Tepat pukul 7 malam Gilang menjemput May. May bingung kenapa tiba-tiba Gilang memaksanya ikut ke padar malam. Tapi May enggan untuk bertanya lebih lanjut.
Suasana malam begitu cerah. May naik d boncengan motor matic Gilang. Bertanya-tanya dalam hati yang tak ada jawabannya. Sambil sesekali saling lempar obrolan receh untuk mencairkan suasana.
Tak mau terlalu kaku, Gilang sesekali merengkuh bahu May untuk tak terlalu jauh berjalan darinya. Tapi justru May kaget dengan perlakuan Gilang. Jantungnya berdegup kencang. Pipinya merona merah. May tak bisa mengendalikan perasaannya.
"Kita mau ngapain ke sini Lang?" pertanyaan yg sedari tadi ia tahan akhirnya terlontar begitu saja. Yang sebenarnya untuk menutupi rasa gugupnya.
"Ada bazar buku di sini. Aku pengen nyari buku yg bagus May. Kamu kan tau selera ku. Makanya aku ajak kamu kesini." Jawab Gilang tersenyum.
May balas tersenyum. "aku fikir kamu mau ajak aku naik kincir." balas May tetkekeh melihat Gilang yg kaget. Karena Gilang tau May suka sekali naik kincir.
"kamu mau naik kincir?" todong Gilang.
May diam. Bingung harus menjawab apa. Satu sisi dia mau banget naik kincir bareng Gilang. Satu sisi lain, dia malu mengiyakan ajakan Gilang.
Gilany yang tau betul kesukaan May, tanpa menunggu persetujuan dari si empunya badan langsung menarik May untuk mengantri tiket dan naik kincir. Sekali lagi May tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Tanpa mereka sadari, dibelakang mereka ada sepasang kekasih yg sedang ikut mengantri juga
Gilang yang sedang bercanda dengan May tak terlalu memperhatikan situasi sekitarnya. Sampai saat pandangan Gilang dan Anis bertemu. Gilang yang menyadari keberadaan Anis dengan kekasihnya langsung mengalihkan pandangannya. Berusaha menghindar dari situasi canggung untuk dirinya. Sementara May yang menyadari ada ketidak beresan, berusaha mengedar pandangannya. Menyapu setiap sudut di sekitar mereka. Hingga May menemukan sepasang kekasih yg juga tengah mengantri naik wahana yang sama. Sesaat May tanggap akan perasaan Gilang dan membisikkan sesuatu padanya. "Kalo kamu gga nyaman, kita pulang aja. Atau langsung ke bazar buku" Tawar May.
Gilang sadar May akan kecewa. Bagaimana pun dia yang memaksa May ikut. Dan Gilang tidak mau membuat sedih sahabatnya. Gilang menggeleng dan tersenyum. Seolah memberi tahu May bahwa dia baik-baik saja.
May tahu jelas apa yg sahabatnya rasakan. Tapi dia diam. Sambil May genggam tangan Gilang. Seolah memberi kekuatan pada sahabatnya. Yang sebenarnya juga ia terluka karena sahabatnya tak pernah sadar kalau selama ini May menyukainya.
Sampai akhirnya meraka naik dan ada di puncak, Gilang memeluk pundak May. Sekali lagi, May di buat salah tingkah dengan sikap manis Gilang. Mereka menikmati pemandangan kota sambil mengobrol ringan diatas wahana.
Tanpa sadar, May menyandrkan kepalanya di bahu Gilang. "Lang, biarin aku sebentar aja nyandar di pundak kamu yaa." lirih May dengan ucapannya.
Seperti biasa. Gilang mengangguk dan tersenyum. Membiarkan tubuh mungil itu bersandar nyaman di bahunya. Menikmati semilir angin yang menerpa di ketinggian. Sambil memandang kerlap kerlip lampu rumah penduduk tempat mereka tinggal.
Gilang tak mau larut dalam sedihnya. Ia tahu May akan ikut sedih saat melihatnya sedih. Yang ia tak tau adalah May sedih karena Gilang tak pernah menyadari perasaannya.
🌹🌹🌹
May diantar Gilang pulang. Rencana awal yang akan mengunjungi bazar buku lalu berbelok ke wahana kincir dan terjadi tragedi yang tidak Gilang inginkan. Dan berujung gagal mencari buku.
May duduk menyandar pada headboard tempat tidur. Ia membayangkan kembali kejadian tadi. Saat Gilang merangkul bahunya. Dan ia menyandar nyaman di bahu Gilang. Tanpa terasa semua yang ia bayangkan mengantarnya ke alam bawah sadarnya.
Berbanding terbalik dengan May. Gilang yang mengingat Anis bersama kekasihnya, mendadak murung dan terjaga. Padahal jam sudah menunjukan angka 11 malam. Gilang bisa saja mengacuhkan Anis saat itu. Tapi hatinya menolak. Hatinya sakit saat melihat mereka bersama.
Bulir bening memupuk di ujung mata indahnya. Bersaing ingin terjun bebas dari sudut matanya. Tapi Gilang bukan lelaki yang lemah. Ia sadar selama ini menyiksa perasaan sendiri. Dan bertekad keras untuk melupakan Anis.
Tepat jam 1 dini hari, Gilang baru bisa memejamkan matanya. Tubuh dan perasaannya terlalu lelah untuk tetap terjaga. Ia sudah tak peduli akan sesak di dadanya. Ia hanya ingin mengistirahatkan tubuhnya.
Seminggu berlalu. Gilang sedikit bisa melupakan Anis. Tentu dengan dukungan May di belakangnya. May yang selalu setia untuk support kegiatan move on sahabatnya mulai bisa tersenyum lega saat tahu Gilang bisa sedikit melupakan Anis.
Tapi.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
zigzag
bagus
2021-02-27
0
Hanna Devi
like yaa 🤭
2021-02-25
0