Episode 2 - Pertemuan Pertama

Sosok ibu adalah satu-satunya yang seolah tak nampak dari kehidupan Amber yang tergambar serba sempurna dan berkecukupan. Seseorang yang harusnya menjadi bagian terpenting dari semua keluarga. Seseorang yang bisa menjadi poros utama dari setiap anggota keluarga. Ke mana dia?

Yang orang lain ketahui, ibunya memang tidak terlalu sering terlihat. Bahkan, di beberapa tahun terakhir keberadaannya seolah semakin tenggelam entah kemana. Dari situ, muncullah spekulasi bahwa ayah dan ibunya mungkin telah diam-diam bercerai. Dan, melihat fakta bahwa Amber masih bersama ayahnya sekarang, membuat mereka bahkan juga mengira-ira bahwa hak asuh atasnya jatuh ke tangan sang ayah.

Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah memang semua perkiraan tersebut benar adanya? Walau tak sepenuhnya salah, kenyataan yang dihadapi Amber sebenarnya jauh lebih buruk dari itu.

***

Amber lahir dari rahim seorang wanita bernama Ayu. Ya, hanya itu namanya, tanpa ada embel-embel apapun di belakangnya. Mungkin saja, saat ia lahir, orang tuanya sangat terpesona pada parasnya yang cantik sehingga tak lagi merasa perlu untuk menautkan nama lain untuk membuatnya terkesan panjang.

Dan memang benar, ibu Amber adalah orang yang berparas cantik memesona. Sifatnya yang kalem membuatnya terlihat anggun. Bisa jadi, hal ini jugalah yang membuat Tarachandra, yang tak lain adalah ayah Amber, jatuh hati padanya. Ayu bertemu dengannya untuk yang pertama kali di sebuah pameran tunggal yang diadakan di sebuah galeri ternama di pusat kota. Kala itu, nama Tarachandra sudah mulai dikenal publik berkat karyanya yang selalu membawa pesan menggelitik dan berani, baik itu soal masyarakat atau pemerintahan di negeri ini. Hal-hal dengan topik tersebut lebih mudah untuk mendapat perhatian orang dari berbagai kalangan saat itu. Karenanya, nama Tarachandra cukup cepat melejit. Walau begitu, tentu saja, hal ini juga tidak bisa dipisahkan dari kualitas karya-karya lukisannya yang berkarakter dan sudah mempunyai ciri khas tersendiri.

Pameran kala itu adalah yang cukup besar yang bisa Tarachandra wujudkan untuk pertama kalinya setelah sekian tahun berkecimpung di dunia seni lukis. Dan nyatanya, dewi keberuntungan sedang berpihak padanya. Pameran tersebut menjadi titik awal ketenaran dan kesuksesannya. Bahkan, pameran itu jugalah yang mempertemukannya dengan wanita yang kelak akan menjadi istrinya.

Ya, Ayu memang datang ke sana untuk melaksanakan tugasnya sebagai wartawan yang meliput acara pembukaan pameran tunggal yang bertajuk MATA RAKYAT BICARA tersebut. Tentu saja, di sana ia juga harus mewawancarai sang pelukis guna membuat liputan yang akan dia tulis menjadi lengkap.

"Permisi, Bapak Tarachandra. Saya dari surat kabar Pertiwi. Mohon waktunya sebentar untuk wawancara." Suaranya yang lembut namun lugas menarik perhatian sang pelukis yang kala itu memang masih bujang.

Tentu saja, ia lalu meluangkan waktunya untuk memenuhi permintaan wawancara tersebut. "Ya, silahkan. Dengan siapa ini?" tanyanya ingin tahu.

"Saya Ayu, Pak," jawabnya sambil manjabat tangan Tarachandra, lalu mengeluarkan sebuah alat perekam suara. "Langsung pada pertanyaannya ya, Pak. Seperti yang sudah tertera dalam katalog yang kebetulan sudah saya baca terlebih dahulu tadi, Anda memilih tajuk MATA RAKYAT BICARA untuk pameran tunggal yang perdana ini. Sebenarnya apa alasan di balik pilihan tersebut, Pak?" Ayu bertanya dengan mantap, seakan dia sudah mempersiapkan bahan untuk wawancara tersebut dengan matang.

"Ya, pada jaman sekarang ini, semakin banyak rakyat yang pintar dalam mengamati dan menyadari hal-hal yang sedang terjadi di negara kita tercinta ini, terutama jika itu berkaitan dengan pemerintah-" Ia pun memberi sedikit jeda pada jawabannya, seolah sedang memikirkan sesuatu. "Hanya saja, tidak semua orang mempunyai keberanian yang cukup untuk menyampaikan hal-hal tersebut walaupun mungkin sebenarnya apa yang mereka pikirkan memang benar adanya. Oleh karena itu, karya-karya yang ada dalam pameran tunggal ini, saya harapkan bisa menjadi perwakilan dari apa yang banyak rakyat lihat, pikirkan, dan harapkan dari pemerintah," lanjutnya dengan serius.

Ketika bicara soal karya seninya, apalagi yang isinya mengandung kritik sosial terhadap wakil rakyat, Tarachandra memang tidak pernah main-main. Dirinya pun merasa sebagai rakyat, sebagai bagian dari negara ini, yang berhak dan berkewajiban menyuarakan kebenaran jika memang ditemui adanya ketidakadilan, penyimpangan, atau bahkan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah yang harusnya menjadi wakil yang mengedepankan rakyatnya.

"Lalu, berapa lama total waktu pengerjaan keseluruh 31 lukisan yang Anda ikut sertakan dalam pameran ini?" Ayu bertanya tanpa terlebih dahulu basa-basi menanyakan berapa jumlah keseluruhan lukisan yang ada dalam pameran itu. Dia sudah terlebih dahulu membaca dengan hati-hati semua informasi yang ada dalam katalog seni yang sudah ia terima sebelum acara pembukaan resmi dilaksanakan. Dengan begitu, ia bisa lebih fokus pada hal-hal yang memang belum tertera di sana.

Menurutnya, menjadi seorang wartawan haruslah pintar dan proaktif. Selain itu, dia tahu betul bahwa terkadang seorang pencari berita tak diberikan waktu banyak untuk mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, ia harus bisa memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik mungkin, bukan malah menanyakan pertanyaan yang tidak perlu atau yang sebenarnya sudah diketahui jawabannya.

Dengan diawali senyum yang seolah paham bahwa Ayu memang bukanlah wartawan amatiran atau paling tidak dia adalah wartawan dengan dedikasi tinggi, Tarachandra pun menjawab, "jika hanya dilihat dari lini masanya, saya memulai pengerjaan lukisan pertama untuk pameran ini sekitar bulan Juni tahun lalu. Lukisan terakhir selesai pada bulan Januari awal. Jadi kurang lebih saya menyelesaikan semua lukisan ini hanya dalam waktu 6 bulan saja."

Luar biasa memang. 31 lukisan dengan ukuran yang cukup besar selesai dikerjakan dalam waktu yang bisa dibilang cukup singkat. Itu bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh semua orang. Yang membuatnya lebih istimewa, kualitas dari setiap karyanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Kemampuan semacam itu adalah hadiah istimewa yang ia terima dari Sang Pencipta.

"Wah, Anda luar biasa sekali, Pak," Ayu secara refleks memberikan pujian pada sang pelukis karena rasa kagumnya. "Kalau mengenai karya di pameran kali ini, menurut Anda pribadi, manakah yang paling berkesan, Pak Tarachandra?" Ayu kembali mengajukan satu pertanyaan.

"Mari, saya tunjukkan," kata Tarachandra sambil mengajak Ayu menuju ke bagian depan tengah ruang galeri tersebut. Di sana, terpampang sebuah lukisan yang memang ukurannya lebih besar jika dibandingkan dengan lukisan lain di pameran tunggal itu. Lokasi tempat di mana lukisan itu dipajang pun sangatlah strategis, di mana setiap orang yang baru saja memasuki ruang pameran akan langsung bisa melihatnya.

"Ini dia. Kira-kira, apakah anda bisa menebak hal yang ingin saya tunjukkan dari lukisan ini?" tanyanya kepada Ayu.

Ayu berpikir sejenak lalu menjawab. "Apakah ini mengenai kerusuhan besar waktu itu, Pak?" Ayu teringat pada peristiwa kerusuhan besar yang terjadi di ibukota dan beberapa kota lainnya dalam waktu yang hampir bersamaan. Entah mengapa, ia seolah bisa melihat peristiwa itu tertuang dalam karya surealis ini.

"Tepat sekali. Hanya saja, saya tidak memilih sudut pandang si pelaku kerusuhan atau juga sudut pandang pihak-pihak yang dituntut dalam peristiwa tersebut. Seniman lain juga tentunya sudah banyak menyampaikan itu di dalam karya-karya mereka," terangnya. Lalu ia terdiam sejenak. Ia seolah menggali kembali memori akan kerusuhan itu yang tersisa di pikirannya. "Saya paham betul betapa ada banyak pihak yang sangat menderita akibat peristiwa tersebut dan saya juga menuangkannya di beberapa karya saya di sini. Namun, ada hal yang cukup mengganggu batin saya kala itu dan itulah yang menjadi inspirasi utama dari lukisan yang satu ini," lugasnya.

"Kalau boleh tahu, hal apakah itu, Pak?" Ayu spontan bertanya karena merasa penasaran. Wawancara kali ini malah semakin terasa seperti sebuah obrolan.

"Menurut Anda?" Tanya sang pelukis dengan singkat sambil melihat wajah Ayu yang mungkin sebenarnya sudah menyita perhatiannya sejak awal.

Ayu kembali menatap lukisan itu dalam-dalam dan mencoba menangkap suasana yang ada di dalamnya. Tak mudah memang karena lukisan tersebut beraliran surealis. Karya semacam ini berbeda dengan karya realis yang peristiwa di dalamnya bisa lebih mudah terbaca.

Walaupun sedang dalam sesi wawancara, Ayu tidak terlihat terburu-buru dalam membaca lukisan tersebut. Rupanya, hal ini tertangkap oleh mata Tarachandra. Ia yakin bahwa Ayu tidak akan secara sembarangan menjawab pertanyaannya.

"Aa ..." kata Ayu tiba-tiba. "Saya memang belum pandai membaca keseluruhan dari lukisan Anda ini. Hanya saja, pada bagian ini," kata Ayu sambil menunjuk pada salah satu bagian di lukisan itu, "saya melihat perasaan yang terteror. Seolah merasakan suasana yang mencekam kala itu. Mungkin, Anda menuangkan perasaan dari orang-orang yang walaupun tidak terlibat tapi ikut menyaksikan kerusuhan kala itu," pungkasnya.

"Mata Anda cukup jeli, Nona Ayu," puji Tarachandra.

Ayu tersenyum puas. Dia memang cukup sering mengunjungi galeri dan pameran lukisan, sekedar untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Tak terasa lama kelamaan hal itu menjadi hobi yang bisa mengusir penatnya disela-sela hari kerjanya. Mungkin karena hal itulah ia ditugaskan untuk meliput pameran tunggal Tarachandra kali ini.

"Baiklah, saya rasa semua info yang saya butuhkan sudah saya terima. Selebihnya, saya meminta ijin untuk menggunakan info lain dari katalog ini jika diperbolehkan," kata Ayu seraya meminta ijin.

"Ya, ya. Silahkan saja. Katalog seni ini memang dibuat guna mempermudahkan setiap orang, termasuk para penulis berita, yang datang ke sini untuk mendapatkan info lengkap, terutama tentang setiap karya yang saya sertakan dalam pameran ini," jawab Tarachandra.

"Terimakasih, Pak Tarachandra. Sungguh menyenangkan bisa berbincang dengan Anda. Kalau begitu saya pamit dan sekalian minta ijin untuk mengambil beberapa foto," kata Ayu sembari mengulurkan tangannya untuk menjabat Tarachandra.

"Sama-sama. Silahkan. Tapi sebelumnya, apakah Anda memiliki kartu nama atau nomor yang bisa dihubungi? Siapa tahu suatu saat perlu," tanya Tarachandra.

Ayu yang kala itu sedang bertugas sebagai wartawan tentu sama sekali tidak menaruh curiga. Dia memang selalu membawa kartu namanya ke mana-mana untuk keperluan kerja. "Ini, Pak," kata Ayu sambil mengulurkan kartu yang lengkap berisikan namanya dan juga nomor telepon yang bisa dihubungi. Dia melihat, Tarachandra menerima kartu itu sambil seperti sedang mencari sesuatu di dalam kantong kemeja hitamnya.

"Nah, ini dia. Ini kartu nama saya. Simpanlah. Jangan lupa hubungi saya jika hasil liputannya sudah terbit, saya pasti akan membacanya." Rupanya, Tarachandra juga memberikan kartu nama kepada Ayu lalu menjabat tangannya.

Tanpa Ayu ketahui, Tarachandra sebenarnya bukanlah orang yang sering memberikan kontaknya secara sembarangan. Rupanya kali ini ia ingin memastikan bahwa Ayu tahu namanya, tahu nomor teleponnya, dan tahu ke mana harus mencarinya.

Satu hal yang mungkin Ayu memang tidak tahu saat itu. Nampaknya, itulah cinta pada pandangan pertama yang dialami oleh sang pelukis.

Terpopuler

Comments

Si Autor (IG: Anterta.)

Si Autor (IG: Anterta.)

Wow... bagus loh novelnya.
Rekomended pokoknya!

2020-08-12

2

reni

reni

hmmm lanjut lagi kuy

2020-06-06

0

⚜️ Devi Dedev 💠

⚜️ Devi Dedev 💠

uwuuuuu tukaran no hp, cenat cenut hatinya, 😁😁

2020-06-05

0

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 - Amberley Senja
2 Episode 2 - Pertemuan Pertama
3 Episode 3 - Rencana Sang Pelukis
4 Episode 4 - Kejutan
5 Episode 5 - Nama Panggilan
6 Episode 6 - 'Label'
7 Episode 7 - 'Label' (Bagian 2)
8 Episode 8 - Hari Bersejarah
9 Episode 9 - Keputusan
10 Episode 10 - Rasa Tak Berwajah
11 Episode 11 - Rasa Tak Berwajah (Bagian 2)
12 Episode 12 - Rasa Tak Berwajah (Bagian 3)
13 Episode 13 - Maaf
14 Episode 14 - Insiden Spot Parkir
15 Episode 15 - Giandra
16 Episode 16 - Sial!
17 Episode 17 - Sssttt!
18 Episode 18 - Siapa Dia?
19 Episode 19 - Jangan-jangan ...
20 Episode 20 - Kesal!
21 Episode 21 - Titisan Sang Legenda
22 Episode 22 - Untuk Amber
23 Episode 23 - Charemon dan Ibunya
24 Episode 24 - Tarachandra, Sang Idola
25 Episode 25 - Sahabat Sejati
26 Episode 26 - Egidia
27 Episode 27 - Kota Patah Hati
28 Episode 28 – Kota Patah Hati (Bagian 2)
29 Episode 29 - Kota Patah Hati (Bagian 3)
30 Episide 30 - Bakso Cabe Rawit
31 Episode 31 - Teror
32 Episode 32 – Luapan Kemarahan
33 Episode 33 - Mungkinkah?
34 Episode 34 – Duh!
35 Episode 35 - Kebenaran
36 Episode 36 - Putri Nadine
37 Episode 37 - Awal
38 Episode 38 – Dendam
39 Episode 39 – Barang Bukti
40 Episode 40 - Curahan Hati
41 Episode 41 – Mau Kan?
42 Episode 42 - Sabtu, Segeralah Datang …
43 Episode 43 - Tiba Juga
44 Episode 44 – Harapan Giandra
45 Episode 45 - Hunting
46 Episode 46 - Kediaman Tarachandra
47 Episode 47 - Kediaman Adipramana
48 Episode 48 - Kediaman Adipramana (Bagian 2)
49 Episode 49 - Apa Yang Salah?
50 Episode 50 - Berita
51 Episode 51 - 'Kejutan' di Kamar Mandi
52 Episode 52 - Penjelasan
53 Episode 53 - Perasaan Amber
54 Episode 54 - Samantha
55 Episode 55 - Menolong Charemon
56 Episode 56 - Menolong Charemon (Bagian 2)
57 Episode 57 - Rekaman
58 Episode 58 - Kemarahan Samantha
59 Episode 59 - Rencana Egidia
60 Episode 60 - Tangkap!
61 Episode 61 - Tangkap! (Bagian 2)
62 Episode 62 - Tangkap! (Bagian 3)
63 Episode 63 - Akhir Dari Samantra
64 Episode 64 - Rencana Akhir Pekan
65 Episode 65 - Lelaki Sejati
66 Episode 66 - Kesiangan!
67 Episode 67 - Malu!
68 Episode 68 - Siapa?
69 Episode 69 - Aaaaa!!
70 Episode 70 - Hantu?
71 Episode 71 - Pernyataan
72 Episode 72 - Pacarku
73 Episode 73 - Restu Tarachandra
74 Episode 74 - Tugas Kuliah
75 Episode 75 - Perasaan Yang Campur Aduk
76 Episode 76 - Membuat Sketsa
77 Episode 77 - Kegalauan
78 Episode 78 - Gores
79 Episode 79 - Api Cemburu
80 Episode 80 - Pertengkaran Pertama
81 Episode 81 - Jangan Temui Aku!
82 Episode 82 - Alasan di Balik Pertengkaran
83 Episode 83 - Makrab
84 Episode 84 - Makrab (Bagian 2)
85 Episode 85 - Makrab (Bagian 3)
86 Episode 86 - Pencarian
87 Episode 87 - Penyesalan
88 Episode 88 - Ayah Amberley Senja
89 Episode 89 - Berakhirnya Sebuah Persahabatan
90 Episode 90 - Fakta Yang Terkuak
91 Episode 91 - Nasib Nadine
92 Episode 92 - Terlambat Untuk Menyesal
93 Episode 93 - Ciuman Pertama
94 Episode 94 - Kekhawatiran
95 Episode 95 - Memaafkan Masa Lalu
96 Episode 96 - Go Public?
97 Episode 97 - Pameran
98 Episode 98 - Kekasih Giandra
99 Episode 99 - Dipermalukan
100 Episode 100 - Pertemuan
101 Episode 101 - Permintaan Amber
102 Episode 102 - Pesta Ulang Tahun Gian
103 Episode 103 - Pesta Ulang Tahun Gian (Bagian 2)
104 Episode 104 - Menginap
105 Episode 105 - Kawan Lama
106 Episode 106 - Prasangka
107 Episode 107 - Siap Atau Tidak
108 Episode 108 - Siap Atau Tidak (Bagian 2)
109 Episode 109 - Kejutan Ulang Tahun Untuk Amber
110 Episode 110 - Kejutan Ulang Tahun Untuk Amber (Bagian 2)
111 Episode 111 - Perasaan Yang Mengganjal
112 Episode 112 - Ikutlah Denganku
113 Episode 113 - Kemelut di Hati Ayu
114 Episode 114 - Kemelut di Hati Ayu (Bagian 2)
115 Episode 115 - Belahan Jiwa
116 Episode 116 - Memohon Restu
117 Episode Terakhir
118 Ucapan Terima Kasih dan Pengumuman
119 Episode Ekstra
Episodes

Updated 119 Episodes

1
Episode 1 - Amberley Senja
2
Episode 2 - Pertemuan Pertama
3
Episode 3 - Rencana Sang Pelukis
4
Episode 4 - Kejutan
5
Episode 5 - Nama Panggilan
6
Episode 6 - 'Label'
7
Episode 7 - 'Label' (Bagian 2)
8
Episode 8 - Hari Bersejarah
9
Episode 9 - Keputusan
10
Episode 10 - Rasa Tak Berwajah
11
Episode 11 - Rasa Tak Berwajah (Bagian 2)
12
Episode 12 - Rasa Tak Berwajah (Bagian 3)
13
Episode 13 - Maaf
14
Episode 14 - Insiden Spot Parkir
15
Episode 15 - Giandra
16
Episode 16 - Sial!
17
Episode 17 - Sssttt!
18
Episode 18 - Siapa Dia?
19
Episode 19 - Jangan-jangan ...
20
Episode 20 - Kesal!
21
Episode 21 - Titisan Sang Legenda
22
Episode 22 - Untuk Amber
23
Episode 23 - Charemon dan Ibunya
24
Episode 24 - Tarachandra, Sang Idola
25
Episode 25 - Sahabat Sejati
26
Episode 26 - Egidia
27
Episode 27 - Kota Patah Hati
28
Episode 28 – Kota Patah Hati (Bagian 2)
29
Episode 29 - Kota Patah Hati (Bagian 3)
30
Episide 30 - Bakso Cabe Rawit
31
Episode 31 - Teror
32
Episode 32 – Luapan Kemarahan
33
Episode 33 - Mungkinkah?
34
Episode 34 – Duh!
35
Episode 35 - Kebenaran
36
Episode 36 - Putri Nadine
37
Episode 37 - Awal
38
Episode 38 – Dendam
39
Episode 39 – Barang Bukti
40
Episode 40 - Curahan Hati
41
Episode 41 – Mau Kan?
42
Episode 42 - Sabtu, Segeralah Datang …
43
Episode 43 - Tiba Juga
44
Episode 44 – Harapan Giandra
45
Episode 45 - Hunting
46
Episode 46 - Kediaman Tarachandra
47
Episode 47 - Kediaman Adipramana
48
Episode 48 - Kediaman Adipramana (Bagian 2)
49
Episode 49 - Apa Yang Salah?
50
Episode 50 - Berita
51
Episode 51 - 'Kejutan' di Kamar Mandi
52
Episode 52 - Penjelasan
53
Episode 53 - Perasaan Amber
54
Episode 54 - Samantha
55
Episode 55 - Menolong Charemon
56
Episode 56 - Menolong Charemon (Bagian 2)
57
Episode 57 - Rekaman
58
Episode 58 - Kemarahan Samantha
59
Episode 59 - Rencana Egidia
60
Episode 60 - Tangkap!
61
Episode 61 - Tangkap! (Bagian 2)
62
Episode 62 - Tangkap! (Bagian 3)
63
Episode 63 - Akhir Dari Samantra
64
Episode 64 - Rencana Akhir Pekan
65
Episode 65 - Lelaki Sejati
66
Episode 66 - Kesiangan!
67
Episode 67 - Malu!
68
Episode 68 - Siapa?
69
Episode 69 - Aaaaa!!
70
Episode 70 - Hantu?
71
Episode 71 - Pernyataan
72
Episode 72 - Pacarku
73
Episode 73 - Restu Tarachandra
74
Episode 74 - Tugas Kuliah
75
Episode 75 - Perasaan Yang Campur Aduk
76
Episode 76 - Membuat Sketsa
77
Episode 77 - Kegalauan
78
Episode 78 - Gores
79
Episode 79 - Api Cemburu
80
Episode 80 - Pertengkaran Pertama
81
Episode 81 - Jangan Temui Aku!
82
Episode 82 - Alasan di Balik Pertengkaran
83
Episode 83 - Makrab
84
Episode 84 - Makrab (Bagian 2)
85
Episode 85 - Makrab (Bagian 3)
86
Episode 86 - Pencarian
87
Episode 87 - Penyesalan
88
Episode 88 - Ayah Amberley Senja
89
Episode 89 - Berakhirnya Sebuah Persahabatan
90
Episode 90 - Fakta Yang Terkuak
91
Episode 91 - Nasib Nadine
92
Episode 92 - Terlambat Untuk Menyesal
93
Episode 93 - Ciuman Pertama
94
Episode 94 - Kekhawatiran
95
Episode 95 - Memaafkan Masa Lalu
96
Episode 96 - Go Public?
97
Episode 97 - Pameran
98
Episode 98 - Kekasih Giandra
99
Episode 99 - Dipermalukan
100
Episode 100 - Pertemuan
101
Episode 101 - Permintaan Amber
102
Episode 102 - Pesta Ulang Tahun Gian
103
Episode 103 - Pesta Ulang Tahun Gian (Bagian 2)
104
Episode 104 - Menginap
105
Episode 105 - Kawan Lama
106
Episode 106 - Prasangka
107
Episode 107 - Siap Atau Tidak
108
Episode 108 - Siap Atau Tidak (Bagian 2)
109
Episode 109 - Kejutan Ulang Tahun Untuk Amber
110
Episode 110 - Kejutan Ulang Tahun Untuk Amber (Bagian 2)
111
Episode 111 - Perasaan Yang Mengganjal
112
Episode 112 - Ikutlah Denganku
113
Episode 113 - Kemelut di Hati Ayu
114
Episode 114 - Kemelut di Hati Ayu (Bagian 2)
115
Episode 115 - Belahan Jiwa
116
Episode 116 - Memohon Restu
117
Episode Terakhir
118
Ucapan Terima Kasih dan Pengumuman
119
Episode Ekstra

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!