Kehadiran Amberley membawa warna yang berbeda di tengah di keluarga kecil Tarachandra dan Ayu. Setelah mempertimbangkan banyak hal, Ayu akhirnya setuju untuk tak lagi bekerja dan fokus kepada anak dan suaminya.
Di sisi lain, Tarachandra tetap pada profesinya yang bahkan semakin lama semakin menanjak keberhasilannya. Tak heran jika semakin hari kehidupan keluarganya semakin berkecukupan dan bahkan lebih.
Ia juga akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah rumah yang lebih besar untuk ditinggali bersama anak dan istrinya. "Aku harap kamu bisa merasa lebih nyaman tinggal di sini, Sayang. Semoga rumah ini juga bisa membuat Amber tumbuh dengan lebih baik dan bahagia." Begitu katanya pada Ayu.
Dan memang benar, Amber telihat lebih senang tinggal di rumah barunya. Bagaimana tidak, rumah itu jauh lebih besar dari rumah mereka yang lama. Halaman belakangnya cukup luas sehingga Tarachandra bisa membangun sebuah taman bermain kecil khusus untuk putri kecilnya.
Tarachandra membeli rumah itu dari hasil penjualan sebuah lukisannya. Untungnya lagi, konglomerat yang membeli lukisan tersebut menyukai karakter karya Tarachandra. Tak heran jika di setiap pameran Tarachandra dia pasti membeli lebih dari satu lukisan untuk dijadikan koleksi pribadinya.
Hal itu tak hanya memberikan dampak yang cukup signifikan dari segi materiil. Ini juga membawa nama Tarachandra naik dan lebih dikenal di berbagai kalangan terutama para kolektor seni.
Ia bahkan beberapa kali mendapatkan tawaran untuk proyek pameran kolaborasi dengan pelukis lain. Untuk hal semacam ini, Tarachandra tak pernah hanya memilih pelukis yang terkenal saja untuk berkolaborasi dengannya. Siapa pun itu, asalkan dia mempunyai visi dan misi yang serupa tentunya tak akan ditolak, kecuali memang Tarachandra sedang sangat sibuk.
Soal kesibukan, Tarachandra memang seolah selalu sibuk dengan dunia lukisannya. Dalam hatinya, dia merasa harus selalu berusaha keras untuk keluarga kecilnya.
Urusan rumah dan Amber semua ditangani oleh Ayu dibantu oleh beberapa asisten.
"Nggak usah pakai asisten segala lah, mas. Aku masih bisa urus rumah dan Amber," bantah Ayu yang tak setuju dengan ide Tarachandra.
"Sayang, kalau kamu kecape'an kamu nggak akan bisa mengurus Amber dengan baik lho," jawab Tarachandra yang tetep teguh pada pendiriannya untuk memberikan asisten kepada Ayu.
Sebenarnya, ia tahu bahwa Ayu bukanlah wanita yang malas sehingga ia pasti mampu mengurus Amber dan rumah sekaligus. Hanya saja, sebenarnya Tarachandra merasa sedikit bersalah.
Karena kesibukannya, ia jarang berada di rumah bersama anak dan istrinya. Apalagi, setelah mereka pindah rumah Tarachandra tak serta-merta memindahkan studio lukisnya ke sana. Ia lebih suka melukis di rumah lamanya. Katanya, lebih mudah untuk mendapatkan inspirasi di sana. Selain itu, lebih nyaman melakukan diskusi dengan rekan sesama pelukis atau pelaku seni yang lain di sana.
Ayu adalah istri yang baik. Ia mengerti dan memahami semua hal tersebut sehingga tak pernah sekali pun ia protes kepada Tarachandra. Ia tahu bahwa semua yang dilakukan Tarachandra adalah untuk dirinya dan Amber.
Karena itu jugalah, Ayu selalu mencoba untuk menjalankan perannya sebagai istri sekaligus ibu dengan baik. Buktinya bisa dilihat dengan jelas dalam diri Amber.
Ia tumbuh menjadi anak yang periang. Ia juga pintar dalam hal akademis. Dan, yang paling mencolok adalah kemampuan menggambarnya.
Sepertinya, Amber memang mewarisi bakat sang ayah. Mungkin juga, bakat tersebut tumbuh perlahan-lahan karena ia sering melihat ayahnya melukis sejak ia masih kecil.
★★★
Semua tentang keluarga kecil Tarachandra tampak sempurna tanpa ada kekurangan suatu apapun. Hingga pada suatu hari, suatu hal besar terjadi.
Kala itu, Amber yang masih duduk di kelas 6 sekolah dasar baru saja pulang sekolah dengan dijemput oleh Pak No, supir pribadi yang sudah dipekerjakan secara khusus oleh Tarachandra untuk Ayu dan Amber. Biasanya, kepulangannya selalu disambut oleh Ayu di muka pintu. Kali ini Ayu tak ada di sana.
Amber pun langsung masuk ke dalam rumah dan bertanya kepada Bik Nem, istri Pak No yang juga ikut bekerja di sana, "Bunda ke mana, Bik?"
"Saya kurang tau, Non. Tadi Nyonya hanya bilang mau pergi sebentar," jawab Bik Nem yang waktu itu sedang menyiapkan makan siang untuk Amber.
Amber lalu masuk ke kamarnya untuk mengganti baju seragamnya dengan pakaian rumah. Tak lupa ia juga mencuci tangan, kaki, dan mukanya di kamar mandi yang menjadi satu bagian dengan kamar tidurnya.
Setelahnya, ia lalu pergi ke meja makan untuk menyantap makan siang seperti biasa. Belum selesai ia makan, ia menyadari bahwa ada secarik kertas yang terselip di bawah gelas yang memang biasa digunakan Amber.
"Kertas apa ini, Bik?" Tanya Amber kepada Bik Nem yang saat itu masih berkutat di dapur, tak jauh dari situ.
"Bibi kurang tau, Non. Kertasnya sudah ada di situ dari tadi. Bibi nggak berani buka," jawabnya sambil mendekat ke arah Amber.
Amber lalu menghentikan makannya, meminum seteguk air putih, lalu membuka kertas itu.
Wajahnya langsung berubah pucat dan terlihat bingung saat melihat isinya. Itu adalah tulisan Ayu yang berbunyi:
Ayah, Amber, maafkan bunda. Bunda pergi.
Mas Tara, tolong jaga Amber baik-baik. Sampai bertemu lagi.
Amber memanglah masih anak-anak dan usianya baru duabelas tahun. Tapi ia mengerti bahwa itu bukanlah surat yang biasa. Bundanya tidak pernah sekali pun menulis surat semacam itu.
"Tadi Bunda bilang nggak, Bik perginya ke mana?" tanya Amber sambil mengulurkan kertas itu kepada Bik Nem.
"Nggak, Non. Tapi tadi bibi sempet bingung juga kenapa Nyonya bawa tas agak besar," Bik Nem menjawab sambil mengelus dadanya seolah ada firasat buruk yang ia juga rasakan.
Jawaban itu sontak membuat perasaan Amber menjadi lebih tidak enak lagi. Hal yang langsung ia lakukan adalah menelepon bundanya. Sayangnya, panggilannya itu tidak bisa tersambung. Ia juga mencoba menghubungi ayahnya, tapi juga tak mendapatkan jawaban.
"Tadi Ayah ke studio kan, Bik?" Amber beranjak dari meja meninggalkan makanan yang belum dihabiskannya.
"Iya, Non. Tadi pagi Tuan pamitnya begitu," jawab Bik Nem singkat.
"Panggil Pak No. Suruh siapkan mobil untuk antar aku ke studio Ayah, Bik." Amber buru-buru mengambil tasnya. Tak lupa ia membawa surat yang Ayu tulis tadi.
Sepanjang perjalanan menuju ke studio ayahnya, hati Amber sama sekali tidak tenang. Ia terus mencoba menelepon ayah dan bundanya tapi tak seorang pun yang merespon.
Ia cuma bisa berharap mobil yang dikendarai Pak No bisa lekas menerobos kemacetan siang itu. Tak ada hal lain yang ia bisa pikirkan. Ia hanya ingin cepat bertemu dengan ayahnya.
Ia tak bisa sepenuhnya mengerti. Yang ia takutkan, mungkin ia tak akan pernah bertemu lagi dengan ibunya, orang yang paling ia cintai, tanpa mengetahui apa alasannya.
Tanpa ia sadari, air mata mulai mengalir di kedua pipinya. Semakin lama semakin deras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Khaireen miracle
appn alsnnya,meninggalkan anak itu sungguh tdk baik
2020-07-03
0
Nobita_Upil(ig: blackjack_dnb)
Semoga episode ini bisa bikin kalian sedikit baper, teman-temin. Hihihi.
Jangan lupa dukung aku selalu ya. Masukkan AMBERLEY ke daftar novel favorit kalian, berikan rating luar biasa, berikan like di setiap episode yang sudah selesai kalian baca, dan berikan juga komentar yang positif dan membangun.
Terima kasih banyak. Sampai jumpa di episode selanjutnya. Kalian keren 😁👍
2020-05-16
4
Robot Timus
sampi disini
2020-05-01
1