Tarachandra terbangun dari tidurnya saat hari sudah petang, entah jam berapa. Lampu di kamarnya pun juga sudah menyala.
Hanya saja, yang dia ingat, ia sama sekali tak menyalakan satu lampu pun di rumah itu tadi. Lalu siapa yang menyalakan lampu?
Ia juga menemukan kompres tertempel di dahinya. Siapa yang menyiapkan semua ini hingga demamnya pun sudah cukup mereda sekarang?
Saat masih memikirkan semua hal tadi, matanya menyapu seluruh kamar tidurnya. Betapa terkejutnya Tarachandra ketika sudah benar-benar tersadar dan melihat Ayu tengah tertidur dengan posisi terduduk di lantai dan menelungkup bersandar pada tempat tidurnya, tepat di sampingnya. Hatinya tentu saja sangat senang, sampai-sampai ia merasa sakitnya akan segera pulih dalam waktu singkat.
Dengan sangat pelan Tarachandra bangun dari tidurnya lalu duduk bersandar pada dinding. Ia berusaha bergerak sepelan mungkin supaya tidak membangunkan Ayu atau bahkan mengagetkannya.
Dia sudah tidak sepening tadi. Tubuhnya sudah terasa jauh lebih baik sekarang. Mungkin memang benar, di saat kita sedang sakit, obat yang paling mujarab adalah kehadiran dan perhatian dari orang yang kita sayangi.
Tarachandra tersenyum melihat wanita itu. Ia merasakan ketenangan yang luar biasa dalam hatinya. Namun, di saat yang sama, ia juga merasa heran.
"Bagaimana Ayu bisa sampai di sini? Sejak kapan ia di sini? Bagaimana dia bisa masuk?"
Saat sedang disibukkan memikirkan semua hal tersebut, terlihat Ayu bergerak dan mulai terbangun. Ayu pun sedikit kaget saat tahu bahwa Tarachandra sudah tak lagi tertidur.
Hal pertama yang langsung ia lakukan adalah bangkit, lalu menyentuh dahi Tarachandra dengan telapak tangannya. "Sudah tidak demam lagi." Katanya pelan sambil tersenyum.
Ia sudah tak lagi memikirkan perasaan kecewanya. Ia sudah tak berpikir untuk menghindar lagi. Baginya, yang terpenting saat ini adalah kesembuhan Tarachandra.
Ayu sendiri pun sebenarnya tidak menyangka bahwa ia akan berbuat senekat itu. Saat menerima pesan singkat dari Tarachandra tadi, ia baru saja selesai mandi setelah sampai di kost usai bekerja.
Tanpa pikir panjang dia langsung bersiap untuk pergi walaupun belum sempat beristirahat atau makan terlebih dahulu. Ia ingin cepat sampai di rumah Tarachandra dan memastikan sendiri keadaannya. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, Ayu juga tidak tau Tarachandra sakit apa dan separah apa.
Ia memilih untuk pergi menggunakan ojek yang cenderung lebih bisa lihai dalam menembus kemacetan ibukota dibandingkan dengan taksi. Dengan begitu, ia bisa cepat sampai.
Sesampainya di sana, ia menemukan pintu gerbang tidak dikunci.
"Teledor sekali," katanya dalam hati.
Kebetulan, pintu depan rumah Tarachandra juga dalam keadaan sedikit terbuka. Ayu mengucapkan salam dan mengetuk berulang kali tetapi tidak ada jawaban.
Karena makin lama ia malah makin khawatir, takut terjadi sesuatu dengan Tarachandra, Ayu memutuskan untuk langsung masuk saja. Ini memang bukan kali pertama Ayu berkunjung ke rumah itu. Karena itulah, dia juga tahu di mana letak kamar sang pelukis.
Benar saja, Ayu menemukan Tarachandra dalam keadaan tertidur tapi seperti menggigil dan mengigau. Demamnya cukup tinggi.
Tanpa kebingungan, Ayu langsung menuju dapur dan menyiapkan air hangat untuk kompres supaya demamnya cepat turun. Tak lupa ia juga membuat dua gelas teh panas untuknya dan Tarachandra.
Setelahnya, ia kembali ke kamar dengan membawa kompres yang tadi ia siapkan. Dengan telaten, ia mengompres bagian lipatan tangan dan dahi Tarachandra secara bergantian.
Saat dirasa cukup, Ayu lalu pergi ke dapur. Digunakannya bahan-bahan yang ada untuk membuat sup dan nasi sehingga nanti saat Tarachandra bangun ia bisa makan guna memulihkan kondisi tubuhnya.
Selesai memasak. Ayu kembali melihat Tarachandra yang masih terlelap, namun terlihat sudah tidak menggigil seperti tadi. Ia lalu mengganti kompres di dahi Tarachandra dengan yang baru lalu duduk di lantai, di samping tempat tidur. Mungkin karena kelelahan, ia tak sengaja tertidur di sana, hingga Tarachandra menyadari keberadaannya.
"Maaf aku tiba-tiba datang ke sini dan langsung masuk. Gerbang dan pintumu tak terkunci tadi," jelasnya pada Tarachandra.
"Tak apa. Kan aku yang memintamu datang. Kenapa tidak membalas pesanku?" tanya Tarachandra dengan nada memprotes.
"Maaf, aku tak sempat. Aku tadi buru-buru ke sini setelah menerima pesanmu," jawabannya ini membuat Tarachandra tersentuh. Ia tahu bahwa Ayu peduli padanya.
Di waktu yang sama ia pun merasa bersalah. Bisa jadi yang dikatakan oleh kedua sahabatnya tempo hari memang benar adanya.
"Apa kau bisa bangun dan berjalan?" tanya Ayu sembari bangkit dari duduknya.
"Ya, aku sudah jauh lebih mendingan sekarang. Hanya tersisa sedikit pusing saja," jawab Tarachandra, sambil mencoba untuk terlihat lebih bersemangat.
"Kalau begitu, ayo makan. Aku sudah lapar sekali sejak tadi," Ayu memang sejak lama sudah tak lagi malu-malu di depan Tarachandra.
Tarachandra pun mengikuti Ayu ke ruang makan. Dia terkejut melihat sudah ada sup dan nasi hangat di sana.
Dia yang tadinya seperti kehilangan harapan karena Ayu tiba-tiba tak lagi mau menanggapinya kini kembali menemukan semangatnya. Yang dia tau, saat ini ia tak boleh lagi melakukan kesalahan. Dia tidak boleh lagi melewatkan kesempatan yang ada.
Dia pun makan dengan lahap. Sup yang dibuat hanya dengan bahan sekedarnya yang Ayu temukan di kulkas terasa sangatlah nikmat.
Tak ada banyak pembicaraan terjadi selama mereka makan. Walau Ayu sudah datang ke sana dan merawat Tarachandra, suasana memang masih terasa canggung akibat komunikasi yang menurun drastis intensitasnya.
Selesai makan, Ayu berniat pamit karena memang kondisi Tarachandra sudah membaik.
"Sudah jam segini. Tak aman jika kau pulang selarut ini. Aku pun sedang tak bisa mengantarmu karena aku masih sedikit pening. Menginaplah," Tarachandra menjawab sambil menyeruput teh yang sudah dihangatkan kembali oleh Ayu.
Ayu yang kala itu juga sedang menikmati tehnya hampir tersedak mendengar tawaran Tarachandra. Jelas wajahnya sedikit terkejut dan bingung. Tarachandra pun menangkap ekspresi itu lalu buru-buru menjelaskan karena tak mau Ayu salah sangka dan berpikir yang tidak-tidak.
"Jangan khawatir, itu ada satu kamar kosong yang bisa kamu pakai untuk istirahat." Tarachandra lalu pergi mengambil sesuatu di kamar tanpa menunggu Ayu menjawab.
"Ini pakaian bersih. Gantilah supaya kamu bisa tidur dengan nyaman." Dia menyerahkan pakaian itu kepada Ayu lalu merogoh sesuatu dari sakunya.
Setelahnya dia mengambil posisi setengah berlutut di hadapan Ayu yang sedari tadi masih duduk di kursi makan.
"Ini juga. Pakailah," sambil menyerahkan sebuah kotak kecil yang berbahan kulit berwarna hitam.
"Apa ini?" tanya Ayu yang tidak menyangka bahwa Tarachandra akan melakukan hal semacam ini.
"Buka dan pakailah. Maaf jika situasinya tidak seperti yang kamu bayangkan atau harapkan." Tarachandra pun sebenarnya tidak merencanakan untuk memberikan benda itu kepada Ayu sekarang. Yang ia tahu, kesempatan mungkin tidak akan datang dua kali.
Ayu membuka kotak kecil itu. Setelah melihat isinya, entah kenapa air mata langsung berjatuhan tanpa seijinnya. Benda itu adalah sebuah cincin emas bermata hitam. Terlihat sangat sederhana namun juga elegan.
Tanpa memakai cincin itu terlebih dahulu, tubuh Ayu bergerak secara refleks memeluk Tarachandra yang masih berlutut di hadapannya. Semua kegelisahan dan rasa kecewanya selama ini seakan luluh dan hilang saat itu juga.
Dia melonggarkan sedikit pelukannya lalu menanyakan satu hal. "Sejak kapan kau membawa cincin ini di kantongmu?"
"Tak lama setelah kita berkenalan. Aku selalu membawanya saat bertemu denganmu" Katanya singkat.
Tangis Ayu semakin pecah karena bahagia. Ia tak menyangka bahwa sebenarnya selama ini mereka menyimpan perasaan yang sama, bahwa kedekatan mereka adalah hal yang spesial.
"Jadi bagaimana? Kau mau memakainya?" Tarachandra masih mencoba memastikan.
Ayu hanya mengangguk sambil menghapus air matanya. Tarachandra lalu mengambil kotak hitam itu, membukanya, lalu memakaikan cincin emas itu ke jari manis Ayu.
Keduanya lalu tertawa bersamaan. Dalam hati mereka berpikir betapa bodohnya mereka selama ini.
Mau bagaimana lagi, keduanya adalah orang yang terbiasa tidak banyak berkata jika itu menyangkut perasaan mereka. Ayu cenderung menyimpan kegelisahannya di dalam hati. Sedangkan Tarachandra adalah orang yang menyampaikan perasaannya lewat tindakan, sayangnya ini tidak melulu terbaca.
Di akhir tawa mereka, Tarachandra perlahan mendekatkan wajahnya pada Ayu. Ayu menatapnya dengan lembut lalu perlahan menutup matanya, pertanda ia tak menolak. Bibir mereka berdua bertemu, cukup lama, seolah mencurahkan semua kerinduan yang selama ini tak terungkap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Ilan Irliana
Chandra itu ngelamar ato begimana...wkwk..
2023-06-09
0
Khaireen miracle
Ehm.ehm..
2020-07-03
0
reni
ehemmmmm..
2020-06-07
0