ZAHRA
Ega mengantarkanku pulang setelah ia menceritakan alasannya pergi tanpa pamit. Sebenernya banyak yang ingin aku tanyakan. Tapi, mendengar ceritanya membuatku kehilangan semua pertanyaan itu.
Aku merasa tak ada artinya lagi untuknya. Selama ini hanya menjadi bebannya. Dan selama enam tahun lamanya aku mengharapkannya. Tanpa kabar. Ya, aku tau dia baru saja mengalami musibah. Tapi aku kecewa sekali dengannya.
Tok tok tok
Setelah suara ketukan pintu, terdengar suara pintu kamarku terbuka.
"Mbak, bunda nyuruh turun tuh," tiba-tiba Efelin masuk mengagetkanku.
"Iya," jawabku.
Setelah Efelin keluar, aku juga ikut keluar. Menemui bunda di ruang tengah. Aku duduk di samping bunda yang sedang menonton tv.
"Ra," panggil bunda lembut.
"Iya, Bun," jawabku.
"Kamu baik-baik saja?" tanya beliau dengan mengelus kepalaku. Aku menyandarkan kepalaku pada pundak bunda.
"Zahra ngga tau, Bun. Zahra kecewa," jawabku. Entah kenapa air mataku tiba-tiba mengalir begitu saja.
"Kecewa boleh, Nduk. Tapi jangan berlarut-larut. Ingat kesehatanmu ya," bunda masih tetap mengusap kepalaku.
Aku tak menjawab perkataan bunda. Hanya isakan tangis yang terdengar.
"Dia punya alasan, kamu sudah mendengar ceritanya bukan? Dia telah kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Kalau kamu merasa sebagai sahabatnya, hibur dia Nduk."
"Tapi Bun, dia uda ngga nganggep Zahra selama ini, lalu buat apa Zahra ngelakuin itu?" tanyaku disela tangisku.
"Nduk, kamu sudah dewasa. Kamu sudah bisa menilai mana yang baik mana yang enggak menurut kamu. Sudah jangan nangis."
Aku berpindah posisi meletakkan kepalaku di atas pangkuan bunda. Mencari tempat ternyaman untuk menenangkan pikiranku.
*******
Pagi ini di rumah Zahra telah duduk dua orang laki-laki yang seumuran. Mereka berdua memiliki tujuan yang sama, yaitu mengangar Zahra ke kantor.. Saat Zahra menuruni anak tangga ia terkejut karena dua orang itu tengah duduk berhadapan. Satu dengan wajah tak sukanya, dan satu lagi dengan wajah sedikit tegang.
Zahra mengabaikan kedua orang yang saling diam itu. Ia lebih memilih untuk ke dapur tanpa menyapa mereka.
"Sejak kapan mereka di situ, Bun?" tanya Zahra pada sang bunda yang sedang menemaninya sarapan.
"Ega sudah agak tadian, Rio baru datang. Kamu kenapa ga bilang Rio kalo dijemput Ega. Kan kasian Rio nya," tutur bunda.
"Zahra ga minta jemput, Bun. Zahra bareng Rio aja. Kasian dia udah nyempetin ke sini."
"Ya sudah. Segera habiskan sarapanmu."
Zahra menghabiskan sarapannya dengan cepat. Setelah membereskan peralatan makannya, ia keluar menemui dua lelaki itu ditemani sang bunda.
"Ayo, Yo," ucap Zahra mengabaikan Ega yang juga tengah duduk di sana.
"Sama aku aja ya, Ra," ajak Ega.
"Sama Rio aja, kasian dia uda nyempetin ke sini," kata Zahra sedikit ketus.
Bunda mengelus pundak anaknya untuk menenangkan Zahra yang sedikit emosi. Tanpa mengulang ajakannya pada Rio, Zahra segera meninggalkan ruang tengah.
"Tan, berangkat dulu," pamit Rio sambil menyalami bundanya Zahra dan melewati Ega begitu saja.
"Iya, hati-hati jangan ngebut, jaga kakakmu," pesan Tante Ratih, bunda Zahra. Rio menyusul Zahra berjalan melewati Ega yang berdiri sedikit menutup jalannya.
"Nak Ega, maafin Zahra ya, kamu yang sabar ya," ucap Tante Ratih yang kini memandang Ega.
"Iya Tante, gapapa. Mungkin Zahra masih butuh waktu," jawab Ega.
Ega pun berpamitan pada Tante Ratih.. Ia segera mengendarai mobilnya untuk sampai di kantor.
*******
Sore ini Rio menjemput Zahra di kantornya. Ia mengajak kakak sepupunya bertemu dengan kekasihnya. Sepulang dari kantor Rio segera mengendarai mobilnya menuju kos-kosan kekasihnya di daerah Sukun kota Malang.
"Ke tempat Zakia dulu gapapa kan?" tanya Rio.
"Iya gapapa," jawab Zahra dengan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia memejamkan matanya merasakan lelah dibadan dan pikirannya.
Rio memperhatikan wajah Zahra yang sedikit pucat. Ia cukup khawatir dengan kesehatan kakak sepupunya itu.
Sepuluh menit perjalanan dari kantor Zahra menuju kosan Zakia. Rio memarkirkan mobilnya di depan kosan yang cukup luas itu. Terlihat Zakia menunggu kedatangan mereka dikursi santai yang ada di depan kamar kos.
Saat Zahra keluar mobil, Zakia segera menghampirinya dan memeluknya seperti kebiasaan wanita yang bertemu selalu melakukan cipika cipiki.
"Masuk yuk," ajak Zakia menggandeng tangan Zahra.
Rio tersenyum memandang mereka berdua. Ia senang kakaknya mau dekat dengan kekasihnya. Ia ikut masuk ke dalam kosan kekasihnya.
"Maaf ya, aku punyanya ini aja," kata Zakia saat meletakkan botol besar fanta dan dua buah gelas ke hadapan Zahra dan Rio.
"Iya gapapa, Kia," kata Zahra tersenyum.
"Kebiasaan banget minum ginian," omel Rio.
"Dapet dikasih, sayang kan kalo ditolak," jawab Zakia ketus.
Zahra tersenyum menyaksikan perdebatan kecil yang tengah terjadi di hadapannya. Ia jadi teringat dulu juga sering berdebat dengan Ega karena masalah sepele. Meskipun dulu mereka hanya bersahabat, tapi perlakuan Ega padanya selalu membuatnya merasa sepesial. Tak heran ia memiliki rasa yang begitu besar pada Ega. Dan yang pada akhirnya rasa itu membuatnya kecewa begitu dalam.
"Mbak, kok ngelamun sih? Bosen ya liat kita berantem mulu?" tanya Zakia tiba-tiba.
"Nggak kok. Aku seneng liat kalian, kayak kucing sama tikus," jawab Zahra tersenyum pada Zakia.
"Aku tuh males banget Mbak sama dia. Dia suka ngatur, ga boleh ini ga boleh itu bla bla bla bla deh Mbak pokonya," kata Zakia tanpa mempedulikan Rio yang di sampingnya.
"Dia itu sayang banget sama kamu, Kia. Bucinnya kelewatan dia," ujar Zahra menimpali.
"Kayak sendirinya kaga bucin aja, Ra," balas Rio.
"Oiya Mbak, Rio bilang Mbak udah ketemu sama mas Ega ya. Gimana Mbak?" tanya Zakia ambigu.
"Gimana apanya, Ki? Pasti Rio juga udah cerita kan sama kamu," jawab Zahra tampak sedih.
"Ya perasaan Mbak maksud aku. Eh Yang, kamu keluar dulu sana, beli makan atau cemilan gitu, aku mau girls time sama Mbak Zahra," usir Zakia pada Rio.
Yang diusir pun tak ambil pusing, memang ini tujuannya mampir ke tempat Zakia. Ia segera berpamitan pada dua gadis kesayangannya itu.
"Kia tau Mbak, pasti berat kan. Mbak boleh cerita kok sama Kia. Apa yang ngga mungkin Mbak ceritain ke Rio," ucap Zakia menggengam tangan Zahra.
"Aku gatau, Kia. Rasanya tuh kecewa banget. Dulu aku mengharapkan dia kembali. Tapi setelah dia ada di sini, justru aku merasa buat apa dia kembali, nyatanya saat dia kembali hati aku makin sakit," mengatakan itu tanpa terasa air matanya juga ikut mengalir.
Zakia yang saat itu menggenggam tangan Zahra segera membawanya dalam pelukannya.
"Wajar Mbak. Mbak ga salah kok kalo kecewa sama dia. Apa yang Mbak pengen sekarang pas dia uda di sini?"
"Aku pengen dia ngerasain gimana kecewanya aku selama ini. Ngerasain beratnya nunggu kabar. Tapi itu kayak gak mungkin. Karena dia bisa selalu muncul kapanpun dan di mana saja," jawab Zakia di sela tangisannya.
"Apa mbak yakin dengan begitu rasa kecewa mbak bakalan terobati?" tanya Zakia.
"Mbak, obatnya kecewa itu ikhlas. Mbak punya pikiran kayak gitu karena Mbak saat ini pikiran Mbak lagi ruwet. Mbak harus tenang dulu. Aku yakin dia ngga akan ninggalin Mbak lagi," Zakia mengusap punggung Zahra.
"Aku harus gimana, Ki?"
"Ikhlas mbak. harus selalu berfikir positif."
Tak lama setelah tangisan Zahra mereda. Rio datang membawa banyak cemilan dan makanan berat. Zakia menyiapkan tiga piring untuk makan mereka.
************
Zahra galaunya berlarut-larut emang ya.
Iya sama kek yang nulis tukang galau juga. wkwkwkwk
Semoga kalian suka gais.
Salam sayang
kiki rizki
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Indah Nihayati
baguss
2022-02-08
0
Nunuk Pujiati 👻
otw bom like dulu, baru baca
2020-09-16
0
ayyona
like duyu 😍😘
2020-09-08
0