Bonar Siregar akhirnya membunuh harimau itu, namun punggungnya juga dipenuhi cakaran harimau. Darah segar mengalir dari punggungnya, ia mencoba menuju jalan sambil merangkak. Kesadarannya mulai menghilang akibat pendarahan yang dideritanya itu.
"Aku tak ingin mati ... aku tak ingin mati ...." Bonar terus mengulang kata-kata itu sambil merangkak kembali ke jalan, namun dia tak sanggup lagi melanjutkannya dan pingsang tak sadarkan diri.
Beberapa hari kemudian, Bonar membuka matanya dan melihat wanita cantik senyum-senyum padanya. "Apa aku telah di surga?" Bonar Siregar menampar pipinya. "Akh ... sakit ternyata," seru Bonar Siregar sambil menengok gadis tersebut yang tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lakunya.
"Kau aman Uda, ayahku menolongmu. Untung saja beliau pulang cepat pulang dari Kota Nopan dan melihat bekas pertarungan kalian. Ayah menemukanmu pingsan di lereng bukit dan membawamu kemari," seru gadis tersebut.
"Begitu ya, bagaimana dengan Uda Malin?" tanya Bonar Siregar, ia khawatir dengan nasib pedagang yang sangat baik padanya itu. Bahkan rela mengorbankan dirinya sendiri pada orang yang baru dikenalnya sebulan ini.
"Dia ...." Gadis tersebut menundukkan kepalanya dengan ekspresi wajah sedih.
"Jadi begitu ya ... ah, Uda ... semoga kau bahagia diatas sana." Air mata Bonar Siregar bercucuran membasahi pipinya.
"Apa kau tak apa?" Gadis itu memegang pundak Bonar Siregar.
"Ah ya, aku tak apa hahaha." Bonar Siregar mencoba tertawa, walaupun dipaksakan. "Oh, ya ... aku Bonar Siregar," serunya lagi memperkenalkan diri, walaupun air matanya terus mengalir.
"Aku Zulaikha Uda," jawabnya.
"Nama yang bagus, Zulaikha anggota pencak silat ya?" tanya Bonar memperhatikan baju yang dikenakan olehnya.
"Iya, aku murid Perguruan Silat Harimau Rao yang dipimpin ayah," jawab Zulaikha lagi. "Aku pamit dulu berlatih ya, nanti aku terlambat. Istirahat saja dulu, anggap saja rumah sendiri." Zulaikha pergi meninggalkan Bonar Siregar seorang diri di kamar itu.
"Ya, hati-hati," sahut Bonar Siregar. Tujuannya merantau ke negeri Pagaruyung telah tercapai, walaupun bukan di ibukota kerajaannya. Namun kini ia bingung mau ngapain lagi. "Apa aku melamar kerja disini saja ya, mungkin saja disini butuh pelayan buat bersih-bersih," guman Bonar Siregar melangkah keluar dari kamar dengan punggung masih diperban, akibat cakaran harimau kemarin.
Rasa nyeri masih terasa dipunggungnya, namun ia tetap memaksakan diri keluar dari kamar dan melihat ada banyak murid Perguruan Silat Harimau Rao sedang berlatih.
"Apa kau sudah merasa baikan Nak Bonar?" sapa Basridal Chaniago atau sering dipanggil Pak Idal, ia adalah ayahnya Zulaikha.
"Iya sudah mendingan Pak Idal," jawab Regar. Ia tadi sekilas mendengar para murid perguruan memanggilnya Pak Idal.
"Oo, istrilah dulu, jangan dipaksakan bergerak. Pedagang yang bersamamu itu telah kami makamkan di pemakaman umum di ujung kampung. Bila kau ingin menengoknya, ajak saja Zulaikha bersamamu. Bapak pergi dulu ya, masih melatih anak-anak dulu. Anggap saja rumah sendiri." Pak Idalpun pergi meninggalkan Bonar Siregar.
"Aku pergi sendiri sajalah, tak enak merepotkan mereka terus," guman Bonar Siregar melangkahkan kakinya keluar perguruan silat harimau Rao. Walaupun rasa sakit akibat cakaran harimau masih terasa dipunggungnya. Bonar Siregar tetap bertekad untuk mengunjungi makam Malin, pedagang yang telah membawanya ke negeri Pagaruyung. Negeri harapan yang diimpikannya selama ini.
Setelah keluar dari Perguruan Silat Harimau Rao, Bonar Siregar bingung arah kemana pemakaman itu. Lantas ia pergi menuju kedai penjual Lotek yang berada di samping perguruan.
"Uni, dimanakah tempat pemakaman kampung ini ya? tanya Bonar Siregar pada pemilik kedai lotek itu.
"Pemakaman ya, itu disebelah sana!" Pemilik kedai lotek menunjukkan arahnya pada Bonar Siregar.
"Terimakasih Uni," seru Bonar Siregar. Lantas iapun pergi kesana. Setelah melewati beberapa rumah, iapun sampai juga di area pemakaman dan mencari makam yang masih baru. Bonar Siregar kemudian berdoa didepan makam itu. Dia sangat berterimakasih pada Malin yang rela mengorbankan dirinya, demi keselamatan orang lain yang baru dikenalnya sebulan saja.
Sementara itu Zulaikha yang sedang istirahat setelah selesai berlatih pergi menengok Bonar Siregar. Dia berpikir mungkin Bonar Siregar sudah kelaparan, karena telah pingsan selama dua hari dan tadi pagi ia juga lupa mengasih makanan padanya.
"Eh, kemana perginya Uda Bonar?" guman Zulaikha yang melihat kondisi kamar Bonar Siregar kosong melompong. "Jangan-jangan dia kelaparan dan pergi ke dapur mencari makanan," gumannya lagi sambil meninggalkan kamar itu dan bergegas menuju dapur.
Sementara itu Bonar Siregar bingung mau kemana lagi, ia sangat bimbang dan cemas. Karena ia sudah di Pagaruyung, namun tak tahu harus mengerjakan apa. Tak mungkin juga ia terus menumpang di rumah Zulaikha. Mau merawatnya saja itu sudah syukur sekali. Bonar Siregar terus melamun memikirkan langkah kedepannya dan tak terasa sudah berada di depan Perguruan Silat Harimau Rao.
"Uda Bonar ... kemana saja kau, aku sudah mencari-cari mu." Zulaikha berlari kecil menghampiri Bonar Siregar. "Aku sudah keliling perguruan, namun kau tak ada!" seru Zulaikha dengan wajah khawatir.
"Maaf-maaf ya, tadi aku ziarah ke makam Uda Malin. Aku segan pamit padamu, soalnya kamu sedang berlatih, hahaha." Bonar Siregar tertawa canggung sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya sudah, nanti kalau mau pergi. Kasih tahu dulu, jangan sampai membuatku khawatir saja," seru Zulaikha sambil mengajaknya masuk kembali.
"Iya, maaf ya. Lain kali aku akan kasih tahu dulu," jawab Bonar Siregar mengikuti Zulaikha dari belakang.
"Kau pasti lapar kan?" seru Zulaikha lagi sambil melirik kearah Bonar Siregar dan ia mengangguk setuju. " Tebakanku benar, nanti kalau lapar ambil saja ke dapur. Tak usah malu-malu, daripada kelaparan hehehe." Zulaikha tertawa manis membuat detak jantung Bonar Siregar berdetak kencang.
"Eh, kenapa aku ini ya. Perasaan ini?" guman Bonar Siregar memegang dadanya. "Ini ...." Air mata Bonar Siregar mengalir, ia mengingat masa kecilnya bersama kedua orangtuanya, dimanja dan diperhatikan dengan baik. Perasaan itulah yang ia rasakan dari Zulaikha, sesuatu yang telah lama hilang. Namun ia segera mengusap air matanya, takut Zulaikha khawatir nanti.
"Zulaikha ... kau mau kemana?" Alfian murid paling berbakat di Perguruan Silat Harimau Rao menghampiri mereka Ketika sedang menuju dapur.
"Eh ... Uda Alfian, kami mau ke dapur, Uda Bonar belum makan," sahut Zulaikha berhenti melangkah karena dipanggil Alfian.
"Sudah biarkan saja dia sendiri, waktu istirahat sudah selesai. Kita akan mulai berlatih lagi," seru Alfian.
"Sudah, kau berlatih saja kembali. Aku bisa sendiri kok," seru Bonar Siregar pada Zulaikha yang terlihat enggan kembali berlatih.
"Apa tak apa?" seru Zulaikha meyakinkan Bonar Siregar.
"Dia bukan anak kecil kok, ngapain ditemani." Alfian memotong pembicaraan mereka. Bonar Siregar hanya tersenyum canggung, sedangkan Zulaikha memelototi Alfian karena merasa tidak senang dengan perilakunya.
🌀 Bersambung ...
📒 Catatan
Uda adalah Abang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Protocetus
plot armor 👍
2021-06-12
0
Dhina ♑
😭😭😭 tuh kan, kenapa uda Malin meninggal?? Kan jadi sedih
Bonar, kasihan kamu, selalu terkenang Orang Tua mu
Alfian tuh cemburu.
2021-06-01
0
B. JL ❣️🗝️
lanjut lagi
2021-05-24
0