Tarachandra sedang berbincang dengan Panca di studio lukis yang tak lain adalah rumah lamanya kala itu. Ia sedikit terkejut saat mendengar suara putrinya sedikit berteriak memanggil namanya.
"Ayah! Kenapa nggak angkat teleponku?!" Amber masuk ke dalam studio dengan terburu-buru. Pikirannya yang sedang kalut membuatnya berteriak pada sang ayah.
"Ada apa ini, Nak? Kenapa kamu ke sini nggak beri tahu ayah dulu?" Tarachandra mengecek ponselnya dan menemukan ada lebih dari 20 panggilan masuk dari putrinya.
Bukan hanya dia yang kebingungan, Panca pun juga langsung berdiri menghampirinya karena membaca bahwa suatu hal pasti terjadi. Apalagi, Amber datang dengan mata sembab seperti itu.
"Ayah, ini apa? Bunda ke mana, Yah?" Tangisnya pun akhirnya pecah lebih deras waktu mengulurkan surat itu kepada ayahnya.
Tarachandra menerima secarik kertas dengan tulisan tangan Ayu di dalamnya. Tangannya gemetar hebat saat mengetahui apa isinya.
Panca yang ikut membacanya pun kaget. Dalam hatinya ia yakin bahwa ini bukan surat biasa. Ia lalu berinisiatif mengambilkan air untuk Amber supaya ia lebih tenang.
"Ayah kenapa diem aja? Ayah tahu kan bunda pergi ke mana?" Amber mencecar Tarachandra dengan pertanyaan yang sama. Berharap bahwa ayahnya tahu kemana bundanya pergi.
"Tenang, Amber. Sini duduk dan minum dulu. Biarkan ayahmu berpikir sebentar." Panca membawa Amber duduk lalu memberikan segelas air putih padanya.
Ia paham bahwa Tarachandra pasti sama terkejutnya dengan Amber. Di saat yang sama ia juga paham bahwa otak Tarachandra pasti sedang berpikir keras saat ini.
Ia terlihat mencoba untuk menelepon Ayu tetapi tidak tersambung. Yang ia dengar bahwa nomor itu tidak terdaftar.
Tarachandra lalu menoleh pada Amber yang sedari tadi seolah menunggu ia berbicara. Sekalut apapun pikirannya saat ini, ia tahu bahwa ia tak boleh terlihat panik di depan Amber.
Ia pun berjongkok di depan Amber sambil menggenggam kedua tangannya.
"Nak, kamu pulang dulu ya sama Pak No. Ayah sama Om Panca mau pergi sebentar," katanya sekalem mungkin.
"Ayah mau ke mana? Amber ikut!" Mata Amber berkaca-kaca sambil memegang erat kembali tangan ayahnya seolah ia takut ditinggalkan.
"Kamu kan harus sekolah besok. Kamu di rumah sama Bik Yem dan Pak No, ya. Ayah cuma pergi sebentar. Paling lama 3 hari. Ayah janji akan segera pulang. Ya?"
Tarachandra melihat Amber tidak menjawab. Ia tahu pasti putrinya syok dengan kejadian hari ini. Ingin rasanya ia menemani putrinya, namun mencari Ayu juga penting untuk segera dilakukan sebelum semua terlambat.
"Hei, anak gadis ayah kan pemberani. Sudah, jangan menangis ya. Ayah janji akan segera pulang." Ia lalu memeluk erat Amber sambil mengusap kepalanya.
"Ayah nggak akan ninggalin Amber juga kan?" Kata Amber dengan suara pelan dan seolah ketakutan.
"No, Amber. Ayah janji akan pulang secepatnya." Tarachandra lalu mengulurkan jari kelingking tangan kanannya pada Amber, tanda bahwa ia akan menepati janjinya.
Setelah memastikan bahwa Amber sudah pulang bersama Pak No, Tarachandra tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya. Di hadapan sahabat dekatnya, ia tersungkur lemas dan tak tahu harus berbuat apa.
"Aku harus cari Ayu, Pan." Ia memegang keningnya yang sejak tadi rasanya seperti mau pecah.
"Aku antar kamu. Nggak aman kalau kamu cari sendiri dengan keadaan kaya gini." Tanpa diminta, Panca tahu bahwa teman dekatnya itu sangat butuh bantuannya saat ini.
★★★
Tempat pertama yang Tarachandra tuju adalah rumah orang tua Ayu di luar kota. Sebenarnya, bisa saja ia mencoba menanyakan keberadaan Ayu kepada keluarganya melalui telepon, tetapi ia merasa harus memastikan dengan mata kepalanya sendiri apakah Ayu ada di sana atau tidak.
Dan hasilnya? Nihil. Ayu tak ada di sana. Ia bahkan sudah agak lama tidak berkabar dengan orang tuanya.
Tentu saja, kedatangan Tarachandra dan berita yang dibawanya membuat kedua orang tua Ayu terkejut. Tarachandra pun juga mengungkapkan jika semua terjadi begitu saja.
Ia benar-benar tak tahu kenapa Ayu tiba-tiba menghilang dengan meninggalkan surat semacam itu. Keadaan terasa baik-baik saja sebelumnya. Tarachandra mencoba berpikir keras untuk mengetahui bagian mana yang salah sehingga keputusan semacam ini yang diambil oleh Ayu.
Tarachandra beruntung mendapatkan mertua yang sayang padanya layaknya anak mereka sendiri. Tak heran jika hubungan mereka cukup dekat.
Kedua orang tua Ayu pun sama sekali tidak menyalahkan Tarachandra atas kejadian ini. Mereka tahu bahwa bukan hanya mereka berdua lah yang syok dan kehilangan.
Mereka tahu betul bahwa Tarachandra benar-benar mencintai Ayu. Masih lekat diingatan mereka bagaimana pelukis itu datang dengan sangat sopan untuk meminang Ayu kurang lebih 13 tahun yang lalu.
Di saat seperti ini, mereka berdua harus saling menguatkan dan memberi dukungan kepada Tarachandra. Tentu, jauh di dalam hati mereka juga ingin Ayu segera ditemukan.
Mereka menawarkan untuk ikut mencari Ayu. Hanya saja, Tarachandra tidak mengijinkannya.
"Tidak usah, Pak. Biar saya saja yang melakukannya. Saya mohon Bapak dan Ibu mendoakan saja dari sini supaya Ayu lekas ketemu," pinta Tarachandra kepada kedua mertuanya.
"Baiklah kalau begitu. Nak Tara jangan lupa untuk selalu kirim kabar," ujar ayah mertuanya.
"Iya, Pak. Saya pasti akan mengabari begitu ada perkembangan. Saya mohon maaf karena tak bisa menginap, Pak. Saya harus segera pergi," kata Tarachandra sembari berpamitan kepada orang tua Ayu.
Sebelum Tarachandra berangkat, ibu mertuanya mengelus punggungnya lalu berkata, "Nak Tara, perasaan seorang ibu itu kuat. Ibu sangat yakin Ayu mencintai Nak Tara dengan sepenuh hati. Percayalah, Nak, Ayu pasti akan kembali."
Air mata Tarachandra seolah diperintah keluar oleh kata-kata tersebut. Ia memeluk erat wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri tersebut, seseorang yang lemah lembut dang cukup mirip dengan Ayu itu. Setelahnya, ia lalu bertolak pergi.
Selepasnya dari kota itu, Tarachandra memilih untuk memfokuskan pencariannya di ibukota dan kota-kota sekitarnya. Ia mendatangi setiap tempat yang mungkin akan di datangi Ayu. Ia juga mengunjungi setiap orang yang kenal dengan Ayu.
Beruntung ada Panca yang menemaninya. Mereka bergantian menyetir mobil berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Jika tidak ada Panca, fisik Tarachandra mungkin sudah tumbang di hari pertama. Apalagi, kepalanya sedang penat akan banyak sekali pikiran.
Sekeras apapun mereka berusaha mencari, kali ini nampaknya dewi keberuntungan tak berpihak pada mereka. Pencariannya tak membuahkan hasil. Tarachandra pun mengajak Panca untuk pulang di hari ketiga, supaya ia bisa menepati janjinya kepada Amber untuk segera pulang.
Ia belum siap untuk bertemu dengan Amber yang pasti sudah sangat menantikannya dan juga Ayu. Karena itu, ia memilih untuk mampir sejenak di rumah Panca. Ia ingin berpikir sejenak di sana tentang apa yang harus ia sampaikan kepada Amber, juga tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
Kedatangan mereka langsung disambut oleh Ria yang langsung paham bahwa Ayu belum ketemu dari raut wajah kedua lelaki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Baiq Rohmi Masban
kok 10 tahun yang lalu thor, amber kan udah 12 tahun.
berarti seharusnya bapaknya amber dateng ke rumah mertuanya paling tidak 13 tahun yang lalu
2020-06-21
0
Nobita_Upil(ig: blackjack_dnb)
Hai, teman-temin pembacaku sekalian. Semoga kalian masih baper baca episode yang ini. Episode selanjutnya akan lebih menguras hati. Hehehe.
Terus dukung aku ya, supaya aku terus mendapatkan ide-ide untuk melanjutkan kisah Amberley. Jangan lupa masukkan novel ini ke daftar favorit kalian, beri rating luar biasa, beri like di setiap episode yang sudah selesai kalian baca, dan berikan komentar yang positif dan membangun.
Sampai jumpa di next episode. Kalian keren 😁👍
2020-05-16
4
Green Nam
Ambeeeer
2020-04-24
0