Ketika hari menjelang sore, Bonar Siregar dan Zulaikha sampai juga di Sipirok. Bonar Siregar mengarahkan kudanya menuju Huta Lombang. Di ujung kampung itu terdapat sebuah rumah panggung yang agak rewot dan beratapkan rumbia.
"Teringat masa lalu melihat rumah ini," ucap Bonar Siregar berhenti di depan rumah itu.
Seorang gadis kecil yang duduk di tangga rumah sambil menghisap jempolnya, memandangi mereka dengan wajah ketakutan. Gadis kecil itu bimbang, mau masuk ke rumah pintunya dikunci. Karena orangtuanya sedang berada di sawah, mau maju ia takut dengan kedua orang aneh didepannya itu. Terpaksalah ia pasrah saja tetap duduk di posisinya itu.
"Hai Boru tulang ..." Sapa Bonar Siregar padanya.
Wajahnya mulai memerah, menatap tajam ke arah Bonar Siregar tanpa berkedip. Kemudian ia menatap Zulaikha juga dan kembali menatap Bonar Siregar tetap dengan jempol di mulutnya. "Uma ... huhuuuuu!" Isak tangisnya pecah setelah tak sanggup lagi menahannya.
"Hahaha aku ini abangmu lho!" seru Bonar Siregar menggendongnya. Namun ia meronta-ronta dan tangisannya makin menjadi-jadi.
"Sini Uni gendong!" seru Zulaikha lembut. Anak gadis berusia lima tahun itu langsung menurut, walaupun ia tak mengerti apa yang di ucapkan oleh Zulaikha yang berbahasa Minang padanya. "Cup ... cup ... dia jahat, ya!" seru Zulaikha sambil mengusap air matanya.
"Astaga aku pula yang jadi penjahatnya," sahutnya. Ia kemudian memperhatikan mereka, "Kau cocok sekali menggendong anak kecil. Jadi tak sabar punya momongan," godanya lagi pada Zulaikha.
"Apalah Uda nih, sekarang bagaimana? Tak ada orang disini!" seru Zulaikha.
"Kita tunggu saja, sebentar lagi pasti pulang," jawab Bonar Siregar sambil pergi ke belakang rumah memberi makan kudanya. Sedangkan Zulaikha duduk di tangga rumah.
Para pemuda Huta Lombang mulai bolak-balik didepan rumah tulang si Bonar Siregar ini, mereka melirik kearah Zulaikha, namun tak berani menyapanya karena mereka tahu ia bersama seorang pemuda gagah juga. Bahkan para bapak-bapak tak mau ketinggalan, mereka juga ikut mondar-mandir.
Zulaikha yang memperhatikan mereka mulai curiga, karena ia sudah hapal dengan wajah mereka. Karena saking seringnya bolak-balik didepannya. "Kenapa kalian, hah!" seru Zulaikha dengan nada kesal. Namun mereka tak mengerti apa yang diucapkannya.
"Apa katanya?" tanya salah satu pemuda pada bapak-bapak disampingnya.
"Dia bilang dimana si Parlindungan Hasibuan!" jawab bapak-bapak itu.
"Ah, membualnya kau ini! Mana ada kudengar dia ngomong Parlindungan Hasibuan!" seru pemuda itu tak percaya dengannya. "Kayaknya dia terusik dengan keberadaan kita!" seru pemuda itu lagi pergi meninggalkan rumah tulang si Bonar Siregar itu.
Tak berselang lama, Parlindungan Hasibuan bersama bininya dan seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun pulang dari sawah, ia heran kok banyak sekali orang lalu lalang didepan rumahnya.
"Ngapain kalian menengok-nengok kearah rumahku?" tanya Parlindungan Hasibuan pada seorang pemuda yang bersembunyi dibalik pohon kelapa.
"Ah, kau bikin kaget saja Tulang!" Pemuda itu melompat kesamping karena kaget. "Ada wanita cantik depan rumahmu menggendong si Risma, jangan-jangan kau menikah lagi ya?" ucap pemuda itu lagi.
"Apa ... kau menikah lagi bang!" seru Halimah Nasution, istri dari Tulang si Bonar Siregar itu marah.
"Mana mungkin mau wanita cantik seperti itu padaku! Aku ini tahu diri orangnya," sahut Parlindungan Hasibuan. Ia kemudian menghampiri Zulaikha yang sedang menggendong Risma, putri bungsunya.
"Ayah ...." Risma berlari memeluk Parlindungan Hasibuan.
"Anda siapa ya?" tanyanya pada Zulaikha dengan bahasa Tapanuli.
"Tak ngerti ..." jawabnya cengengesan dengan bahasa Minang.
"Siapa kau, hah! Kau ini pelakor ya? Jangan mentang-mentang kau cantik seenaknya saja berbuat!" Halimah Nasution memarahinya.
"Aduh tak ngerti," jawab Zulaikha bingung.
"Dia itu bukan Halak hita! Sepertinya dia kesasar kemari!" seru Parlindungan Hasibuan lagi.
Zulaikha beranjak dari tempatnya duduknya dan meninggalkan mereka berdua yang bingung. Ia menuju halaman belakang rumah mencari Bonar Siregar, suaminya.
"Ada apa sayang?" tanya Bonar Siregar sambil memotong rumput untuk kudanya.
"Sepertinya Tulangmu sudah pulang! Namun Nantulangmu malah memaki-makiku," jawab Zulaikha dengan wajah sedih.
"Tak apa! Mereka pasti salah paham itu!" seru Bonar Siregar.
Mereka berdua kemudian kembali kehalaman depan, namun Tulang dan Nantulangnya telah masuk kedalam rumah.
"Tulang ...." Bonar Siregar mengetuk pintu rumah.
"Tunggu ..." jawabnya sambil membuka pintu. "Kau ..." Parlindungan Hasibuan masih mengenali wajahnya.
"Hahaha iya, aku Bonar Siregar Tulang!" serunya sambil tersenyum pada tulangnya itu.
"Kukira kau sudah lupa jalan pulang!" jawabnya kecus.
"Hahaha mana mungkin aku lupa Tulang ..." jawabnya cengengesan.
"Ayok masuk! Ngapain kalian berdiri diluar situ. Bikin tetangga bolak-balik saja melihat wanitamu itu!" serunya kembali dengan nada kecus.
"Terimakasih Tulang," jawab Bonar Siregar memasuki rumah panggung itu, Zulaikha mengikutinya dari belakang sambil memegang ujung bajunya, ia takut dimarahin oleh Nantulang suaminya itu.
********************************************
Catatan: Uda adalah Abang (bahasa Minang)
Uni adalah Kakak ( bahasa Minang)
Huta adalah Kampung
Tulang adalah Abang atau Adik laki-laki dari ibu.
Boru Tulang adalah anak perempuan tulang
Nantulang adalah Istri tulang
Halak Hita adalah orang kita (menunjukkan identitas suku)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Sri Juliani
ee..senjumnya sendiri bacanya...
2023-01-21
0
Sis Fauzi
❤️❤️❤️❤️❤️
2021-06-17
1
Hiatus
Semangat
2021-05-25
0