Sesampai di rumah, Ibu dan adik pertama ku Akmal sudah menunggu di ruang tamu. Aku mendekat ke ibu lalu kucium tangan Beliau.
Ibu meminta ku duduk di samping nya. Di depan kami ketiga adikku pun turut duduk. Aku serupa pesakitan di depan pengadilan.
" Ada apa Nok.., ceritakan sama Ibu., jangan ada yang di tutupi.. ! " Perintah Ibu lembut.
Aku terdiam . Nafasku terasa sesak. Rasa pedih kembali menusuk relung hati.
" Tadi Mas Hardi cerita apa aja sama Ibu.. ?! " Selidik ku membalikan pertanyaan Ibu .
" Heemm..., kalau di tanya itu jawab dulu to.., jangan malah mbalik dengan pertanyaan lain ! " tatapan Ibu tajam menghujam.
" Aku sudah lelah dengan perlakuan nya selama ini Bu.., aku sudah berusaha sabar dan menjaga demi anak - anak ku.., tapi rasa nya ... " Sesak menghantam dada ku sebegitu hebat membuat ku tak mampu melanjutkan apa yang ingin aku katakan.
Eksan beralih duduk di samping ku, mengelus punggung ku lembut. Agghhh... adik yang selalu memahami perasaan ku yang satu ini seperti nya berusaha memberi ku kekuatan.
" Jangan ambil keputusan saat emosi.., tenang kan pikiran dulu " Pinta ibu bijak.
" Mbak sudah makan .? " Tanya Akmal.
Aku menggeleng kan kepala pelan.
" Makan Mbak dalam keadaan apa pun jangan biasakan perut kosong tanpa diisi makanan . Mau makan apa mbak biar aku belikan " Tanya nya lagi.
"Apa aja dek yang penting berkuah dan panas " Jawab ku sembari memejam kan mata yang terasa perih. Aku ingin makanan yang bisa mengeluarkan keringat agar rasa pusing ku menghilang saat ini .
" Mau soto, gule kambing, sop atau bakso "
Tanya Akmal memastikan.
" Kaka mu gak suka makanan berkuah santan Mal , gak suka yang mengandung lemak juga " Ibu menyela.
"' Soto lamongan aja Dek , yang pedas ya " Pinta ku pelan .
Akmal mengambil kunci motor, lalu keluar bersama Eksan membeli pesanan ku.
" Mandi dulu sana.., kamu belum mandi kan ?! " Ibu memandang ku dengan wajah sendu. Aku membalas nya dengan gelengan kepala.
" Yu Tinah.. !! " Panggil Emran keras.
Yang di panggil keluar dari dalam rumah. menyalami ku dan tersenyum.
" Tolong masak air buat mandi Mbak Emil " Perintah Emran.
" Nggeh Den bagus '' Jawab Yu Tinah dan berlalu masuk ke dapur.
" Bu.. Pinjam daster nya ya.. Emil gak bawa baju.. " Pinta ku memelas .
" oalala Mil.., kamu pergi cuma bawa tas kerja mu itu.. ? . " Selidik ibu.
'' Nggeh... "Jawab ku singkat
" Ehm kamu dari kantor apa dari rumah.., lah montor mu mana.. ?! " Selidik Ibu lagi.
" Tak tinggal di kantor Bu, tapi kunci nya ada sama Emil.. Wong tadi Emil habis makan siang bareng nasabah terus tiba - tiba Mas Hardi sudah ada di lobi kantor, marah - marah gak jelas liat Emil keluar dari mobil nasabah, padahal kan gak sendirian... Emil bareng pak kepala cabang juga " Terang ku dengan butiran kristal bening menggenang.
" Loh ko bisa Mas Hardi seperti itu sih Mbak, kan sudah tahu kerjaan Mbak bagaimana "
Tanya Emran tak percaya.
" Gak tahu sih..., akhir akhir ini kecemburan nya berlebihan tanpa alasan..., malu aku di maki - maki di depan orang banyak , ada nasabah , klien dan teman kantor lagi ." Aku terisak pilu.
Ibu memeluk ku erat berusaha menenang kan perasaan ku.
" Sing sabar Nok.., sabar.. kamu harus kuat, ingat anak - anak.. ! " Bisik Ibu lembut.
Yu Tinah keluar memberitahu kan air mandi sudah siap , aku melangkah masuk, Ibu mengikuti ku dari belakang. Sesampai di depan kamar mandi Yu Tinah menyodor kan handuk bersih baru di ambil dari lemari dan sebuah daster lengan pendek .
Aku bersyukur di dalam tas kerja ku selalu ku bawa celdam bersih . Sudah menjadi kebiasa an ku sejak dulu selalu membawa celdam ganti di dalam tas ku. Aku sering merasa tak nyaman jika mau solat terus celdam terasa basah karena air atau hal lain.
Usai mandi tubuh ku berasa segar. Ku berikan baju berserta dalaman yang kotor ke Yu Tinah meminta nya untuk mencuci agar bisa aku pake besok berangkat kerja.
" Mbak habis dari pantai ya..?!, ini seragam nya banyak bekas pasir.. " Tanya Yu Tinah.
Ku angguk kan kepala ku untuk menjawab keingin tahuan Yu Tinah pembantu Ibu.
" Ka...., makan dulu, mumpung soto nya masih panas '' Ucap Eksan lembut , selepas keluar dari kamar mandi dan berjalan melewati meja makan . Dia satu - satu nya adik ku yang memanggil ku kaka.
Aku beranjak ke meja makan di sana, Emran Eksan dan Akmal sudah lebih dulu duduk menyantap soto.
" Ibu mana.., gak ikut makan ..?! " Tanya ku sembari mengedar kan pandangan mencari Ibu.
" Ibu gak makan malam Mbak.., mengurangi komsumsi nasi dan makanan manis juga untuk menjaga kestabilan gula darah. " Akmal menjelas kan.
" Eemmm... gitu.., maaf ya Mbak terlalu jauh jadi kurang perhatian sama kalian , terutama Ibu.. "' Sesal ku sesak.
" Jangan gitu Mbak.., kami gak merasa kamu seperti itu ko, kami maklum karena tinggal Mbak jauh dan lagi seorang isteri kan harus patuh sama suami "" Hibur Emran.
Ya Allah aku harus merasa sangat bersyukur memiliki Ayah dan Ibu yang pandai mendidik anak - anak nya. Orangtua yang selalu mengajari keluarga adalah satu kesatuan, satu sakit yang lain pun harus ikut merasa sakit, hampir tak pernah ada pertengkaran diantara kami kaka beradik.
" Vania apa kabar nya Mal.., Zuhdan ko gak di ajak kemari.. ?, mbak kangen sama comel nya " Ku pandangi Akmal mencair kan suasana.
" Alhamdulillah Vania baik, besok paling juga ke sini, tadi pas Ibu telefon meminta aku ke sini karena ada Mas Hardi, ibu bilang jangan bawa anak isteri mu, jadi aku ke sini sendirian " Jeals nya.
Kuanggukan kepala ku sembari tersenyum.
Sebelum aku bertanya Emran sudah lebih duu menjelaskan.
" Istiana ada jadwal malam Mbak,.sebelum aku ke sini Dia sudah berangkat lebih dulu, Kesya juga pas aku ke sini sudah dikelonin sama mbah uti nya " Jelas nya kepada ku .
Selesai makan kami berkumpul lagi di ruang keluarga, menjelang malam Akmal dan Amran pamit pulang karena besok pagi mereka harus bekerja.
Begitu pun aku pamit untuk masuk kamar yang kutinggal kan sejak menikah dan masih terawat rapi hingga kini.
Ku pandangi foto - foto masa kesendirian ku dulu yang terpajang di dinding kamar. Masa masa indah saat aku tak merasakan pedih nya berumah tangga.
Entah karena orangtua ku selalu terlihat rukun rukun saja atau karena selama ini beliau bisa menjaga untuk tidak bertengkar di hadapan anak - anak, yang kubayang kan dulu saat Mas Hardi meminang ku kehidupan rumah tangga ku akan sama seperti Ayah dan Ibu.
Kenyataan nya jauh panggang dari api.
Mas Hardi yang terlahir dari keluarga konglomerat nyata nya berbeda dengan
kami yang terlahir dari keluarga sederhana menurut kami , meskipun bagi tetangga kami
yang notabene orang kampung , menganggap kami sebagai priyayi agung . Sebutan warga kampung untuk keluarga yang terlahir dari trah darah biru .
Semua tak lantas menjadikan kami pribadi yang sombong karena Ibu yang selalu mengajarkan bahwa pada hakekat nya semua orang sama kedudukan nya . Ayah juga selalu memberi contoh untuk bersikap baik kepada sesama Makhluk ciptaan Allah , dan saling menghormati sesama .
-------------------------------
Selamat membaca readers semoga suka dengan karya ku
Jangan lupa tinggalkan kesan dengan Like , komen , vote , point dan jadikan favorit untuk mendapat up date setiap hari
Love you all 😘😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Michelle Avantica
yes I like this
2020-10-26
0
Nurainseptiaa
Semangat selalu thor
2020-06-16
0
gk masuk akal🙄
2020-05-21
0