Rantau
Diberitahukan,
Novel ini bukan menceritakan tentang sejarah, tapi saya menggabungkan beberapa kejadian di masa lampau. Semua tokoh atau nama-nama didalam cerita hanya fiksi belaka. Saya sengaja tidak mencatut nama-nama asli dari kerajaan Pagaruyung, supaya tidak menyinggung berbagai pihak dan jika ada nama yang mirip harap dimaklumi karena ini hanya cerita imajinasi dari saya saja.
Khusus Remaja (R 15+), happy reading😀🎉
Seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun sedang mengais-ngais tong sampah di pasar kota Sipirok demi mengganjal perutnya yang lapar, ia adalah yatim-piatu, Bonar Siregar.
Orangtuanya telah meninggal setahun yang lalu dibunuh oleh perampok. Bonar Siregar di asuh oleh tulangnya, karena tak ada sanak saudara dari pihak ayahnya yang mau merawatnya. Namun Bonar Siregar jarang berada di rumah tulangnya, karena kondisi ekonomi mereka yang berkekurangan. Dia lebih suka berkeliaran di pasar, sehingga ia hidup dari belas kasih orang lain dan memungut sisa makanan.
"Hei kau tahu tidak, Parlindungan Purba merantau ke Pagaruyung dan kini ia mengirim emas yang banyak untuk umaknya." Seorang pemuda berbincang-bincang di sebuah kedai kopi pinggir pasar itu.
"Iya, aku juga ingin merantau kesana, namun jauh kali," sahut temannya.
"Dari pada disini sudah lima tahun ini gagal panen terus, belum lagi tahun ini kemarau panjang, ah ... tak ada harapan lagi negeri ini," seru temannya itu.
"Apa di Pagaruyung adalah tempat yang makmur?" sahut Bonar Siregar, ia mulai berpikir untuk merantau kesana, daripada disini cuma bisa mengais-ngais tong sampah saja untuk makan.
"Iya, kau mau kesana hah?" tanya pemuda itu.
"Iya, aku akan kesana," jawab Bonar Siregar membulatkan tekadnya untuk menuju negeri Pagaruyung. Mencari secercah harapan disana. "Masa depan yang cerah ... aku datang ...." Teriak Bonar Siregar, membuat orang-orang dikedai menertawakannya.
"Hati-hati dijalan nak, jangan sampai kau menjadi makanan harimau hahaha." Seorang pemuda yang sedang mengopi dikedai menertawakan Bonar Siregar.
"Yah, tak ada lagi dong yang mengais-ngais tong sampah hahaha." Mereka kembali menertawai anak yatim-piatu itu. Mereka yakin Bonar Siregar hanya bercanda dan tak mungkin ia pergi ke negeri yang jauh seorang diri. Namun tebakan mereka salah, ia tetap melangkah kedepan tanpa menoleh ke belakang lagi.
"Hei apa dia serius?" tanya pemilik kedai pada seorang pemuda yang sedang mengopi.
"Mungkin," jawabnya.
"Pagaruyung itu jauh loh ... dia, kan anak kakakmu, mengapa kau biarkan dia pergi?" tanya pemilik kedai itu, ia khawatir Bonar Siregar tak akan sampai ke kerajaan Pagaruyung. Medan kesana itu sudah jauh, hutan lebat, pegunungan yang curam dan hewan buas juga mengintainya.
"Sudahlah Uwak, makan saja kami susah, apalagi mau memikirkannya lagi." Dia kemudian menyeduh kopinya. "Mudah-mudahan saja dia sampai kesana dan berhasil, tak perlupun dia mengingat kami. Dirinya sendiri saja dipikirkannya sudah cukup," jawab pemuda itu yang juga ternyata *t*ulang Bonar Siregar, adik laki-laki ibunya.
Bonar Siregar terus melangkah melewati berbagai kampung, kadang ia berhenti di suatu kampung mencari pekerjaan sampingan dengan bayaran sesuap nasi. Seperti disuruh membersihkan parit, mencuci piring atau mengangkat gabah kering dari sawah.
Bonar Siregar tak pernah mengeluh dengan nasib yang dialaminya, ia sangat bersyukur. Bonar Siregar terus berimajinasi tentang negeri Pagaruyung itu yang penuh dengan emas dan akan membuatnya kaya, sehingga rintangan apapun akan dihadapinya untuk sampai kesana.
Lima tahun berlalu, Bonar Siregar kini berada di kota Padang Sidempuan, ia mempersiapkan diri disana dengan belajar bahasa Minang dari pedagang Minang yang sering berniaga di pasar pusat kota. Karena Bonar Siregar menjadi kuli panggul di pasar itu, kini ia sudah Fasih berbahasa Minang dan memutuskan ikut bersama rombongan pedagang yang menuju negeri Pagaruyung.
"Uda ... apa negeri kalian itu penuh dengan emas?" tanya Bonar Siregar pada Malin, pedagang yang keretanya ditumpangi Bonar Siregar menuju kerajaan Pagaruyung.
"Hahaha dari mana kau mendengar kabar itu," jawab Malin sambil menepuk pundaknya dan Bonar Siregar hanya tersenyum tipis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nak, asal kau tahu saja ya, itu hanya ungkapan saja. Tanah di sana itu subur, hingga panen beras itu melimpah, makanya kami berniaga keluar negeri, karena stok disana sudah melimpah," seru Malin lagi.
"Yah ... jadi tak sesuai harapan ku dong." Bonar Siregar menatap langit merah, karena hari sudah sore. "Tak apa, aku tetap kesana ... semoga secercah harapan ada di negeri Pagaruyung itu. Pagaruyung ... aku datang ...." Bonar Siregar berteriak dan pedagang itu tertawa terbahak-bahak melihatnya. Dia kagum dengan keteguhan hati Bonar Siregar dalam menjalani kehidupan ini.
Butuh waktu seminggu Perjalanan dengan kereta kuda dari kota Padang Sidempuan menuju pusat kerajaan Pagaruyung. Sekarang sudah tiga hari mereka melakukan perjalanan dan kini mereka melewati Bukit Dua Belas, perbatasan wilayah Pagaruyung dengan Mandailing yang terkenal dengan jurang yang curam dan jalan yang licin. Belum lagi binatang buasnya yang ganas.
"Nak Bonar kau pegang ini." Malin menyerahkan Kerambit miliknya. "Sepertinya ini jejak kaki harimau, kita harus waspada!" seru Malin, ia juga memegang Ruduih (mirip Golok) miliknya.
*gambar kerambit*
"Untuk apa ini Uda ...." Bonar Siregar bingung, kenapa Malin kelihatan panik. Bahkan memberikannya senjata yang menyerupai pisau, namun dengan bentuk melengkung.
"Untuk jaga-jaga jika kita diserang, kau tahu harimau itu pantang melepas mangsanya, jika kita bertemu dengannya pilihan cuma satu. Dia yang mati atau kita!" Malin tetap memegang Ruduih ditangan kanannya, namun tiba-tiba dari atas bukit terdengar suara auman Harimau.
"Apa ... dia didekat kita!" Mereka panik. "Hiyyaaaa ...." Malin memacu kereta kudanya. Sementara Bonar terus memandangi arah atas Bukit, antisipasi pergerakan harimau tersebut jika tiba-tiba menerkam. Ternyata benar, harimau itu menerkam kearah kusir kereta, tempat Malin. Pedagang sekaligus pemilik kereta kuda itu.
"Uda ... awasssss!" Bonar Siregar berteriak memperingati Malin, karena harimau itu meloncat ke arahnya.
💮 Bagaimana kelanjutan ceritanya? 💮
Bersambung...
📗Catatan: * Umak \= ibu
* Tulang \= Paman(bahas Batak)
* Uda \= Abang (bahasa Minang)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
abdan syakura
Aissshhh
Si Malin (Kundang) bangkit lg..
jd sobatny si Bonar nih ..🤣
Semangat Bang!!!
2023-05-02
0
Nur Tini
Coba baca cerita lama ini... Gak begitu lama sih.... Mana tau bagus
2022-08-21
0
Mr. Dirg Ant
Aku msh awal baca!
2022-07-27
0