Ria menyuruh Panca dan Tarachandra untuk mandi air hangat supaya rasa lelah mereka sedikit berkurang. Ia pun sudah menyiapkan kopi hangat dan makanan.
Setelah keduanya selesai makan, Tarachandra sebenarnya ingin pulang dan segera bertemu dengan Amber. Tetapi, Ria mencegahnya.
"Kenapa, Ri? Apa kamu tahu sesuatu," tanya Tarachandra yang sudah melihat gelagat berbeda pada Ria sejak ia dan Panca sampai tadi.
Raut muka Ria berubah serius, lalu ia mulai menyampaikan sesuatu pada Tarachandra.
"Aku tidak tahu apakah yang akan aku sampaikan ini benar adanya, bisa jadi ini hanya pemikiranku saja, Tara." Ria berhenti sejenak. Tampak keraguan untuk melanjutkan perkataannya.
"Aku tak yakin kau tahu tentang hal ini, tapi Ayu pernah datang ke sini, kurang lebih setahun yang lalu. Ia tampak sangat berbeda dengan Ayu yang selama ini aku kenal, Tara," jelasnya.
"Berbeda gimana, Ri?" Tarachandra yang semakin penasaran memburu Ria untuk segera menyelesaikan ceritanya.
Ria pun mulai menceritakan semuanya dari awal.
Siang itu, tiba-tiba Ayu berkunjung ke rumah Ria dengan naik taksi. Biasanya, kalau ia mau main ke sana ia akan mengabari Ria dulu lewat telepon. Siang itu, dia tidak melakukannya. Beruntung kala itu Ria ada di rumah.
"Lho, Yu. Tumben kamu ke sini nggak ngabarin kakak dulu? Untung aku ada di rumah," sapa Ria sambil tersenyum pada Ayu.
Anehnya, Ayu terlihat bingung dan tidak membalas sapaan Ria. Ria memang orang yang cukup peka. Ia bisa melihat itu semua terpampang di wajah Ayu. Maka, ia pun buru-buru menyuruh Ayu masuk dan duduk. Ia lalu permisi sebentar untuk membuatkan Ayu secangkir teh hangat.
"Ada apa, Yu? Ada yang ingin kamu ceritakan?" tanyanya sambil mengusap lembut pundak Ayu.
Seolah sudah menahan dari tadi, Ayu malah menangis. Ria berpindah duduk di dekat Ayu, menyediakan pundaknya supaya Ayu bisa bersandar dan memuaskan seluruh perasaannya lewat tangisan.
Sebagai teman dekat Tarachandra, Ria sudah seperti seorang kakak untuk Ayu. Dia jugalah yang menjadi tempat untuk Ayu berkeluh kesah saat sedang ada masalah walaupun hal semacam itu jarang sekali Ayu lakukan karena ia lebih terbiasa untuk memendam semuanya.
Hanya saja, kali ini lain. Entah kenapa Ayu juga kepikiran untuk pergi ke rumah Ria.
"Kak, aku kenapa ya? Rasanya sudah tidak bisa menahan lagi. Hatiku rasanya sesak sekali, Kak."
Ria bingung dengan apa yang dikatakan Ayu dan masih belum mengetahui masalah apa yang sedang ia hadapi.
"Kamu ada masalah sama Tara, Yu? Atau, kamu malah sedang bertengkar dengannya?" tanya Ria, mencoba mencari kejelasan.
"Nggak, Kak. Kami tidak pernah ada masalah. Aku nggak pernah bertengkar dengan Mas Tara."
Setelah memberi jeda pada apa yang ia katakan, Ayu melanjutkan ceritanya. Kali ini, semua mengalir begitu saja dari mulutnya. Ceritanya terdengar lebih seperti perasaan-perasaan yang selama ini ia tahan.
"Aku selalu mencoba menjadi istri yang baik dan paham akan kesibukan Mas Tara, Kak. Aku bahkan keluar dari pekerjaan impianku supaya bisa lebih fokus mengurus Amber. Sedangkan Mas Tara masih terus membesarkan impiannya. Aku paham bahwa ini sudah tanggung-jawabku sebagai seorang istri dan ibu, Kak. Aku sangat paham."
Ayu pun terus bercerita. "Hanya saja, entah kenapa lama-lama aku merasakan kesepian yang setiap hari semakin besar, Kak. Aku merasakan jenuh yang luar biasa dengan rutinitas yang selalu sama selama bertahun-tahun. Aku sering menghabiskan hariku untuk menangis saat mas Tara dan Amber sedang tak ada di rumah," katanya sambil sesekali masih terisak.
"Aku bangga dan bahagia melihat karier Mas Tara yang semakin baik hingga ia menjadi pelukis dengan nama besar seperti sekarang. Hanya saja, semakin besar namanya, kenapa aku semakin merasa kesepian, Kak? Mas Tara selalu sibuk dengan proyek seni yang satu berganti dengan proyek seni yang lain. Ia bahkan membantu para pelukis pemula supaya dunia juga mulai melirik mereka. Tapi bagaimana denganku, Kak?" Tangisnya pecah kali ini.
Ria belum mau menanggapi cerita Ayu. Ia memilih untuk mendengarkan semua keluh kesahnya terlebih dahulu sambil sesekali mengusap pundak atau punggung Ayu. Berharap itu bisa membuatnya merasa lebih baik.
"Apa karena aku tak pernah menceritakan apapun dan selalu tampak baik-baik saja di depan Mas Tara sehingga dia lupa untuk menanyakan kabarku, Kak? Aku mencintainya dengan sepenuh hati dan aku pun menjadi orang yang paling mendukungnya di setiap hal yang ia kerjakan, kak. Tapi kenapa akhirnya aku merasakan sepi yang menusuk seperti ini? Aku lupa caranya mencintai diriku. Hatiku sangat kesepian, Kak," ujar Ayu.
"Aku merasa semakin hilang, Kak. Setiap hari aku menangis. Aku bahkan mulai tak menangkap apa yang Amber katakan saat kami mengobrol karena pikiranku kosong. Aku takut akan berubah menjadi ibu yang buruk bagi Amber, Kak. Aku sangat mencintainya." Kata-kata Ayu tentang Amber diakhiri dengan tangisan yang menyayat hati.
Ria pun akhirnya memilih untuk berbicara.
"Shhh … tenang ya, Ayu sayang. Tenangkan dirimu. Minum ini dulu," katanya sambil menyodorkan teh yang sudah berubah dingin kepada Ayu.
Ayu pun meminumnya lalu mencoba menarik napas untuk menenangkan dirinya. Ia mengusap air matanya dengan saputangan yang ia bawa.
"Sekarang, coba dengarkan kakak ya, Yu. You've done a very good job as a wife and a mother. Jangan lupakan itu. Lihatlah Tara dan Amber yang berkembang menjadi lebih baik karena dukungan dan kasih sayang darimu," kata Ria sambil menatap dalam ke mata Ayu.
Ia ingin Ayu menyadari bahwa apa yang ia katakan bukanlah omong kosong. Ia ingin Ayu tahu betapa dia berharga bagi suami dan anaknya.
Ria mungkin belum pernah mengalami apa yang Ayu alami saat ini. Hanya saja, ia tahu bahwa jika tidak dikelola dengan baik, perasaan-perasaan semacam ini bisa berkembang menjadi sesuatu yang buruk, depresi contohnya. Parahnya lagi, hal sacam itu sering kali tak terlihat, tak bisa dibaca begitu saja dari wajah penderitanya.
Ria juga paham bahwa untuk orang yang mengalaminya, hal yang paling dibutuhkan adalah dukungan dan perhatian dari orang-orang disekitarnya, terutama mereka yang sangat ia sayangi atau ia harapkan. Dalam hal ini, tampak betul bahwa yang Ayu butuhkan adalah Tarachandra.
"Apa kamu sudah mencoba untuk mengungkapkan semua yang kamu rasakan pada Tara?" tanya Ria dengan serius.
"Belum, Kak. Aku nggak ingin mengganggu Mas Tara yang sedang menyelesaikan proyek pameran besarnya. Dia selalu tampak sangat lelah dalam tidurnya" jawab Ayu dengan lesu.
"Ayu, kamu nggak boleh seperti itu. Tara adalah orang yang paling berhak tahu tentang semua ini. Dia sangat sayang kepadamu dan Amber. Makanya ia ingin memberikan yang terbaik untuk kalian berdua dan cara yang ia bisa adalah dengan menjadi pelukis yang semakin baik dari waktu ke waktu. Itu cara dia." Ria memberikan jeda pada ucapannya supaya Ayu mencerna setiap perkataannya dengan baik.
"Walaupun begitu, Tara adalah manusia yang juga punya kekurangan. Ia sering kali tidak peka atas apa yang dirasakan atau dialami oleh orang di sekitarnya. Begitulah dia sejak dulu. Tentu kamu masih ingat bukan bagaimana ia akhirnya memutuskan untuk melamarmu ketika kamu mulai menjauh kala itu, kan?" Ria mencoba mengingatkan Ayu pada waktu sebelum ia menikah dengan Tarachandra.
"Hati dan pikiranmu tidak baik-baik saja, Ayu. Tapi, di saat yang sama kamu selalu mencoba terlihat seolah tak ada yang terjadi di depan Tara. Kemungkinan besar, itulah yang ia tangkap dan anggap sebagai hal yang sebenarnya, Yu. Selain kurang peka, Tara juga sangat percaya kepadamu. Jujurlah padanya tentang apa yang kamu rasakan. Nggak baik lho menyimpan hal semacam ini," kata Ria sambil tersenyum, terlebih setelah ia melihat Ayu yang sudah lebih tenang.
"Kamu sudah merasa lebih baik, Yu?" Ria mencoba memastikan.
"Iya, kak. Setelah cerita sama kakak hatiku terasa sedikit lebih tenang," jawab Ayu yang sudah tak lagi menangis.
"See? Kalau ngobrol sama kakak saja sudah membuat kamu lebih tenang, apalagi kalau kamu membuka diri dan jujur pada Tara soal semua ini?" Ria mencoba meyakinkan Ayu bahwa kejujuran adalah hal yang sangat penting dalam sebuah pernikahan.
"Iya, kak. Akan aku coba. Kalau boleh aku ingin minta bantuan satu lagi sama kakak."
"Apa itu, Yu? Kalau aku bisa pasti aku bantu," ujar Ria.
"Kakak nggak usah bilang soal hari ini pada Mas Tara dan Kak Panca ya, kak. Biar aku sendiri yang selesaikan," pinta Ayu kepada Ria.
"Okay. Kakak nggak akan cerita sama siapa pun," janjinya kepada Ayu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Khaireen miracle
makanya...dalam rumah tangga itu hrs ada komunikasi yg baik,jk ada unek2,blg,ga usah nunggu pasangan yg tanya,iya kalo pasangan peka😅.pokok apa2 mesti diomong,itu kalo aku😁😁
2020-07-03
0
Nobita_Upil(ig: blackjack_dnb)
Aku terharu...kalian masih setia baca AMBERLEY sampai sini. Terima kasih banyak!
Jangan lupa terus dukung aku untuk maju ya. Caranya? Masukkan karya ini ke daftar novel favorit kalian, berikan bintang luar biasa, berikan like di setiap episode yang sudah selesai kalian baca, dan jangan lupa berikan komentar yang positif dan membangun.
Episode selanjutnya yang (mungkin) akan bikin kalian nangis bombay. Penasaran? Ditunggu kelanjutannya yaaa.
Terima kasih banyak pokoknya. Kalian Keren 😁👍
2020-05-16
4
Linn
Ijin promosi ya thor
jangan lupa mampir di novelku, judulnya labil. Tinggalkan like, rate and komen, biar gampang feedback makasii
2020-05-06
0