Pagi pukul 04.45 bumi menangis sebegitu deras nya , petir melolong memekakan telinga Kulafadz kan Subhanallah berulang - ulang dalam simpuh ku selesai menghadap Allah di fajar yang belum lagi merekah . Suara Adzan subuh menggema Eksan mengetuk pintu mengingat kan untuk solat subuh tanpa Dia tahu aku sudah lebih dulu terjaga sedari pukul empat dan saat ini masih juga mengenakan mukena .
Kubuka pintu untuk memberitahu jika aku sudah terbangun sedari pukul empat pagi.
" Sudah bangun to Mbak .., kirain masih tidur " Ucap nya cengengesan . Lalu beranjak pergi menuju kamar mandi .
Aku ikut keluar mengambil wudhu lagi dan pergi menuju mushola yang hanya berjarak dua puluh meter di belakang rumah, ku ambil payung dan berjalan keluar rumah meski masih gerimis. Dingin menyergap tulang tubuh , kurapatkan tangan di depan dada sembari mendekap besi pegangan payung.
Di mushola baru ada beberapa jemaah yang datang sebagian sudah sepuh - sepuh ( tua ),
zaman telah berubah seperti nya, nilai agama sudah sedikit tergeser , dulu zaman ku remaja mushola di belakang rumah Ibu ku tak pernah sepi jamaah saat subuh pun meski hujan , tua muda berbondong - bindong menunaikan solat berjamaah.
Usai solat subuh sudah menjadi tradisi jamaah mulai dari yang shaff paling depan berjalan ke arah kanan untuk bersalaman dan bertukar sapa .
" Mbak Emil kapan datang...?! , sudah lama ya baru keliatan " Tanya Bu Ros tetangga belakang Ibu rumah.
" Kemarin sore Bulik.., ngapunten belum sempat mampir ke rumah " Jawab ku ramah.
'' Ndak papa kan sudah bertemu di sini., wah Mbak Emil nambah umur nambah cantik ya "
Puji Bu Ros kemudian di timpali oleh tetangga yang ikut berjamaah membuat ku bersemu.
" Bulik bisa aja nyenengin hati Emil.. " Jawab ku dengan wajah bersemu semerah tomat.
Obrolan kami berakhir saat gerimis mereda dan kami bergegas kembali ke rumah.
" Assallamualaikum.. ! " Sapa ku memasuki rumah dari pintu belakang.
" Wallaikumsalam " Jawab Yu Tinah yang sedang menyeterika seragam kerja ku.
Aku mendekat ke Ibu yang menikmati susu khusus untuk penderita diabet, ku salami dan kucium punggung tangan Ibu takzim .
" Kamu ndak tidur Mbak..?! " Selidik Ibu menatap kantung hitam di mata ku.
" Tidur Bu cuma sebentar satu jam'an " Jawab ku llirih .
" Kamu berangkat kerja ?! " Tanya Ibu lembut.
"In Syaa Allah bu , hari ini ada pertemuan dengan pak kawil , Emil gak ingin punya catatan hitam " Jelas ku.
" Yo wes sarapan dulu , nanti biar Akmal yang antar kamu " Ibu menepuk bahu ku lembut berdiri dari meja makan beranjak keluar .
" Gak usah Bu , nanti malah Akmal terlambat kerja.., jauh bu.., biar Emil pake grab aja "
Balas ku datar .
Saat kami sedang bercakap - cakap suara bel rumah berbunyi , Yu Tinah jalan ke depan membuka pagar rumah , sesaat terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah, ku fikir itu Akmal yang di minta Ibu mengantar ku , ternyata Mas Hardi bersama Daffa anak bungsu kami yang lantas menghambur ke pelukan ku dengan manja.
" Mamah kemana aja cih.. Daffa caliin Mamah gak ada, ke kantol Mamah udah pulang di lumah titi gak ada , ke uti juga gak ada " Tanya si bungsu polos.
" Adek.. kesini kemarin ?! " Selidik ku iba
Daffa mengangguk kan kepala nya.
" Iya cama Ayah , Ka zahwa , Ka Zalla cama Yu Inah " Jawab nya polos , memainkan kancing baju ku .
Ku cium ujung rambut anak lelaki ku dengan segumpal penyesalan karena kemarin tak sempat berfikir mengajak si kecil. Dia bergayut manja dalam pelukan ku .
" Adek sudah sarapan belum.. ? " Tanya ku lembut. Daffa menggeleng kan kepala nya pelan.
" Daffa mau makan cama mamah...! gak mau cama Yu Inah cama papah.. " Jawab nya polos. Aku menitik kan air mata. rasa bersalah menohok ku, betapa si kecil ini tak pernah lepas dari kemanjaan ku, seringkali membuat kedua kaka nya merasa iri karena hampir setiap permintaan si kecil selalu ku penuhi beda saat kaka nya yang meminta aku akan melihat lebih dulu seberapa penting nya permintaan mereka karena aku tak ingin anak - anak ku menjadi manja dan tidak mandiri jika aku selalu menuruti keinginan mereka.
Aku ambil secentong nasi dan telur dadar kesukaan nya, kutaburi bawang merah goreng dan kecap manis diatasnya, favorit si kecil .
" Sini mama suapin sayang " Ku masukan sesendok nasi ke dalam mulut nya. Daffa makan sangat lahap, aku sempat berfikir jangan - jangan semalam Dia tidak makan .
Mas Hardi berteriak memanggil si kecil dari ruang tamu. Ini yang tak ku suka dari nya. Setiap bertandang ke rumah Ibu, tak sekali pun Dia masuk ke dalam rumah , jangankan ke dapur ke ruang keluarga bahkan masuk ke kamar ku pun tak pernah di lakukan nya.
Dulu saat menikah , selesai ijab keluarga nya langsung memboyong ku ke rumah baru yang sudah dipersiapkan oleh mereka walau kami hanya menempati tiga tahun saja karena usaha Mas Hardi yang berkembang hingga mampu membeli rumah baru yang dua kali lebih besar dari rumah pemberian orang tua nya . Perilaku Mas Hardi itu yang membuat ibu ku terluka pada awal nya karena merasa menantu nya menghina kondisi rumah kami yang tak sebesar milik keluarga nya.
Setiap kali aku menanyakan sikap nya , Dia berdalih jika masuk ke dalam hanya akan mengingat kan masa lalu ku atas kedekatan ku dengan Mas Nano sebelum Dia menjadi orang ketiga diantara kami. Suatu alasan yang tak masuk akal bagi ibu ku. Hanya sekedar mengada - ada untuk menutupi kesan menghina kondisi ekonomi keluarga ku yang tak sebanding dengan keluarga nya menurut adik - adikku. Dan aku hanya bisa menahan rasa kesal saja. Protes pada nya pun hanya akan memperkeruh suasana.
" Daffa...! Ayo...cepetan nanti Papah terlambat ke kantor.. !! " Masih dengan volume tinggi tanpa merasa malu di depan adik dan Ibu ku.
Daffa turun dari pangkuan ku berlari ke depan menemui Papah nya . Meski masih kecil Dia sangat mengerti seberapa besar emosi Papah nya yang tak suka di bantah.
" Bentar lagi Pah.. Adek macih mau makan cama mamah ! " Rengek nya manja.
" Ya udah cepetan .. jangan pake lama.., ni sudah jam enam, dua jam lagi Ayah sudah harus di kantor !! " Perintah nya tegas.
Daffa beranjak masuk kembali , baru sampai ruang tengah Mas Hardi kembali berteriak " " " Dek suruh mamah mu berkemas juga " Keras nya dari ruang tamu.
" Mamah ikutan pulang ya.. ! " Pinta nya polos
" Adek berangkat duluan aja sama Papah , Mamah mau langsung ke kantor " Jawab ku lembut sembari menyuapi nya lagi.
" Bilang Dek berangkat bareng Papa sekalian jangan ngerepotin orang lain ! " Hardik nya keras , bahkan dengusn nya sampai ke dalam ruang makan .
Eksan yang duduk di meja makan bersama ku hanya menggeleng kan kepala nya. Yu Tinah mengelus dada nya , mendengar hardikan keras suami ku. Sementara Ibu bergumam .
" Gak ada sopan - sopan nya ,kalau gak melihat orangtua nya wegah aku ngasih puteri ku ke lelaki sekasar itu , heran wongtua ne tindak tanduk'e apik, alus ko anak'e koyo ngono, sombong.., angkuh ! " Kesal Ibu yang duduk di sofa ruang tengah .
Aku meraih seragam yang baru selesai di setrika Yu Tinah, masuk ke dalam kamar untuk berganti baju . Daffa masih di ruang makan bercanda dengan om nya.
Aku intip dari korden jendela kamar ku yang menghadap ke ruang teras, Mas Hardi masih sok sibuk menelfon klien klien nya, masih dengan wajah kesal , gelisah mondar mandir dari ruang tamu ke depan dan begitu sebalik nya.
Sepuluh menit kemudian aku sudah rapi dengan seragam ku plus mike up minimalis, aku gak suka dengan mike up yang berlebih membuat wajah ku berasa berat. Bersiap untuk keluar kamar. Ku edar kan pandangan ke dalam ruang kamar , mengambil nafas lalu menghembuskan nya pelan , berharap semua akan berakhir dengan lebih baik.
--------------------------------------------
Hai readera terimakasih untuk luang waktu mambaca karya ku.
Tolong tinggalkan kesan berupa Like, komentar, point dan vote nya.
Klik dan jadikan favorit untuk mendapat up date setiap hari
Love you all😘😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Nur
Hardiiiii...lo congong abis
2024-06-10
0
Michelle Avantica
haiiissh songong amat tuh menantu, pen gw jitak aja
2020-10-26
0
Taufik Daddy A͜͡ⁿᵘ
sombong kali kau... gak tau kau siapa gue...
2020-04-13
6