Selamat membacaa
semoga kalian suka
*******
Surat pengunduran diri Zahra telah diproses, dan mulai hari ini Zahra resmi menjadi pengangguran. Ia berdiam diri di kamarnya sepanjang hari ini.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dari luar. Ia melihat sang adik yang masih berseragam masuk ke dalam kamarnya dengan cemberut.
"Kenapa?" tanya Zahra memiringkan badannya menghadap sang adik yang duduk ditepi ranjangnya.
"Mas Rio nyebelin tau gak, tadi katanya mau jemput aku pulang. Aku nunggu lama banget taunya malah disuruh pulang sendiri," adunya.
"Kenapa gitu?" tanya Zahra penasaran. Tumben sekali sepupunya seperti itu.
"Soalnya Mbak Kia minta jemput juga, dan arahnya berlawanan jadi aku disuruh pulang sendiri."
"Hahaha, kasian," Zahra menertawakan adiknya.
"Untung tadi ada Kak Ega, jadi aku dianterin pulang," lanjut Efelin mengabaikan sang kakak yang menertawakannya.
"Ega? Dia anterin kamu? Kok bisa?" Zahra yang terkejut langsung duduk menunggu jawaban sang adik.
"Ya bisalah. Kan aku telpon Kak Ega buat jemput aku," jawab Efelin cengengesan.
"Itu sekarang orangnya lagi di bawah, nungguin Mbak kalo Mbak mau ketemu sama dia," lanjutnya.
"Dia belum balik?" tanya Zahra memastikan dan dijawab gelengan kepala oleh gadis kecil di depannya itu.
"Mbak mau nemuin nggak? Kalo nggak mau gapapa tadi kata Kak Ega. Tapi dia nungguin, berarti kan dia berharap mbak mau ketemu dong ya," cerocos Efelin.
"Ih, kamu tuh ya!" Zahra gemas pada tingkah adiknya itu ingin sekali menerkam sang adik.
Efelin buru-buru menghindar saat sang kakak hendak memukulnya. Ia berlari keluar kamar dan mengejek sang kakak yang tidak mengejarnya.
Entah apa yang dilakukan Ega pada adiknya itu. Sepertinya baru kemarin gadis kecil itu menolak adanya Ega yang kembali mendekatinya.
Mau tidak mau akhirnya Zahra keluar menemui Ega. Setidaknya ia harus berterima kasih dan meminta maaf karena ulah adiknya. Ia menuruni tangga dan segera menuju ruang tamu. Di sana Ega sedang duduk sendirian memainkan ponselnya.
"Ehm, makasih udah antar Efel. Maaf jadi ngerpotin kamu," ucap Zahra begitu ia duduk di hadapan Ega terpisah oleh sekat meja.
"Sama-sama. Ngga ngerpotin juga kok, lagian udah hampir jam pulang kantor, jadi sekalian," balas Ega.
Zahra menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 15.50 WIB. Ia mengangguk menanggapi ucapan Ega.
"Om sama tante ke mana, Ra? Kok gak kelihatan?" tanya Ega memulai pembicaraan lagi. Ia ingin berlama-lama bersama Zahra.
"Ayah udah balik lagi ke Surabaya kemarin malem, bunda nemenin ayah sampai seminggu kedepan," jawabnya.
"Kalian hanya berdua saja?" tanya Ega memastikan.
"Rio nginep di sini selama bunda belum pulang."
"Jam berapa nanti Rio ke sininya?"
"Nggak tau," jawab Zahra mengedikkan bahunya.
"Em, Ra. Kalo aku nemenin kamu sama Efel sampe Rio ke sini gimana?" tanya Ega hati-hati.
Zahra diam mencerna ucapan Ega. Dari arah ruang tengah muncul Efelin yang masih memakai seragam sekolahnya. Langsung saja ia duduk samping sang kakak.
"Kok pada diem sih?" tanya gadis itu penasaran.
"Ini aku tanya sama kakak kamu, gimana kalo aku nemenin kalian sampai Rio datang. Gimana?" Ega mengulangi pertanyaannya.
"Terserah Mbak aja mah itu, kalo Mbak gak keberatan ada Kak Ega di sini ya gak masalah," jawab Efelin degan memandang kakaknya meminta jawabannya.
Zahra masih mempertimbangkannya. Kalau Ega berada di rumahnya itu artinya dia akan lama bersama Ega. Apakah nanti ia akan baik-baik saja?
Tapi ia tak akan tau jika tidak mencobanya. Ya, Ia akan mencobanya. Ia harus bisa membiasakan dirinya bersama Ega sehingga ia bisa bersikap sewajarnya kepada lelaki itu.
Akhirnya setelah beberapa menit terdiam ia menanggukkan kepala sebagai persetujuan. Ega merasa sangat senang dan lega. Ia memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengan Zahra.
Zahra masuk ke dapur untuk mengambilkan minuman dan cemilan untuk Ega dan juga untuk dirinya serta Efelin.
Ega sesekali melontarkan pertanyaan. Namun gadis yang duduk di depannya hanya menjawab seperlunya. Setelah itu kembali diam lagi tanpa menanyakan sesuatu pada Ega. Sedangkan Efelin ia asik bermain ponsel di samping sang kakak.
"Mbak, aku mau mandi dulu," pamit sang adik lalu masuk meninggalkan sang kakak dan Ega berdua.
"Kamu ngga mandi juga, Ra?" tanya Ega.
"Nanti kalo aku masuk juga, kamu sendirian di sini," jawab Zahra.
"Atau kamu mau mandi juga? Kamu tadi ke sini dari kantor kan?" tanya Zahra yang menbuat Ega berbinar, karena Zahra masih memperhatikannya.
"Kalo boleh sih dan ga ngerpotin," kata Ega agak sungkan.
Jika dulu ia menganggap rumah ini adalah rumah keduanya, sekarang sungguh sangat berbeda suasananya.
"Nggak papa kok, pasti kamu gerah juga. Kayaknya di kamar tamu ada bajunya Rio yang di tinggal di sini, kamu bisa pake kalau mau," tawar Zahra.
"Nggak perlu, Ra. Kalau gitu boleh aku ke kamar mandi sekarang?" tanya Ega.
"Masuk aja gapapa. Kamar mandinya tetep kok nggak pindah tempatnya."
Ega masuk ke ruang tengah untuk menuju dapur untuk sampai di kamar mandi. Ia masih mengingat betul rumah ini. Tempat ia dulu menghabiskan waktunya sepulang sekolah dengan Zahra. Hanya untuk menemani gsdis itu menonton film atau belajar kelompok.
Ega masih mengamati ruang tengah itu. Hingga Zahra menepuk lengannya membuyarkan semua kenangan itu.
"Ini handuknya, bisa kamu pakai," kata Zahra mengulurkan sebuah handuk untuk Ega.
"Makasih ya."
Ega memasuki dapur dan menuju pintu yang berada di pojok ruangan itu. Ia segera melakukan ritual mandinya. Hingga dua puluh menit kemudian ia menyelesaikan ritual mandinya.
Ia keluar dengan mengenakan pakaian kantornya yang tadi. Kedua lengan bajunya ia pingkis hingga ke siku, serta dasinya telah ia lepaskan. Dengan masih menggosok rambutnya yang masih setengah kering ia keluar menghampiri Zahra di depan.
"Oh em ji! Kak Ega kayak artis-artis Korea yang tampan-tampan itu. Meleleh aku Bang liat ketampananmu," ocehan Efelin yang menyambut Ega muncul dari ruang tengah.
Zahra menoleh mengikuti arah pandang sang adik. Dilihatnya Ega yang berdiri di sampingnya dengan masih menggosok rambutnya.
Ega menoleh pada Zahra dan tersenyum padanya.
Pandangan keduanya terkunci satu sama lain. Cukup lama mereka berpandangan, hingga ada suara deheman keras dari sang adik yang mebuyarkannya.
Zahra segera berdiri menetralkan kegugupannya. Ya, ia tiba-tiba saja merasa gugup.
"Hiyaa! Ada anak kecil di sini. Jangan pandang-pandangan gitu dong," goda sang adik.
"Udah selesai ya?" tanya Zahra seraya mengulurkan tangannya meminta handuk yang baru saja dikenakan Ega.
"Udah. Makasih," jawab Ega sama gugupnya.
****
hiyaaaaa
ada sweet sweet nyaa.
uhuy..
tunggu episode selanjutnya yaa..
kira-kira bakal ada apa lagi yaa..
terimakasih sudah mendukung.
salam sayang
kiki rizki
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Amanda
mulae baikan...yeeee😀🥰🥰
2020-11-11
1
ayyona
syuka syuka 😍😎
2020-10-22
0
akun nonaktifkan
Hi thor semangat yaa😁
Aku lanjutkan like nih, jadi 5 like dulu yaa, kau bomlike sampai habis? Sering-sering mampir karyaku 😁
Mampir karyaku sekalian like backnya🥺
Pasti aku selalu mampir karyamu loh!😆
Tunggu aja!🙏🏻
2020-07-29
0