haii... aku up nih..
jan lupa vote ya.. join grup juga boleh banget..
semoga kalian suka..
********
Akhirnya Zahra datang ke acara jamuan makan malam bersama Rio. Ia merasa beruntung adik sepupunya itu mementingkan dirinya dan menemaninya di sini.
Rio sendiri lebih mengkhawatirkan kakaknya. Ia rela absen di acara reuni demi menemani sang kakak.
"Ini acara apaan sih, Ra?" tanya Rio.
"Biasalah semacam ajang pamer gitu. Makanya bos engga mau datang. Dia paling males kalo ke acara ginian."
"Trus nanti aku pamer apa dong kalo ada yang tanya?" tanya Rio lagi.
"Apa aja terserah kamu. Ih, kamu kok jadi bawel ya? Udah ah, ayo kita makan saja," ucap Zahra sambil menarik tangan Rio menunu stand makanan.
"Selamat malam, Bu Zahra," sapa seorang lelaki berjas abu-abu di samping Zahra.
"Malam," balas Zahra tersenyum seadanya. Lelaki itu adalah salah satu rekan kerja bosnya. Sandi, dari PT. Antara.
Usianya sedikit di atas Zahra. Gadis itu tau, lelaki itu sering memperhatikannya. Tertarik padanya.
"Anda bersama dengan Pak Erwin?" lanjut Sandi basa basi.
"Tidak. Beliau ada acara yang tidak bisa ditinggal. Jadi saya yang menggantikan," jawab Zahra formal.
"Mau berkeliling dengan saya? Kebetulan saya datang sendirian," tawar Sandi.
Dari belakang, Rio mengawasi Sandi diam-diam. Ia juga memperhatikan kakaknya yang mulai gelisah.
Inilah yang dia khawatirkan. Sejak dulu Zahra sangat susah untuk bersosialisasi dengan laki-laki. Hanya ia dan dia-yang sekarang entah ada di mana- yang bisa dekat dengan gadis itu.
Melihat Zahra yang mulai tak nyaman Rio mendekati Zahra dan berdiri di sampingnya.
Zahra segera menoleh pada seseorang yang berdiri di sampingnya. Ia merasa lega dia adalah Rio.
Rio mengusap kepala Zahra. Hal itu tak luput dari pandangan Sandi.
"Kekasih anda, Bu Zahra? Sepertinya saya tidak pernah melihatnya di perusahaan anda," tanya Sandi penasaran.
Zahra tersenyum seadanya, malah terkesan dipaksakan. Sedangkan Rio berinisiatif memperkenalkan dirinya.
"Rio," ucapnya dengan mengulurkan tangan pada Sandi. Sandi pun menjabat tangan Rio dan memperkenalkan dirinya.
Basa basi singkat terjadi di antara mereka bertiga. lebih tepatnya Sandi dan Rio. Benar apa yang dikatakan Zahra, di sini memang ajang pamer. Sandi menyombongkan jabatannya pada Rio. Dan Rio pun tak mau kalah. Ia menyombongkan dirinya yang telah sukses memiliki usaha bengkel otomotif sendiri. Bahkan ia memiliki beberapa cabang, sedangkan Zahra hanya mendengarkan dan sesekali mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan. Hingga ia menangkap sosok wajah yang begitu familiar.
Berulang kali Zahra meyakinkan dirinya. Beberapa kali juga ia mengucek matanya dan kembali melihat ke arah orang itu. Rio dan Sandi pun akhirnya menoleh pada arah pandangan Zahra.
Rio tertegun di tempatnya. Sama seperti Zahra. Berbeda dengan Sandi, ia tersenyum pada orang itu dan menghampirinya. Mengajaknya bergabung dengan mereka.
"Pak Ega. Anda juga datang rupanya," sapa Sandi pada orang itu, Ega, lelaki yang selama ini dicari Zahra.
Zahra diam di tempatnya begitu Sandi dan Ega menghampirinya.
Ega memperhatikan Zahra dan Rio yang terdiam.
"Perkenalkan, Ini Bu Zahra, sekretaris Pak Erwin," Sandi memperkenalkan Zahra pada Ega.
Ega mengulurkan tangannya menunggu Zahra menjabat tangannya. Gadis itu tak bergeming. Matanya berkaca-kaca, sebisa mungkin ia menahan emosinya agar tidak menangis di sini.
Rio pun sama. Ia menahan mati-matian rasa ingin menghajar lekaki itu. Bisa-bisanya ia berlaga tidak mengenal dirinya dan Zahra. Tapi ia masih ingat tempat.
Ega masih menunggu Zahra. Sandi terheran dengan ketiga orang itu. Dan akhirnya ia menegur Zahra sehingga gadis terkejut dan dengan gemetar ia berusaha menyalami Ega.
Dengan gerakan cepat Ega menarik tangan gadis itu hingga ia bisa memeluknya. Pelukan yang sangat erat namun tak mendapat balasan dari Zahra.
Rio mendorong tubuh Ega dan memisahkan keduanya. Ia menarik tangan Zahra dan membawanya pergi dari tempat itu sebelum ia kehabisan kesabarannya.
Zahra menundukkan kepalanya dengan tangan yang ditarik paksa oleh Rio untuk keluar dari tempat itu. Air matanya sudah tak bisa ia tahan lagi, dadanya terasa sakit.
Rio membukakan pintu mobil untuk Zahra. Lalu ia berputar dan membuka pintu kemudi. Ia duduk di kursi kemudi. Membiarkan kakak sepupunya menumpahkan tangisannya.
Rio dengan sabar menunggu kakaknya sampai tenang. Ia pun juga menenangkan emosinya. Ingin sekali ia menghajar lalaki itu. Yang tiba-tiba saja muncul dan tanpa permisi memeluk kakaknya di depan umum.
Setelah Zahra cukup tenang, Rio mengajaknya untuk menemui teman-temannya, alih-alih mengantarkan Zahra pulang.
Zahra pun tak berkomentar apapun. Ia masih kepikiran dengan kejadian tadi. Ingin sekali ia marah pada lelaki itu. Tapi semuanya hilang saat dia memeluknya. Dadanya terasa sakit, bentuk kecewanya selama enam tahun menunggunya kembali.
"Ra. Jangan ngelamun," tegur Rio.
Zahra hanya menolehkan pandangannya sebentar ke arah Rio, lalu kembali mentapa jendela luar.
Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, mereka sampai di sebuah kafe tempat acara dengan teman-temannya. Begitu Zahra dan Rio masuk dan ikut bergabung dengan teman-temannya semua fokus pada Zahra yang terlihat jelas habis menangis.
"Kenapa sama Zahra? Kamu apain?" tanya Dea pada Rio.
Belum sempat menjawab pertanyaan Dea. Surara Niena yang duduk menghadap pintu masuk memecahkan perhatian mereka pada Zahra dan Rio.
"Itu Ega bukan?" ucap Niena.
Semua menoleh pada pintu masuk. Di sana memang ada Ega yang baru memasuki kafe.
Tanpa Zahra dan Rio tau, Ega mengikuti mobil mereka. Semua tampak terkejut akan kedatangan Ega.
Lain halnya Zahra yang kembali menangis dan Rio yang tampak sangat emosi.
Ega berjalan mendekat pada meja teman-teman sekolahnya berkumpul. Ia melihat mereka yang terkejut. Sama halnya dengan dirinya yang tidak menyangka juga akan bertemu dengan mereka, tujuannya hanya ingin menyusul Zahra dan Rio.
"Kamu Ega, kan?" Niena memastikan lagi dengan bertanya langsung.
Yang lainnya diam memperhatikan. Dalam pikiran mereka sedang menebak-nebak apa yang terjadi sebelumnya. Bagaimana Zahra dan Ega bertemu.
"Lebih baik kamu pergi dari sini!"
Tiba-tiba Rio berdiri dan mendorong Ega dengan keras hingga mundur beberapa langkah.
Dengan cekatan Ramadhan yang duduk di sebelah Rio menahan lelaki itu agar tidak menghajar Ega.
"Tenang, Yo. Ini tempat umum." Ramadhan berusaha menenangkan temannya.
"Kalian ga tau seberapa depresinya kakak aku ditinggalkan baj*ngan ini!" teriak Rio benar-benar kehilangan kontrol emosinya.
Sekuat tenaga Ramadhan dibantu Edo menahan Rio.
Niena dan Dea memeluk Zahra yang tidak berhenti menangis.
Karena keributan itu mereka semua menjadi pusat perhatian pengunjung kafe.
Doni yang paham akan situasi ini segera berdiri dan menuju pintu masuk. Membalik papan yang bertuliskan open menjadi close.
Ia segera menuju meja kasir dan meminta pada salah satu pegawainya untuk mengumumkan kafe ditutup lebih awal. Ya, kafe ini adalah milik Doni. Setelah pengumuman itu seluruh pengunjung kafe meninggalkan kafe dengan berbagai ekspresi.
Doni kembali duduk di antara teman-temannya yang masih bersitegang.
"Selesaikan! Hari ini kafe kututup untuk privasi kalian," kata Doni dingin memandang teman-temannya yang ingin saling menghajar.
"Tolong kasih kesempatan aku buat ngomong sama Zahra," ucap Ega dengan pandangan memohon pada Rio.
Semua mata tertuju pada Zahra yang masih menangis. Zahra menggelengkan kepalanya. Ia belum siap mendengar penjelasan Ega.
"Jangan dipaksa ya, dia masih shock! Tolong ngertiin perasaan Zahra," ucap Niena yang masih memeluk temannya yang menangus sesenggukan..
"Tolong, aku mohon. Aku mau ngomong sama Zahra," pinta Ega.
"Jangan sekarang. Kamu ga tau kecewanya dia kayak apa waktu kamu menghilang. Jangankan Zahra, aku aja gak percaya bisa liat kamu di sini!" ucap Dea sedikit emosi.
"Lebih baik kamu jangan temui Zahra dulu. Dia belum siap ketemu kamu," pinta Niena.
Doni menghampiri Ega yang berdiri dengan tatapan kecewa. Merangkulkan tangannya pada pundak teman lamanya itu dan mengajaknya sedikit menjauh dari mereka.
"Setidaknya aku mengerti kamu ingin menemui Zahra. Tapi kondisinya gak memungkinkan saat ini. Hubungi aku kalo kamu benar-benar ingin memperbaiki semuanya dengan Zahra." Doni menepuk-nepuk pundak Ega dan memberikan kartu namanya pada Ega.
"Thanks, Don, aku benar-benar menyesal." ucap Ega.
"Sekarang lebih baik kamu balik dulu, Tunggu Zahra tenang. Oke."
Doni menganggukkan kepalanya. lalu mengantar Ega sampai keluar kafe. Setelah itu ia kembali lagi menemui teman-temannya yang saling diam.
***********
#BAB 3 done
bab ini ngga aku edit ulang kok. cuma nambahin prakatanya aja. biar bisa urut. soalnya chapt 2 belum bisa ke up. 😔
gimana menurut kalian?
bab ini drama banget ya
iyaaa.. aku pas nulis ngerasanya juga gitu hehe.
semoga kalian suka dengan drama yang ku buat.
tetep dukung aku ya gyus.. like dan vote karyaku..
terima kasih banyak
salam sayang
kiki rizki
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
🎯Pak Guru📝📶
Like Karyamu
Feedback ya
Pendekar Tak Pernah Kalah.
2020-09-16
1
Asih Sunkar
kk ku....
aku mampir bawa buah jari berupa like rate dan komen mampirlah juga ke karyaku ya kk
TERPAKSA MENIKAHI WANITA JANDA
2020-09-11
1
ayyona
like teyus 😍😎
2020-09-07
0