“Gue ikut Kak Randy aja.”
Tanpa basa basi lagi Randy dan Dian turun dari mobil mereka dan menghampiri gubug yang mereka lihat semalam.
Saat mereka tiba di depan gubug itu bersamaan dengan terbukanya gubug tersebut dari dalam dan menampakkan seseorang yang membukanya dari dalam.
Saat melihat orang tersebut, Dian dan Randy sedikit menjingkat karena terkejut dengan rupa orang tersebut.
"Bener, dia yang semalem gue liat. Ga salah lagi, emang bener dia," batin Randy.
Terlihat seorang laki-laki yang entahlah berusia berapa, tubuhnya seperti tidak terawat sama sekali, sangat kurus dan wajahnya. Oh astaga, wajah laki-laki tersebut rusak, terlihat seperti bekas luka bakar.
“Kalian siapa?” tanya laki-laki tersebut pada Randy dan juga Dian
“Selamat pagi dan maafkan kami karena pagi-pagi sudah mengganggu anda. Kami datang dari kota D ke kota K ini untuk mencari sesuatu," jawab Randy to the point.
Laki-laki tersebut terlihat menghembuskan nafasnya berat.
“Baiklah, ayo masuk. Kita bicara di dalam gubug saya.”
Kemudian mereka bertiga masuk ke dalam gubug sederhana tersebut. Di dalam nampak sebuah dipan dengan kasur di atas nya dan tergelar tikar tipis di lantai. Mereka bertiga duduk di atas tikar tersebut.
“Apa yang ingin kalian bicarakan?” tanya laki-laki tersebut.
“Saya Randy dan ini rekan saya Dian, Anda sendiri siapa?”
“Kalian bisa panggil saya Wahyu.” Oh ternyata laki-laki tersebut bernama Wahyu.
“Loh ada tamu, kenapa tidak Mas Wahyu ambilkan air? Tunggu sebentar ya dek, saya ambilkan minum.”
Tiba-tiba seorang perempuan datang membawa tas berisi berbagai sayuran dan kelihatannya dia baru saja datang dari pasar, kemudian dia mengambil air minum di meja yang tidak jauh dari posisi mereka.
“Ini, adanya hanya ini, silakan di minum. Oh iya saya Asih istrinya Mas Wahyu.”
Randy dan Dian terlihat tersenyum kepada Mbak Asih
"Mbak Asih ini terlihat masih muda, pasti mas Wahyu juga tidak berbeda jauh dari istrinya ini," batin Dian.
“Jadi, satu tahun silam terjadi kecelakaan di daerah sini, tepatnya di jalan raya itu dan merenggut nyawa satu teman kami. Tapi kalau saya melihat kondisi jalan tersebut di malam hari, sepertinya mereka mengalami kecelakaan yang tidak wajar. Lalu saya melihat gubug mas Wahyu semalam dan memutuskan untuk bertanya kepada mas Wahyu perihal kejadian satu tahun silam.”
Wahyu dan Asih terlihat sedikit terkejut dengan penuturan Randy. Mereka saling berhadapan kemudian Asih terlihat menganggukkan kepalanya sembari melemparkan senyuman.
“Apa yang kamu maksud barusan adalah Nona Amanda dan Nona Laila? Lalu apa hubungan kalian dengan mereka?”
“Benar sekali, teman kami bernama Amanda dan Laila.” Kali ini Dian yang menjawab pertanyaan Wahyu.
“Dan kami berteman. Saya hanya menginginkan keadilan bagi Amanda yang meninggal dan juga Laila agar dia bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang.” Randy menyambung jawaban dari Dian.
“Apa yang bisa menjadi bukti kalau kalian bukan utusan Ambar?”
Randy sedikit berfikir atas ucapan Wahyu. Dian pun demikian, dia sedikit terkejut mengetahui orang didepannya itu mengetahui tentang Nyonya Ambar.
Randy teringat dengan rekaman Amanda dan Ambar yang ada di ponsel Aarav. sepersekian detik kemudian, dia mengeluarkan ponsel Aarav dan menunjukkan rekaman tersebut.
Wahyu terlihat kembali menghela nafasnya berat. Dia seperti menerawang jauh seolah-olah dia mengingat dan melihat kembali kejadian satu tahun silam.
“Ambar memang benar-benar orang yang licik. Dia selalu bermain bersih dan licin," picik Wahyu.
"Satu tahun silam, di jalan raya depan, melintas mobil dengan dua orang penumpang dalam keadaan jalan yang sepi. Waktu itu saya sangat membutuhkan uang untuk membiayai biaya operasi sesar istri saya sehingga saya mau mengambil pekerjaan yang sudah disusun oleh Ambar itu dengan iming-iming upah yang cukup besar.”
Wahyu terlihat berhenti sejenak. Randy dan Dian masih setia mendengarkan pengakuan dari Wahyu.
“Saat itu kami ber-empat. Ada saya, Pak Botak, Joni, dan Pak Kribo. Dengan iming-iming imbalan, kami menjalankan rencana yang di buat Ambar bersama anaknya. Kami mencegat laju mobil mereka dengan mobil kami, waktu itu saya sendiri yang menyetir. Saat sudah berhenti, kami berempat turun dari mobil dan memaksa non Amanda beserta non Laila keluar dari dalam mobilnya.
Setelah itu kami mengikat Laila di pohon besar dan menggilir non Amanda tepat di depan wajah non Laila.
Tujuan dari rencana Ambar saat itu adalah membuat non Laila depresi dan trauma. Dia tau kelemahan Laila adalah melihat secara langsung orang yang disayanginya menderita.
Non Laila menjerit-jerit karena tidak tahan dengan apa yang dilihatnya walaupaun dalam gelap, padahal saat itu kami tidak benar-benar menggilir Amanda.
Non Laila pingsan dan kami terus mengawasinya dari jauh. Saat dia terbangun, non Laila sudah seperti orang yang tidak waras, sepertinya dia benar-benar tertekan dengan apa yang dilihatnya.
Non Laila terlihat memeriksa keadaan Amanda dan dengan sisa-sisa kewarasannya, dia memasukkan Amanda ke dalam mobil, dia membawa sahabat tidak tau dirinya itu ke Rumah Sakit terdekat.
Setelah itu saya dan teman-teman kembali melajukan mobil karena merasa pekerjaan kami telah selesai. Di jalan kami ditumpang kami oleh seseorang yang mengalami mogok kendaraan dan menumpang untuk ke stasiun bensin terdekat”
Wahyu kembali diam dan terlihat seperti sedang menyusun kata-kata
“Naasnya mobil yang kami tumpangi tiba-tiba mengalami rem blong padahal sebelumnya semua baik-baik saja. Karena itu membuat mobil yang kami tumpangi mengalami kecelakaan yang membuat mobil tersebut terbakar, beruntungnya saya masih bisa keluar dari dalam mobil tersebut dan menyelamatkan diri saya sendiri.
Mungkin karena di dalam mobl tersebut terdapat empat orang, jadi Ambar tidak curiga kalau sebenarnya saya masih hidup. Dia menyingkirkan semua bukti dengan sangat baik. Setelah saya pulih, saya bertekat untuk bersaksi atas kejadian tersebut dengan cara membangun gubug di sini untuk saya tinggali karena saya berharap suatu saat orang seperti kalian ini akan datang.”
“Apa yang Mas Wahyu ceritakan ini benar tanpa ada rekayasa?” tanya Dian untuk kembali memastikan cerita dari Wahyu barusan.
“Apa yang saya ceritakan adalah benar dan tidak ada kebohongan di dalamnya. Saya sudah cukup merasa berdosa selama ini," jawab Wahyu tegas.
“Lalu sekarang di mana anakmu?” tanya Randy karena dia tadi mendengar mengenai operasi Sesar dari Istri Wahyu.
“Istri beserta anak saya meninggal dunia.”
Jawaban Wahyu membuat Randy dan Dian terkejut, pasalnya Mbak Asih mengaku sebagai istri dari Wahyu.
“Saya adalah Istri keduanya Mas Wahyu, saya yang merawat Mas Wahyu saat Mas Wahyu sakit, karena tidak ingin ada fitnah, jadi Mas Wahyu menikahi saya.”
"Baik banget mbak Asih ini, ngerawat orang lain dan akhirnya mau dinikahi padahal keadaannya jauh dari kata baik. Bener-bener, jodoh ga mandang status apapun," batin Dian.
“Baiklah, saya akan pegang cerita Mas Wahyu barusan. Dan sebaiknya kalian ikut kami ke Kota D."
Wahyu dan Asih setuju diboyong ke Kota D karena sebenarnya mereka juga merasa was-was jika harus tinggal di tempat sepi seperti itu terlalu lama.
...Di ruang rawat Aarav…………....
Laila masuk ke ruangan rawat Aarav, dia baru saja kembali dari ruang kerjanya karena setelah sarapan tadi dia mampir keruang kerjanya serta menanyakan keberadaan Dian pada rekan kerjanya sebab tidak biasanya Dian izin tanpa memberitahu dirinya.
“Kak Aarav mau kemana? Biar Laila bantu.” Saat dia masuk, dia melihat Aarav sedang berusaha duduk.
“Gue mau ke kamar mandi, lu mending bantuin gue panggilin perawat laki-laki biar bantuin gue.”
“Biar Laila aja kak yang …” belum sempat Laila melanjutkan kata-katanya, Aarav sudah lebih dulu memotongnya.
“Lu mau bantuin gue sampe ke dalam kamar mandi? Lu mau megangin itunya gue?”
“Hah, ya enggak lah. Yaudah gue panggilin perawat.”
Laila seketika terpancing emosi karena dia merasa malu sekaligus kesal dengan jawaban Aarav.
"Seru juga ngerjain calon istri," batin Aarav.
Terlihat Laila kembali masuk dengan diikuti seorang laki-laki berseragam khas rumah sakit.
“Lagian itu si mas perawatnya juga di luar, dia nggak ikut masuk ke dalem. Dasar tukang godain, awas aja nanti kakinya gue injek, tau rasa lu,” gumam Laila seorang diri.
Setelah dari kamar mandi, Aarav kembali pada posisinya semula, sedangkan Laila duduk di sofa. Di antara mereka hanya ada keheningan sampai Mama Anna dan Ibu Ros datang memecah keheningan tersebut.
“Laila, kamu tidak ada jadwal operasi, Nak?” Mama Anna bertanya pada calon menantunya tersebut mengingat Laila adalah dokter bedah yang cukup berkompeten.
“Kebetulan hari ini jadwal operasi untuk Laila masih nanti pukul 13, jadi nanti Laila minta tolong Ibu dan Mama untuk menajaga Kak Aarav dulu di sini.”
“Tentu saja sayang, Mama dan Ibumu akan menjaga anak nakal itu selama kamu bekerja.”
Bukan tanpa alasan, mama Anna dan Ibu Ros melakukan hal tersebut adalah agar Aarav dan Laila bisa memiliki waktu berdua yang cukup dan bisa lebih saling mengenal sebelum ke jenjang pernikahan.
Ada hikmahnya juga si Aarav kecelakaan, jadi ga perlu ribet aku bisa buat mereka berduaan gini. Xixixixi.” Mama Anna membatin disertai dengan kerlingan mata ke arah calon besannya.
...----------------...
Bersambung.. like dan comment yesss.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Alanna Th
bnr" gk waras s ambar
2023-12-10
0
Conny Radiansyah
kompak ya bu..
2021-02-20
1
dingding
yang jadi Asih gua bayangin tetangga gua sendiri yg namanya juga Asih 😂
2021-02-08
0