Author POV
Sinar mentari menyapa melalui celah-celah celah tirai. Pertanda pagi telah datang menyambut bumi. Seorang wanita menatap langit langit kamar hotel dengan pandangan kosong.
Hampa...
Itulah yang Renata rasakan saat ini. Dalam hati ingin rasanya ia tertidur saja hingga tak usah menghadapi kenyataan. Setidaknya dalam tidur dia tak akan merasakan kesakitan.
Renata meregangkan badannya untuk menghilangkan sedikit lelah, walaupun lelah yang sebenernya ia rasakan jauh dalam hati. Lelah dengan realita yang baru ia dapatkan beberapa hari terakhir ini.
Dengan malas Renata melangkah kan kakinya ke dalam toilet. Melaksanakan ritual paginya membersihkan diri. Pagi ini dia harus pergi ke rumah sakit lagi dimana Fabian dirawat.
Dengan kemeja dress warna navy, sepatu flat mocca dan riasan tipis membuat Renata terlihat cantik. Menghabiskan sedikit sarapan untuk bekalnya menghadapi hari. Renata tau hari ini pun akan ia lalui dengan berat.
Panggilan video call bersama putrinya Celia menjadi pelipur lara. Senyuman putrinya yang terlihat bahagia memberikan kekuatan bagi Renata. Renata masih memiliki Celia dalam hidupnya dan itu sudah cukup baginya. Sedangkan bagaimana hubungan dia dengan Fabian itu akan ia pikirkan nanti.
***
Dengan segelas teh hangat ditangannya Renata melangkahkan kaki jenjangnya memasuki lorong rumah sakit.
Terlihat Hendrik dan yang sedang melakukan panggilan telepon sambil berjalan mondar mandir terlihat gelisah.
"Ada apa Hendrik?"
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" Renata menghampiri Hendrik yang terlihat bingung.
"Ah nyonya, syukur lah anda sudah datang."
"Saya berusaha menghubungi tuan Sakti tapi tak tersambung." Untuk beberapa saat Hendrik terdiam seperti nya menimbang nimbang apa yang akan ia sampaikan pada Renata.
"Hendrik ada apa ?"
"Apa sesuatu terjadi pada suamiku?"
Renata mulai terlihat panik.
"Tidak, tidak nyonya bukan tuan Fabian."
"Mmm... Nona Lea kondisinya semakin menurun."
"Saat ini sedang ditangani dokter Jamie dan dokter Carlos."
"Terus untuk apa kamu menghubungi Sakti?"
"Hanya ingin bertanya apa yang harus dilakukan bila hal terburuk terjadi."
"Menurut sekretaris tuan Sakti, beliau sedang mengecek proyek yang berada di pedalaman pulau."
"Mungkin karena itu lah tuan Sakti sulit dihubungi."
Renata menganggukan kepalanya tanda mengerti tanpa memberi komentar apapun. Entahlah untuk hal yang berhubungan dengan wanita itu Renata enggan terlibat.
Lukanya masih menganga lebar dan terasa pedih.
Hening...
Tak lama keluar dokter Jamie dari ruangan dimana Lea ditangani. Dengan wajah lelah dan penuh penyesalan.
"Maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun Tuhan berkehendak lain."
Tanpa aku sadari cup yang berisi teh hangat jatuh dari genggaman ku dan menghantam lantai.
Badanku terasa lemas begitu saja. Beruntung dokter Jamie menahan tubuhku agar tidak terjatuh.
"Kuatlah Renata." Bisiknya dipuncak kepalaku dengan tangan mendekap erat. tubuhku.
"Bolehkah aku melihatnya?" Tanya Renata dengan bibir bergetar.
"Apa kamu yakin ?" Tanya dokter Jamie sambil melonggarkan dekapan tangannya.
Renata menganggukan kepalanya pelan
"Baiklah kalau begitu, ayo aku temani."
"Maaf, tapi aku ingin melihatnya sendiri".
"Aku tidak apa-apa."
Untuk beberapa saat dokter Jamie terdiam, menimang nimang apa yang sebaiknya dia lakukan.
Jamie tau walaupun Renata mengatakan bahwa dia tidak apa-apa tapi didalam hatinya hancur berkeping-keping.
"Baiklah kalau begitu".
"Aku akan menunggu diluar, kamu bisa segera memanggil ku bila ingin ditemani".
"Iya baiklah." Jawab Renata
"Ayo ikuti aku."
Kini Renata menatap pintu ruangan dimana wanita itu, wanita yang bernama Lea itu terbaring terbujur kaku.
"Apa kamu yakin ?" Dokter Jamie bertanya untuk meyakinkan.
"Iya." Jawab Renata dengan tangan mulai membuka pintu.
Wanita itu, Lea terbujur kaku dengan mata terpejam. Masih terlihat cantik walaupun sudah tak bernyawa.
Renata berjalan mendekat.
"Lea, ini aku Renata."
"Maaf kita harus bertemu dan kemudian berpisah dengan cara seperti ini."
Renata menarik nafasnya dalam
"Kita tak pernah saling mengenal tapi kita saling terhubung."
"Kita terhubung karena mencintai laki laki yang sama yaitu Fabian."
Dadanya begitu sesak ketika menyebut nama Fabian.
"Aku wanita dan kamu wanita."
"Aku yakin kita merasakan sakit hati yang sama." Renata terisak, air matanya sudah menganak sungai di pipi.
"Aku tak tau apa yang sebenarnya terjadi antara kita."
" Tapi aku berdoa semoga kau damai di sisiNya." Ucap Renata tulus
Renata menghela nafas, merasa sedikit lega dengan apa yang telah dia utarakan.
Kemudian keluar dari ruangan itu.
Tanpa Renata sadari dokter Jamie mendengar semua yang Renata ucapkan.
***
" Lalu apa yang harus kita lakukan nyonya ?".
"Tuan Sakti masih belum bisa dihubungi." Tanya Hendrik.
"Tolong tangani Hendrik, kebumikan sesuai dengan kepercayaan yang Lea anut."
"Aku yang akan bertanggung jawab dalam masalah ini," ucap Renata tegas.
Meskipun Renata enggan terlibat apapun dengan wanita itu tapi rasa manusiawinya yang mendorong Renata untuk melakukan itu.
Jamie begitu terpukau dengan ketegaran Renata.
Jamie baru mengenal Renata beberapa hari saja tapi dia sudah terpesona akan ketegaran dan kekuatan yang di miliki Renata.
***
Siang itu juga Lea dikebumikan dengan layak. Renata bahkan ikut mengantarkan ke peristirahatan terakhirnya. Tentu saja dengan ditemani dokter Jamie.
Tak banyak yang mengantarkan mengingat bahwa Lea tidak memiliki sanak saudara. Hanya beberapa orang yang hadir. Mungkin sebagian tetangga Lea.
Ah kemudian Renata mengingat rumah Lea. Dalam hati Renata ingin sekali kembali ke rumah itu. Masih ada yang ingin ia "gali" dirumah itu.
"Hendrik, aku ada keperluan sebentar."
"Kamu tidak keberatan bila kembali lebih dulu ke rumah sakit ?".
"Tentu nyonya"
"Tapi sebaiknya anda diantar pak Wito".
"Baiklah".
"Apa mau aku temani?" Tanya dokter Jamie.
"Maaf Jamie, tapi saat ini aku ingin sendiri dulu." Renata tersenyum menolak halus.
"Yes sure".
"Just call me whenever you need me."
"Ya pasti," jawab Renata.
****
Renata pergi diantar oleh pak Wito supirnya. Sepanjang perjalanan Renata membuang pandangannya ke arah luar jendela. Melihat semua yang berlalu lalang dengan pandangan kosong.
Tak lama Renata sudah berada di depan rumah yang beberapa hari lalu ia datangi.
"Pak Wito, apakah bapak pernah datang kemari?".
"Tidak nyonya, tidak pernah," jawab pak Wito.
"Oh ok".
"Tunggu di mobil ya pak, saya tak akan lama." Renata turun dari mobil dan berjalan perlahan menuju rumah itu.
Renata memutar kunci dan membuka pintu. Untuk kedua kalinya Renata datang ketempat ini.
"Kamu pasti bisa." Renata menyemangati dirinya sendiri.
Kamar di lantai 2 yang kini jadi tujuannya. Dengan jantung berdebar hebat Renata kembali memasuki kamar itu.
Kamar yang sarat dengan aura Fabian.
Renata melihat sekitar, mulai membuka lemari dan ternyata benar terdapat banyak baju laki laki dengan ukuran yang sama dimiliki Fabian tapi baru Renata lihat.
Mungkin Fabian sengaja membeli baju untuk keperluan nya disini. Untuk pria sekaya Fabian bukan hal yang sulit dilakukan.
Renata kembali berjalan mengitari kamar. Ketika secara tak sengaja melihat laci meja disebelah tempat tidur terbuka.
Renata membuka laci itu dan terdapat sebuah buku. Buku diari tepatnya.
Renata membuka buku yang terlihat sudah usang itu tapi masih bisa terbaca.
Halaman pertama yang Renata baca.
Hari ini orang yang paling aku cintai Fabian menikahi wanita yang baru ia kenal. Hancur hatiku sakit rasanya.. itu yang tertulis di buku itu
Kemudian Renata membuka halaman lainnya dan mulai menangis...
TBC...
Part nya masih sedih sedih yaa maaf 🙏
Emang mau di bikin slow dulu wkkwkw.
Terimakasih yang sudah baca lope pake banget
Ga ada obat pokonya 😘😘😘
Jangan lupa like dan komen yaaa
Dan kalo khilaf vote pun gak apa-apa 😂😂😂
Makasih ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Aysana Shanim
Ooh kamu salah lea, nyatanya fabian udah cinta mati duluan sama renata sebelum ketemu kamu 😔 lagi apes aja dia tuh huhu
2024-03-17
0
Sunarti
buku harian Lea
2022-10-03
0
moemoe
Sikat om dudaaa
2022-08-19
0