Setelah membaca surat yang tertera berasal dari Amanda, Laila segera memasukkan surat tersebut ke dalam tasnya, dia bergegas menuju ke keluarganya.
Terdengar cuitan ibu dan anak di pendengaran Laila.
“Kamu lupa ya kalau masih punya ibu dan ayah di sini? Mentang-mentang udah gede, udah bisa hidup sendiri terus ga pernah pulang.”
“Hehe maaf ibu, bukan Desi ga mau pulang tapi kan kuliah Desi juga padet.”
“Alasan aja kamu Dek.” Laila menimpali pernyataan adiknya.
“Oh iya Desi, gimana kuliah kamu? Lancarkan? Kira-kira kapan nih wisuda?” kini giliran ayah menimpali percakapan tersebut. mereka terlihat sedang duduk di ruang tamu sambil bercerita panjang lebar.
“Alhamdulillah ayah, kuliah Desi lancar. Desi kan smart.” Jawab Desi sambil menaikkan turunkan kedua alsinya sambil tersenyum penuh kesombongan.
“Idihhhh sombong banget kamu Dek. Jangan sombong-sombong, nanti Dava diambil orang. Xixixi.”
“Siapa Dava?” ayah bertanya.
“Upsss aku keceplosan yah, jadi Dava itu teman pria nya Desi yah. Hahaha.”
“kakak, astaga kaka kenapa gitu sih. Aku marah an deh sama kakak, tiga jam aku marah sama kakak.”
“Marah kok bilang-bilang sih.” Laila.
“Oh jadi anak bungsu ibu sudah punya pacar ya? Hmmm kalau gitu ibu harus kasih pengawasan ekstra.” Ibu datang dari arah belakang membawa minuman dingin dan makanan ringan untuk sekadar ngobrol.
“Ibu sama Ayah tenang ya, Desi sama Dava nggak pernah macem-macem kok. Tanya aja Kak Laila, dia udah pernah ketemu Dava.”
“Kok tanya kakak sih, katanya marah tiga jam sama kakak, belum ada satu menit udah ngelibatin kakak.”
“Ih kakak nyebelin banget. Awas aja besok kalo nikah sama Kak Aarav, aku sembunyiin sepatu kakak.”
“Sudah-sudah kalian ini, kalau bertemu selalu saja bertengkar kalau jauh saling mencari. Dasar.”
Ibu menengahi pertengkaran receh mereka berdua
“Jadi des, kamu belum jawab pertanyaan Ayah yang kedua.”
“oh iya Yah. Hehe maaf, Kak Laila sih main nyerobot aja. InsyaAlloh tahun depan Desi lulus, Yah. Doain aja ya semoga kuliah Desi lancar bisa lulus tepat waktu. Aamiin.”
“Kalau kamu sudah punya pacar, ayah berpesan agar kamu bisa menjaga diri kamu sendiri. Kamu jauh dari keluarga. Jangan pernah berbuat macam-macam. Kalian belum halal untuk bersama. Jadi ayah minta kamu untuk jaga diri kamu baik-baik, Nak.”
“Ayah benar, jangan sampai karena perbuatan kamu nanti malah membuat malu keluarga. Kalian berdua adalah anak gadis ibu yang sangat-sangat ibu cintai. Jangan sampai membuat ibu kecewa.”
“Kami akan berusaha menjadi anak terbaik untuk ayah dan Ibu.” Desi menjawab dengan tersenyum kemudian berhamburan ke pelukan kedua orang tua mereka.
Malam tiba. Laila duduk termenung di dalam kamarnya seorang diri. Dia masih memikirkan sebenarnya kesalahan apa yang dibuatnya hingga Amanda amat membencinya padahal dia sangat menyayangi Amanda.
Laila membatin.
Hmm.. sebenarnya kenapa Amanda bersikap seperti ini. Kesalahan apa yang aku lakukan sampai dia sangat membenciku.
Laila terlihat menghela nafas berkali-kali.
Gue nggak mau ibu dan ayah tau tentang surat itu. Mereka nggak boleh tau.
Di kamar Aarav.
Aarav POV.
Laila baik, gue ga mungkin nyakitin dia. Tapi kalo gue batalin pernikahan ini, pasti mama sama papa ga akan setuju.
Gue yakin, mama sama papa juga ga akan setuju gue milih Amanda secara dia dan ibunya melakukan banyak kriminal.
Gue harus gimana sekarang. gue masih cinta sama Amanda dan gue ga cinta sama Laila. Ah gue tau, gue akan bikin surat perjanjian pernikahan dan gue akan ceraikan Laila setelah lima bulan pernikahan kami.
Toh nanti Cuma akan diadakan akad dan ga banyak orang yang tau tentang pernikahan ini. Gue tinggal bilang ke mama sama papa kalo Laila bukan istri yang gue inginkan karena dia ga mau berhenti bekerja sesuai arahan gue.
Lo cerdas banget Rav. Hahahaahahaha. Tapi kekanakan sih. Ah bodo amat, gue yakin Laila juga ga cinta sama dia, tapi karena menghormati mama sama papa jadi dia terima lamaran gue.
Aarav POV end.
Pagi harinya.
“Wooiii bangun Rav, lo bilang mau ke butik. Ini udah jam 7 ****. Lo masih molor aja.”
Randy terlihat sudah siap dengan pakaian santainya sedang berusaha membangunkan saudara nya itu.
“Hallah lo. Masih jam 7. Minggir ah, gue masih pengen tidur.”
“Rav, lo ke butik jam delapan dan ini udah jam tujuh. Kita masih ke rumah kakak ipar. Buruan bangun. Gue keluar, mau nyarap sekalian sama mama. Sampe gue selesai nyarap lo belom bangun, biar gue aja yang nikah sama kakak ipar.”
Randy keluar dari kamar Aarav menuju meja makan. Di sana terlihat ada mama dan papa yang sudah siap akan sarapan.
“Belum mau bangun Ran si Aarav nya?” tanya Mama
“Belum, Ma. Kayaknya ngantuk banget. Apa Randy sama Laila aja ya yang ambil bajunya ke butik, Ma, Pa?”
“Jangan, biar Aarav ikut, kasian dia kalo di rumah terus.” Papa menjawab pertanyaan Randy.
“Oh iya Ran, Kamu nggak berminat bergabung dengan perusahaan ? Kalau kamu mau, kamu bisa memimpin perusahaan yang ada di Kota S. Kamu bisa berhenti dari pekerjaan kamu ini, papa akan bantu kamu.”
“Pa, Randy pasti akan menuruti permintaan papa sama mama karena kalian sudah seperti malaikat bagi Randy, tapi maaf, Pa. Untuk sekarang Randy masih ingin menggeluti profesi Randy.”
Randy menjawab papa David dengan sebuah senyuman berharap papa akan menerima keputusannya.
“Baik, Nak. Papa dan Mama tidak memaksa, tapi kalau kamu sudah bersedia terjun ke perusahaan, kamu bilang pada Papa, Papa akan sangat bahagia.”
“Papa benar, Randy. Kamu dan Aarav adalah kebanggaan untuk mama dan papa. Secepatnya mama tunggu kabar baik dari kamu. Kamu adalah Rahmat di balik musibah yang menimpa kami malam itu.”
Flashback on
Hujan mengguyur kota D dengan sangat deras. Kala itu dua orang manusia sedang berada di dalam mobil yang melaju di bawah guyuran hujan. Tiba-tiba mereka dicegat oleh sebuah mobil dan memaksa mereka untuk turun.
“Kalian mau apa?”
“Kami mau harta kalian, sekarang serahkan mobil beserta isinya, atau kami habisi kalian.”
“Pa, kita berikan saja apa mau mereka. Di sini sedang hujan.”
“Tapi, Ma..”
“Ahhh kalian lama. Cepat keluar.” Preman-preman tersebut memaksa papa David beserta Mama Anna untuk keluar.
Bug..bug..bug.
Karena tidak siap dengan pukulan, Papa David tersungkur disertai dengan teriakan Mama Anna.
“Astaga Papa. Hentikan. Kalian boleh bawa mobil kami.”
Mereka tertawa puas.
“ternyata mangsa kita kali ini sangat mudah dikalahkan.”
Wussssss………. Secepat itulah para penjahat itu pergi meninggalkan Mama Anna dan Papa David terguyur hujan.
“Pa, ayo kita berteduh ke rumah kecil itu.”
Mama Anna membantu Papa David untuk berdiri dan berjalan menuju sebuah rumah kecil dipinggir jalan.
Saat sampai, mama Anna mendudukkan suaminya di atas dipan kayu di teras rumah tersebut
“Mama coba panggilkan yang punya rumah ini dulu ya, Pa.”
Mama Anna berkali-kali memanggil sang empunya rumah, namun nihil. Kemudian dia seperti mendengar suara tangis bayi, tapi sangat tidak jelas, sebab menyatu dengan suara derasnya hujan.
“Seperti suara tangis bayi. Astaga ternyata bisa dibuka.”
Mama Anna begitu terkejut saat melihat apa yang ada di dalam rumah tersebut.
“Papa, coba ke sini, buruan, Pa.”
Papa David berjalan sambil memegang perutnya yang terasa nyeri.
“Astaga, Ma. Bayi dan itu sepertinya Ibunya. Coba mama periksa keadaan mereka,”
Mama Anna masuk dan memeriksa keadaan keduanya dengan mendengarkan denyut nadi.
“Innalillahi, Pa. Ibu ini sudah meninggal.”
“Innalillahi wa innailaihi roji’un”
“Bayi ini demam, Pa. kita harus cepat bawa ke rumah sakit. Apa di kantong jaket papa ada ponsel? Ponsel mama tertinggal di dashboard mobil.”
Papa David merogoh beberapa kantung di jaketnya, namun nihil. Kemudian dia merogoh kantong celananya dan menemukan ponselnya di sana.
“masih bisa hidup, kan Pa? Coba papa hubungi seseorang yang bisa menolong kita di sini.”
Papa David mulai menghubungi Faisal, salah satu orang kepercayaannya dan menyampaikan kondisinya sekarang.
Sekitar 45 menit, pertolongan datang. Ambulance beserta polisi dan Faisal telah tiba di lokasi. Petugas Ambulance membawa jenazah wanita tersebut ke rumah sakit.
Papa David, Mama Anna serta seorang bayi yang mereka temukan tadi di bawa oleh Faisal ke rumah sakit. Sedangkan polisi tetap tinggal untuk mengecek situasi dan kondisi.
“Pa, bayi ini kehilangan ibunya. Bagaimana kalau kita rawat dan kita angkat menjadi anak kita?”
“Mama benar, kasihan dia. Masih sangat kecil kalau harus ditelantarkan. Kita angkat anak ini menjadi anak kita dan saudara Aarav.”
“Faisal, tolong lebih cepat, bayi ini mengalami demam.”
“Baik, Nyonya.”
“Papa akan memberi nama bayi laki-laki ini Randy. Randy Affandi.”
Mama Anna tersenyum mendengar suaminya juga antusias dengan kehadiran Randy.
Flashback off.
“Mama tau, kamu pasti ingin mengungkap kasus ibumu 26 tahun silam. Mama mendukungmu untuk itu. Tapi kamu juga harus memerhatikan keselamatan atas diri kamu sendiri Randy.”
“Tentu saja, Mama tidak perlu khawatir akan keselamatan Randy. Randy sangat berterimakasih karena papa, mama dan juga Aarav mau menerima Randy di keluarga kalian yang terhormat ini.”
“Tapi itu nggak gratis bro.”
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Conny Radiansyah
maksudnya gak gratis
2021-02-21
0
dingding
kerjanya Randy apa si Thor? dibuat in novel sendiri aja thor buat nyeritain Randy.
2021-02-08
0
angel
ya diselingi kebucinan Randy ke Dian gapapa sih
2021-02-07
0