adakah yang nungguin aku up?
heheh
selamat membaca....
****
Jam di dinding ruang kerja Zahra telah menunjukkan pukul setengah satu siang. Gadis itu masih sibuk dengan catatannya. Hingga tak menyadari ada seseorang yang masuk ke ruangannya.
"Ehm."
Orang itu berdehem cukup keras untuk menarik perhatian Zahra, dan usahanya berhasil.
Zahra mngalihkan pandangannya ke arah pintu. Di sana berdiri sosok laki-laki yang dari kemarin membuatnya uring-uringan. Ia mengabaikan keberadaan lelaki itu. Kembali meneruskan pekerjaannya tanpa menoleh lagi pada lelaki yang masih berdiri di depan pintu ruangannya.
Merasa diabaikan, lelaki itu berjalan menghampiri meja Zahra.
Tanpa di suruh, lelaki itu duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan gadis yang sedang mengabaikannya itu.
"Ra?" panggil orang itu.
Sekilas Zahra memperhatikan lelaki yang duduk di depannya. Hanya sebentar. Setelah itu ia kembali memusatkan fokusnya pada rincian harga-harga yang sejak tadi ia tekuni.
"Sayang," panggil orang itu lagi yang tak lain adalah Ega.
"Aku bukan sayangmu," ketus Zahra.
"Oke calon istriku. Maafkan calon suamimu ini," ucap Ega yang membuat Zahra salah tingkah karena panggilan itu.
Namun ia berusaha terlihat tidak terpengaruh dengan rayuan Ega.
Akan tetapi sejenak gadis itu berpikir Apkah benar yang di katakannya barusan? Aku calon istrinya?
Buru-buru ia menepis pertanyaan itu dari pikirannya. Ia belum sampai ke tahap itu, ia harus memastikan bagaimana perasaannya terhadap Ega.
"Apasih! Kamu mau ngapain ke sini? Rio lagi ngga ada di bengkel." Zahra berkata dengan ketus pada Ega.
"Aku ngga lagi nyari Rio. Aku kesini mau ngajak kamu makan siang, ayo."
"Nggak! Kerjaanku banyak. Sana pergi sendiri."
Ega tersenyum melihat Zahra yang sedang marah padanya. Ia merasa gadis di depannya sungguh lucu dan menggemaskan. Membuatnya ingin memeluk dan mecubit kedua pipi Zahra.
"Ngapain senyum-senyum gitu? Udah sana pergi!" Zahra masih berusaha mengusir lelaki yang menurutnya sangat menyebalkan itu.
"Kamu tau nggak ..."
"Nggak!" belum selesai Ega berkata sudah di potong oleh Zahra.
Ega makin tertawa melihat tingkah Zahra.
"Ya kan aku belum selesai ngomong. Dengerin dulu," Zahra memutar kedua bola matanya sebagai respon.
"Duh. Kamu tuh kayak cewek yang lagi cemburu deh. Uring-uringan ga jelas." Ega menyelesaikan ucapannya di akhiri kekehan pelan. Hal itu membuatnya semakin terlihat tampan.
"Udah yuk. Jangan nolak. Kita makan siang sekarang. Ada yang pengen aku omongin sama kamu."
Ega memegang tangan halus Zahra untuk mengajaknya berdiri.
"Bentar. Aku beresin ini dulu," ucap Zahra melepas pegangan tangan Ega.
Ega pun mengangguk sebagai jawaban. Beberapa saat ia menunggu Zahra membereskan mejanya.
Mereka keluar ruangan berdua, menuju sedan hitam Ega yang terparkir di dekat gerbang bengkel.
"Dim, kalo Rio nyariin tolong bilangin aku makan siang bareng Ega ya."
Zahra berpamitan pada Dimas yang kebetulan sedang sibuk memperbaiki mobil pelanggan di dekat mobil Ega.
"Oke. Tiati ya sama buaya. Jangan mau di makan dia," jawab Dimas diselingi candaan.
"Kalo aku buaya kamu apa? Rajanya buaya?" Balas Ega yang tak terima di katakan buaya.
"Enak aja! Yang buaya kan kamu. Aku mah apa atuh. Hanya lelaki biasah," timpal Dimas.
"Udah deh. Sesama buaya jangan berantem. Kita jadi makan nggak nih," ucap Zahra yang merasa mood-nya makin jelek.
"Ya udah sana pergi. Tiati ya," pesan Dimas.
Mereka berdua memasuki mobil. Ega mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Meski jalanan sedikit lengang ia tak melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.
Ega membawa Zahra ke salah satu restoran yang terkenal di kota Malang. Tempat itu memang tak pernah sepi pengunjung. Apalagi di jam makan siang seperti ini.
Setelah mendapat tempat parkir, mereka berdua memasuki restoran itu. Mereka segera ikut antrian untuk mengambil makanan. Setelah keduanya mendapatkan menu masing-masing, kini mereka sedikit kesulitan mencari tempat duduk. Akhirnya mereka menemukan meja kosong sedikit di ujung.
"Kita makan dulu ya, nanti setelah makan aku mau ngomong sesuatu," kata Ega yang di angguki oleh Zahra.
Mereka berdua makan dalam diam. Sesekali memperhatikan suasana restoran dengan pengunjung yang keluar masuk.
"Ra, aku mau ngomong," kata Ega setelah keduanya selesai makan.
"Maafin aku ya. Kalo dari kemari aku ngga hubungin kamu. Kamu hari ini uring-uringan karena masalah itu kan?"
"Pasti kamu di kasih tau Rio kan?" tuduh Zahra yang menang benar adanya.
Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban.
"Iya. Tadi pagi dia ke kantor. Sebegitu sayangnya dia sama kamu ya," kata Ega dengan senyum yang menawan.
"Tapi kamu harus tahu. Sayang aku ke kamu jauh lebih besar dari Rio. Dan rasa sayang itu bukan sebagai saudara. Aku menyayangimu sebagai pria. Kamu ngerti kan maksud aku?"
Tak ada jawaban dari Zahra atas pernyataan itu. Ia menunggu Ega melanjutkan kata-katanya. Meski sejujurnya ia merasakan degup jantungnya yang tiba-tiba berdetak kencang.
"Aku minta maaf ya. Kemarin aku sibuk banget. Setelah nganterin kamu pulang, aku balik lagi ke kantor. Kerjaan aku banyak banget. Akhir-akhir ini sering aku tinggalin."
Ega memberi jeda sebelum melanjutkan kata-katanya. Memperhatikan dahulu reaksi Zahra.
"Tahun ini aku dapet promosi jabatan buat posisi pimpinan cabang. Jadi aku harus kejar deadline kerjaanku yang beberapa minggu ini aku tinggalin."
"Pasti gara-gara aku ya?"
Zahra merasa Ega mengabaikan pekerjaannya karena dirinya.
"Nggak. Bukan karena kamu. Ini murni karena kelalaianku sendiri. Kamu bisa ngertiin aku kan untuk beberapa waktu ke depan?"
Zahra benar-benar merasa bersalah pada Ega. Ia ingat beberapa kejadian mulai dari awal pertemuan mereka hingga sekarang. Ega hampir tak pernah absen menemuinya.
"Iya aku ngerti. Maafin aku jadi ngerepotin kamu," kata Zahra tanpa mau menatap Ega. Ia lebih memilih memperhatikan gelas jusnya.
"Kamu sama sekali gak ngerpotin. Justru saat itu memang kesempatan aku buat deket sama kamu lagi, buat kembaliin kepercayaan kamu lagi."
"Aku juga minta maaf," tutur Zahra.
"Enggak. Aku nggak ingin denger permintaan maaf dari kamu. Aku cuma berharap kamu bisa ngerti kalo sewaktu-waktu aku sibuk dan ga ada waktu buat kamu."
"Iya Ega. Enggak papa. Aku cuma minta kamu tetep kasih kabar ke aku."
"Iya sayang. Pasti," ucap Ega dengan senyum menawannya.
"Iih. Apaan sih pake sayang-sayang segala," rutuk Zahra. Namun ia merasa pipinya memanas dengan panggilan Ega tersebut.
Mereka melanjutkan obrolan seputar pekerjaan masing-masing selama beberapa saat. Setelah itu Ega mengantarkan kembali Zahra ke bengkel Rio. Selanjutnya ia sendiri kembali ke kantor.
****
terimakasih sudah membaca..
pendecet jempol buat Zahra & Ega ya..
Salam sayang
kiki rizki 💞💞😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Lali
20 like ♡♡
2020-10-08
1
Wirdah K 🌹
Semamgat saling mendukung
2020-09-12
1
Rasinar Yohana
like tertinggal smngt kaka
2020-09-05
0