Hallo gaes...
Selamat membaca...
Pencet jempol dulu boleh dong ya sebelum kalian baca...
Terimakasih ❤️😍
******
Zahra kembali memulai aktifitasnya di kantor. Begitu ia masuk duduk di ruangannya, ia menemukan sebuah surat berlogo perusahaannya.
Ia tau cepat atau lambat pasti ia akan menerima surat itu. Dibukanya surat itu dan membaca inti dari surat itu yang menyatakan ia mendapat peringatan kedisiplinan.
Ia duduk di kursinya dan menyalakan komputer. Untuk hari ini dan satu minggu ke depan seluruh tugasnya akan digantikan oleh Syifa. Sebelum masuk kantor ia telah diberi tahu temannya itu terlebih dahulu.
Ia termenung memikirkan pembicaraannya semalam dengan keluarganya. Dengan adanya SP yang ia dapatkan ini ia telah memutuskan untuk menuruti nasehat bundanya.
Dengan segera Zahra mengetikkan surat pengunduran dirinya. Hari ini juga ia berniat untuk menyerahkan surat pengunduran diri itu.
Setelah surat itu selesai, ia bergegas menuju ruang HRD.
Sesampainya di depan ruang HRD ia mengetuk pintu ruangan tersebut, dan segera masuk setelah dipersialahkan
"Ada apa, Bu Zahra? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Bu Dian selaku HRD.
"Saya ingin menyerahkan surat pengunduran diri saya, Bu." Zahra meletakkan amplop suratnya di atas meja Bu Dian.
"Kenapa tiba-tiba? Apa karena surat peringatan itu?" tanya Bu Dian lagi.
"Tidak Bu, sebelumnya saya sudah memikirkan hal ini. Mengingat juga saya yang sering ijin akhir-akhir ini, juga sebentar lagi saya akan pindah ke kota lain, jadi hari ini saya berniat untuk mengundurkan diri."
"Baiklah surat pengunduran diri anda akan segera kami proses, untuk satu minggu ke depan anda masih dalam masa skorsing," kata Bu Dian menginginkan.
"Biak Bu. Permisi." setelah berpamitan Zahra meninggalkan ruang HRD itu dengan perasaan yang cukup sulit di jelaskan.
*********
Saat jam makan siang Zahra telah sampai di rumah, membuat orang-orang yang berada di rumah terkejut sekaligus khawatir.
"Kamu kenapa lagi, Nduk?" tanya bunda yang segera menghampiri anak sulungnya.
"Nggak papa, Bun." Zahra tersenyum untuk menenangkan sang bunda.
"Nggak papa kok sudah pulang. Ada apa?" tanya bunda lagi.
Zahra memutuskan untuk duduk di ruang tamu bersama ayah dan bundanya.
"Zahra dapat surat peringatan lagi, Bun, Yah. Jadi satu minggu kedepan Zahra di-skorsing," Zahra mulai bercerita.
"Sudah Bunda bilang kamu itu mending di rumah aja, Nduk," ucap sang bunda.
"Iya, Bun, aku juga sudah mengajukan surat pengunduran diri. mungkin aku akan kerja sampai akhir bulan ini."
"Apa kamu sudah memikirkannya baik-baik, Nak?" tanya sang ayah yang sedari tadi memperhatikan.
"Udah, Yah. Aku udah memikirkannya dengan baik. Pertimbanganku juga banyak, Yah. Terutama kesehatan aku akhir-akhir ini."
"Ya sudah. Ayah ndak ingin kamu menyesal di kemudian hari."
"Zahra udah mantap, Yah. Kalaupun memang kita nggak pindah ikut Ayah, Zahra berniat buat bantu-bantu usaha Rio kayak yang Bunda usilin tadi malam."
"Ya sudah kamu ganti baju sana. Kalo mau makan di meja makan sudah siap," kata sang bunda.
"Aku ke atas dulu, Bun, Yah."
Di kamarnya Zahra termenung menatap langit-langit kamarnya. Ia merasa lelah dengan keadaannya yang seperti ini. Ia ingin terbebas dari bayang-bayang masa lalunya.
Ponselnya berdering keras. Dengan enggan ia meraba-raba tempat tidurnya untuk mencari benda pipih itu.
"Halo, siapa?" tanya Zahra pada orang yang di seberang sana.
"Ini aku. Doni." Jawab si penelepon di seberang sana.
"Oh. Soryy enggak liat tadi langsung angkat aja. Ada apa, Don?"
"Nanti sore ada acara gak? Kumpul kuy sama yang lain."
"Jam berapa?"
"Sepulang kamu kerja. Nanti biar anak-anak jemput kamu ke kantor."
"Aku di rumah, Don."
"Loh. Kamu sakit lagi?"
"Enggak kok. Aku sehat. Nanti anak-anak suruh jemput ke rumah aja ya."
"Kalo misal nih. Kamu dijemput Ega gimana?"
Zahra termenung mendengar pertanyaan Doni. Ia teringat kejadian beberapa waktu lalu.
"Kalo Niena ato Dea gimana? Atau Rio kan bisa. Nanti aku sama Rio aja deh."
"Masih belum bisa ketemu dia Ra?" tanya Doni hati-hati.
"Belum siap Don," jawab Zahra pelan tapi masih bisa didengar oleh Doni.
"Coba pelan-pelan Ra. Kalo kamu ngga nyoba ngga akan pernah tau hasilnya."
"Iya, Don. Aku tau."
"Jadi gimana? Mau kan dijemput Ega?" Doni mengulangi pertanyaan sebelumnya
"Akan ku coba."
"Good. Good luck, Ra."
"Thanks ya, Don."
Panggilan telepon berakhir. Zahra kembali membaringkan badannya di atas kasur. Memikirkan perkataan Doni.
Doni pasti telah mengetahui kejadian itu, pikir Zahra.
Zahra memilih untuk mengistirahatkan badan dan pikirannya. Ia memejamkan matanya berharap bisa tertidur dan saat ia bangun nanti semuanya akan baik-baik saja.
Baru saja gadis itu hendak mengistirahatkan badannya, ponselnya kembali berdering. Dengan malas gadis itu melihat siapa yang meneleponnya.
Adek resek
"Hem?" ucap Zahra karena malas dan merasa terganggu.
"Mbak, tolongin dong," suara di seberang sana.
"Apaan?"
"Jemput aku di mall, kena razia soalnya pake seragam."
"Kamu bolos?" ucap Zahra dengan nada tinggi. Hilang sudah rasa ngantuknya.
"Enggak! Tadi tuh dipulangin pagi. Terus anak-anak pada ngajak nge-mall. Eh ini sama security-nya dibawa ke pos security."
"Ya udah, tunggu aja."
"Jangan bilang sama bunda ya, Mbak."
"Terserah aku."
"Mbak. Jangan dong. Ayolah, Mbak," rengek gadis kecil itu.
"Berisik. Gak aku jemput nih!" ancam sang kakak.
"Ih. cepetan! Jangan lama-lama. Deket kok dari kantor, Mbak."
"Di mana?"
"Matos."
"Tunggu."
Zahra mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual. Memoles wajahnya sedikit dengan make up agar terlihat lebih segar.
Gadis itu menuruni tangga dengan tergesa. Mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di meja dekat TV.
"Yah, keluar sebentar," pamitnya pada sang ayah yang tengah duduk di teras rumah.
"Ke mana?"
"Jemput Efel."
"Hati-hati."
Sebelum berangkat gadis itu terlebih dahulu mencium tangan sang ayah.
Begitu sampai di parkiran mall, Zahra menghubungi nomor ponsel adiknya untuk menanyakan posisinya.
"Di sebelah mana?" tanyanya begitu panggilan tersambung.
"Pos security dalam. Lantai tiga tanya aja nanti di sana."
"Ngerepotin aja."
Zahra menasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia mencari pos security terdekat dan menanyakan di mana adiknya sekarang berada.
"Permisi, Pak."
"Iya, Mbak. Ada yang bisa saya bantu?" jawab salah seorang mas security yang tengah berdiri di dekat pintu masuk.
"Mau tanya, Pak. Pos security di mana ya? Saya mau jemput anak sekolah yang kena razia."
"Mari saya antarkan," jawab mas security itu.
Zahra berjalan mengikuti security itu. Menaiki lift menuju lantai tiga. Seperti yang dikatakan Efelin di telepon.
Keluar dari lift mereka berbelok ke kiri dan memasuki ruangan yang bertuliskan 'khusus karyawan'.
Begitu pintu terbuka, terlihat di sana lima orang anak perempuan memakai seragam putih abu-abu.
"Itu kakak saya, Pak," ucap Efelin begitu melihat Zahra memasuki ruangan.
Zahra mendekati mereka semua. Melihat sekilas security yang sedang bersama dengan anak-anak berseragam itu.
"Siang, Pak," ucap Zahra kikuk.
"Selamat siang, anda wali dari saudari siapa?" tanya security itu.
"Efelin, Pak," jawab Zahra.
"Baik. Silahkan anda isi surat pernyataan ini, sebagai bukti bahwa anda penanggung jawab atas saudari Efelin." Bapak security memberikan kertas berisi surat pernyataan yang harus di isi.
Zahra mengisinya dan mengembalikannya setelah selesai.
"Untuk yang lainnya bagaimana, Pak?"
"Jika anda bersedia menjadi penanggung jawab untuk mereka semua, hari ini mereka bisa langsung pulang. Karena belum ada wali yang bisa dihubungi," jelas security itu.
Zahra menoleh pada mereka yang duduk berjejer dengan pandangan memelas. Ia pun merasa tak tega dan bersedia menjadi penanggung jawab bagi mereka semua.
"Makasih, Kak," ucap mereka serempak setelah keluar dari mall.
"Jangan diulangi lagi. Kali ini aku nggak akan ngomongin ini sama orang tua kalian. Tapi kalau kalian ulangi lagi, biar aja kalian di bawa ke tahanan polisi," ancam Zahra.
"Ya udah, kalian pulang hati-hati ya. Maaf gak bisa ngantar pulang," lanjutnya.
Mereka semua bubar. Zahra dan Efelin memasuki mobil dan bergegas pulang.
"Mbak kok gak pake seragam kantor sih?" tanya Efelin begitu menyadari pakaian kasual yamg dipakai kakaknya.
"Aku di rumah waktu kamu telepon."
"Mbak ngomong sama ayah sama bunda?" tanya Efelin takut.
Zahra mengedikkan bahu sebagai jawaban. Mengabaikan adiknya yang terlihat ketakutan.
******
Hallo gaes..
lama banget Zahra gak update. Maafkan ya ..
Kena efek lockdown, kerjaan di sekolah makin numpuk. aku harus bikin tugas buat anak-anak buat dua minggu ke depan.
semoga keadaan lekas membaik dan kita semua terhindar dari virus covid-19.
tekan jempolnya untuk mendukung karyaku ya..
terimakasih ..
salam sayang
kiki rizki
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
ayyona
jempol dipencet 😎😍
2020-09-16
0
Rasinar Yohana
like yang tertinggal
2020-09-05
0
Rins
aku mampir bawa like sampai sini, nanti lanjut lagi
2020-08-06
0