Jia merasa semakin hari dirinya terus dibuat hancur, oleh sebuah fakta bahwa rasanya tidak akan pernah terbalaskan. Bahkan mungkin tidak pantas, pikirnya. Segala yang telah lama terjalani bersamanya, menjadi bias candu yang tak kunjung temu usai.
Malam ini, waktu menunjukan pukul setengah sepuluh lebih dua menit . Jia sama sekali belum memejamkan matanya. Maniknya masih sibuk memandangi jam dinding, dengan pikiran kosong meracau bebas. Ia berharap hari esok bisa secepatnya tiba. Sudah tidak sabar ingin segera menemui neneknya, dan juga bertemu dengan sahabat lamanya disana.
Jia meraih ponselnya diatas nakas. Mencari satu kontak berbintang, yang memiliki tanda sering ia hubungi.
"Mah, besok jadi kan?"
"Ya ampun Adek, kirain Mamah siapa malam - malam begini nelpon!"
"Maaf Mah, Jia males keluar kamar. Tapi beneran jadi kan besok?"
"Iya jadi pasti, emang kenapa kamu nanya itu?"
"Enggak, cuma pengen mastiin aja. Udah gak sabar Jia pengen ketemu sama Nenek!"
"Kita disana gak akan lama, Dek. Tiga hari cukup buat silaturahmi sama kerabat, dan sahabat kamu disana juga."
"Yah, sebentar banget. Kirain bakal semingguan kita nginep disana."
"Kamu kan sekolah, Dek. Tiga hari juga kamu udah banyak ketinggalan materi mata pelajaran."
"Iya si. Tapi kok, Jia malah kepikiran pengen tinggal disana ya, Mah."
"Kamu ini ngaco! Ngapain pengen tinggal disana, ada - ada aja."
"Iya Mah, Jia serius. Pengen nemenin Nenek, kasian kan dia tinggal sendirian terus."
"Nenek gak sendiri, masih ada Bibi kan disana. Lagian kerabat - kerabat Mamah yang lain, juga sering nengokin Nenek. Kamu gak perlu khawatir, tetangga - tetangga Nenek disana juga orangnya baik - baik."
"Tapi Mah, Jia pen-...."
"Udah, kamu cepat tidur gih. Besok kesiangan, baru tahu rasa ditinggalin pergi!"
"Hmm iya Mah, Jia mau tidur. Selamat malam, Mamah."
"Iya, malam. Jangan lupa nyalain alarm! Biar gak repot nanti Mamah harus bangunin kamu."
"Iya Mah, udah kok."
Jia mematikan sambungan teleponnya. Saat ini dia terlalu malas untuk sekedar pergi keluar kamar, menemui Mamahnya. Jia kira lebih baik ia berbicara lewat sambungan telepon. Jika harus menghampiri mamahnya langsung, pikirnya itu akan sangat menggangu. Keadaan yang memang sudah larut malam, dan sangat memungkinkan semua orang telah terlelap dalam tidurnya.
Sempat terlintas dalam benaknya, bahwa pindah sekolah akan membuat keadaannya saat ini menjadi lebih baik. Ia tidak akan lagi dibuat cemburu, dibuat sakit sendiri, melihat Azka dekat dengan perempuan lain. Bahkan gosip murahan, tengah gencar memperbincangkan kedekatan Azka dengan kakak kelasnya. Kak Maelani yang memiliki jabatan sebagai sekretaris OSIS, dikabarkan sudah kian dekat dengan Azka. Belum tuntas rasa irinya terhadap sosok Rania, kini harus bertambah dengan sosok sekretaris OSIS yang terkenal cantik, anggun, dan lemah lembut itu. Belum lagi saingan - saingan lain, yang juga sering memperebutkan Azka. Jia benar - benar dibuat stres, timbal balik dari sebuah perasaan yang ia berikan untuk Azka, tidak sesuai harapan. Ingin mengungkapkan, tapi gengsinya berkata tidak mungkin. Jia sangat ingin lari dari setiap kenyataan yang menimpanya, saat ini.
...∻∻∻...
Jalanan menuju Panglame pagi ini, sedikit tersudut macet. Pak Kardi bersama keluarga terus mengumpat kesal. Pasalnya, jam sudah menunjukan pukul sebelas siang lebih empat belas menit. Sudah hampir tiba waktunya untuk makan siang. Perut mereka sudah mulai bersuara keroncongan, minta diisi. Tadinya mereka berniat ingin mampir ke restaurant Asih Mangani. Tapi keadaan yang tidak memungkinkan untuk bisa cepat sampai disana. Akhirnya, di dalam mobil mereka hanya bisa memakan bekal bawa dari rumah.
Pukul tiga sore, barulah mereka sampai di rumah Bu Eti, neneknya Jia. Melihat siapa saja yang datang ke rumahnya, Bu Eti bersorak gembira. Langsung menyambut hangat kedatangan mereka. Raut wajahnya begitu menampakkan eksperi gembira. Memang sudah lama sekali Pak Kardi dan Bu Mila tidak berkunjung ke rumah Bu Eti.
Jia sebagai cucu kesayangannya itu, langsung lari berhambur ke dalam pelukan neneknya. Dia Benar - benar sangat rindu dengan nenek satunya ini. Bu Eti adalah nenek Jia dari Bu Mila. Sedangkan nenek dari ayahnya, sudah lama tiada.
"Ya ampun, cucu - cucu Nenek sudah pada besar rupanya. Ilham, Nenek dengar kau pun sudah mau punya istri kan?"
"Iya Nek, minggu depan tunangan. Hufftt!" timpal Alena. Di iringi dengan tawa renyah, orang seisi rumah.
Ilham hanya diam, tetapi hatinya berisik, mengumpati kelakuan adek tengil nya itu. Dia sama sekali belum punya niat, untuk membawa Nely pacarnya, ke jenjang yang lebih serius. Walaupun memang selalu ada desakan dari orang tuanya, untuk segera menikah. Tapi Ilham merasa, dirinya masih belum sepenuhnya mapan, untuk bisa terjun mengarungi bahtera rumah tangga.
Seusai bertegur sapa, bercerita banyak hal, untuk saling melepas rindu. Keluarga Pak Kardi diajak oleh Bu Eti untuk menyantap makan malam. Kali ini, Bu Eti tinggal tidak sendirian di rumahnya. Ia ditemani oleh kerabat dari Bu Mila, yang juga sama - sama sudah lama menjanda.
"Mba Wim, kenapa bisa sampai seperti ini?"
"Udah biasa lah, Mil. Rumah tangga yang gak berlandaskan kejujuran, emang susah awet. Tiap hari Mba dibohongin terus. Ngomongnya lembur semalaman kerja, padahal kelakuan bejad godain wanita lain."
"Ya ampun, kok bisa sih Mba. Kirain Mas Pian gak kayak gitu. Padahal dia kan dulu penuh perjuangan banget, buat dapetin Mba."
"Itu yang Mba sayangkan banget, Mil. Bener - bener gak nyangka dia bisa berulah sedemikian rupa. Tampangnya doang yang seolah menjanjikan, Mil. Hatinya itu yang lebih dari busuk." tutur Wimna, sembari matanya mulai berkaca - kaca.
Pak Kardi dan Bu Mila merasa tidak enak dengan Wimna, begitu juga dengan ketiga anaknya. Mereka menjadi canggung, untuk bersantap makanan yang ada di depannya. Padahal sedari tadi, jelas mereka sudah merasa lapar. Tapi kemudian, Bu Eti mencoba mencairkan suasana awkward di antara mereka. Bu Eti mulai kembali bergurau, menggoda ketiga cucunya. Membuat keadaan seketika kembali menghangat.
...∻∻∻...
Jia benar - benar merasa kelelahan hari ini. Selepas melaksanakan Shalat Isya, dia langsung pergi ke kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya. Pikirnya, besok pagi ia harus menemui teman - teman masa kecilnya disini. Teman - teman yang sudah ia rindukan dari dulu.
Ketika hendak memejamkan mata, tiba - tiba Jia mendengar bunyi ledakan dari kamar sebelah. Suara itu terdengar jelas dari kamar neneknya, yang kebetulan bersebelahan dengan kamar yang Jia pakai. Sesegera mungkin ia menghampiri kamar neneknya itu, untuk memastikan apa yang sedang terjadi.
"NENEK!!!"
...✎﹏𝔻𝕊...
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
.......
Thanks udah mau mampir😊
Sorry for typo and absurd🙏
Menerima kritik dan saran☺️
Jangan lupa like, vote, and comment🙃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
@Farhan Muiz
Ya kren
2022-10-06
2
Indra H
Next, semangat💚
2022-10-05
3
M Solah
Semangat, lannjut terus 😅
2022-02-13
4