pembaca yang tahu kisahnya 😉
Bantuan kalian sangat berarti. Terima kasih banyak 😇
Sampai jumpa di episode selanjutnya bersama Amber dan Gian 😁
2020-05-16
4
Green Nam
Namanya cakep ya ... Giandra
2020-04-24
0