BAB 18

Azka mengernyitkan dahinya, beberapa buah buku resep masakan telah tertata rapi di meja belajar nya. Sore ini ia baru saja pulang dari rumah Nandra, untuk merencanakan persiapan pertandingan basket antar kelas, besok.

Melihat Azka sudah pulang, Bu Noni langsung menghampiri dan memeluk anak semata wayangnya itu. Bu Noni begitu menyayangkan dirinya, belum bisa menjadi sosok Ibu yang baik bagi anak satu - satunya ini.

"Kamu sudah pulang sayang, gimana lancar tadi rencanain buat tanding besok?" ucap Bu Noni, sembari mengusap lembut pucuk kepala Azka.

"Ya gitu Bun. Cuman sayang banget, Lucky sama Hendi nya besok gak bisa hadir."

"Oh yah, kenapa mereka sayang?"

"Biasalah. Azka udah gak aneh lagi sama tingkah mereka. Kalau lagi males, ya gitu suka cari - cari banyak alesan."

"Emh, ternyata mereka gitu ya."

"Iya Bun. Tapi gak papa lah, cuman tanding antar kelas doang kok."

"Iya sayang, yang terpenting kamu gak boleh ikut males - malesan seperti mereka ya."

Azka hanya mengangguk, tanda mengiyakan perkataan Bu Noni itu. Azka heran kenapa Mamahnya bisa berada di dalam kamarnya. Hal itu jelas tidak biasanya, bagi Azka. Ayah dan Bunda nya itu, selalu tidak pernah lepas dari menyibukan diri di dunia perbisnisan. Sehingga waktu senggang bersamanya, Azka rasa itu sangat mudah untuk dihitung.

Tapi sekarang, hal seperti ini sudah menjadi sesuatu yang langka bagi Azka. Ibunya menyempatkan diri untuk melihat - lihat kamarnya. Hal itu membuat dirinya sedikit merasa senang. Mungkin Bu Noni kira, kamar anak laki - laki akan begitu berantakan tak terurus. Tapi Bu Noni lupa, bahwa anak semata wayangnya itu telah terbiasa sendiri, mandiri, sejak kecil.

Azka sudah begitu terbiasa dengan setiap kesibukan orang tuanya. Namun sama sekali hal itu tidak membuatnya menjadi anak pembangkang, karena kurang kasih sayang. Tapi justru itu membangun jati dirinya, menjadi pribadi mandiri penuh kedisiplinan.

Azka melihat wajah Mamahnya sekilas, lalu memberikan senyuman penuh ketulusan padanya. Beberapa detik kemudian, tatapannya kembali tertuju pada sesuatu yang ada di meja belajarnya. Azka berjalan, menghampiri meja belajarnya itu.

"Ini apa Bun?"

"Itu buku resep memasak sayang. Sengaja buat kamu, Bunda beliin tadi."

"Loh, buat apa? Azka gak butuh buku kayak gini, Bun."

"Ya jelas kamu butuh sayang."

"Buat apa? Masih ada Bi Cici kan yang masak di rumah kita." pungkas Azka, setengah terheran - heran dengan tingkah bundanya itu.

"Atau Bunda secara tidak langsung, ingin menyuruh Azka untuk mandiri juga dalam hal seperti ini?" tambahnya lagi, hampir merasa kesal dan sedikit menekankan setiap nada perkataannya.

Bu Noni menghela nafasnya kasar. Dugaannya tentang hal ini, pasti dan sepertinya memang benar terjadi. Bu Noni tahu, Azka pasti tidak akan mau setuju, dengan keinginan dan harapan besarnya ini. Tapi apa mau dikata, semuanya demi kelancaran bisnisnya. Akhir - akhir ini selain menggeluti dunia bisnis butik atau fashion merchendizing. Bu Noni juga ikut andil dalam perbisnisan food marketing. Harapan Bu Noni kedepannya, bisnisnya itu bukan hanya memasarkan. Tapi ingin bisa juga menjadi bagian agen produksi. Keinginannya semakin kuat, berharap suatu saat nanti bisa mendirikan sebuah restaurant. Memiliki koki atau chef dari bagian keluarganya sendiri, dan harapan satu - satunya itu adalah Azka.

Mendengar penuturan Mamahnya, Azka hanya bisa mendengus kesal. Bagaimana bisa pikirnya, dalam hal seperti ini saja orang tua nya masih memikirkan kepentingan bisnisnya, dibandingkan mencari tahu keinginan anaknya sendiri seperti apa. Mereka bahkan tidak pernah tahu hobi Azka, warna favorit Azka, makanan kesukaannya, apalagi mengetahui cita - cita Azka. Kedua orang tua nya benar - benar tidak ada waktu untuk hal itu, untuk sekedar mendengarkan keinginan anaknya mereka tidak sempat. Lebih tepatnya tidak menyempatkan! Justru Azka sedari kecil, selalu dipaksa untuk memenuhi keinginan orang tuanya, sampai saat ini.

Bu Noni mengatakan, Azka harus bisa menjadi bagian sukses dalam rancangan bisnisnya. Secara tidak langsung, dia ingin menjadikan Azka sebagai chef di rencana masa depan nya nanti. Bu Noni ingin Azka belajar menjadi koki dari sekarang. Biar nanti tinggal memperlancar bagian prakteknya. Walau bujukan bundanya itu nampak lembut terdengar, namun justru begitu tajam menusuk kedalam ulu hatinya. Hal seperti ini lah, yang justru selalu membuatnya tidak bisa membangkang keinginan orang tuanya. Namun kali ini, Azka sudah tumbuh menjadi remaja pubertas. Memiliki emosi labil, dan tingkat keegoisan yang cukup tinggi. Biasanya, ia akan langsung luluh dan patuh menuruti keinginan orang tuanya. Tapi tidak untuk saat ini, mendengar penuturan bundanya, Azka lebih memilih pergi keluar kamarnya. Meninggalkan Bu Noni yang tertunduk lesu, merasa bersalah pada anaknya itu.

...∻∻∻...

Jia berada di pekarangan rumahnya, nampak sedang bermain - main bersama kedua saudara kembarnya. Hanin dan Hanan, hari ini datang berkunjung ke rumahnya. Mereka berdua adalah anak dari bibi Jia. Umur Hanan dan Hanin masih sangat kecil, mereka masih termasuk golongan BATITA.

Namun di tengah asiknya Jia mengasuh mereka, tiba - tiba saja Hanin menangis. Jia tidak tahu, alasan dia menangis kenapa. Hanin terus saja menangis tiada henti, sampai - sampai Hanan pun hampir saja ikut menangis melihat Hanin.

Jia pasrah, tidak bisa menenangkan mereka. Pikirnya, lebih baik ia masuk kedalam, dan mengembalikan mereka pada bibinya.

"Kenapa, Ji?"

"Ini gak tahu kenapa Bi, dari tadi Hanin nangis."

"Uluuh, cup, cup. Anak Mamah kenapa nangis, hmm. Sini, sini!"

Kali ini Hanan benar - benar ikut menangis, karena merasa iri tidak digendong Mamahnya. Jia bingung sekaligus pusing, mendengar rengekan mereka. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi saja, kembali menuju pekarangan rumahnya.

Jia melihat Hanin dari jauh masih saja menangis, dengan tangan yang terus menunjuk ke arah semak - semak. Jia merasa heran dengan apa yang ada dibalik semak - semak itu, sehingga membuat Hanin menangis. Jia pun mencoba melihat dan mengecek, namun tidak ada apa - apa disana. Hanya melihat Azka dari seberang sana, yang terlihat nyengir kuda kearahnya.

Jia tahu, Azka lah pelaku dari semua ini. Ia tahu, Azka tadi pasti sudah menakut - nakuti Hanin dari balik semak - semak ini. Benar saja, sesaat muncul satu notif di handphone Jia, dan itu adalah sebuah pesan singkat dari Azka.

'Maaf, tadi aku mengganggu saudara kembarmu. Abis lucu banget, hheee.'

Menanggapi hal itu, Jia hanya bisa memutar bola matanya malas, tanpa berniat ingin membalas pesannya. Pikirnya, tidak ada kerjaan banget Si Azka, berani menakut - nakuti saudaranya.

Jia memang benar, Azka saat ini sedang tidak ada kerjaan. Istilah nya gabut, tapi lebih tepatnya ingin menormalkan pikirannya yang sedang kalut. Sedari tadi masih memikirkan perkataan dan keinginan mamahnya.

Jujur saja, Azka benar - benar ingin menceritakan hal ini pada Jia. Hanya dia satu - satunya, yang bisa membuat Azka tenang dari setiap permasalahan yang menimpanya. Tapi saat ini, Azka tahu betul dengan sikap Jia. Azka tahu perasaan marah Jia padanya, karena telah berani menyembunyikan semua tentang Rania darinya. Azka paham dengan hal itu, dan dia benar - benar menyesal telah berani tega menyembunyikan hal ini dari sahabatnya.

...✎﹏𝔻𝕊...

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

Thanks udah mau mampir😊

Sorry for typo and absurd🙏

Menerima kritik dan saran☺️

Jangan lupa like, vote, and comment🙃

Terpopuler

Comments

@Farhan Muiz

@Farhan Muiz

Next up terus

2022-10-06

3

Indra H

Indra H

Rangkaian kata nya manis bnget, sama kayak si penulis nya 😍😅💖

2022-10-05

3

Ndin 579

Ndin 579

wih keren banget😍😍😍

2022-09-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!