BAB 16

Dari jauh Jia nampak terburu - buru menghampiri Azka. Sementara yang dituju, tengah asik sendiri memainkan Bola Volly.

"Ka, please tolongin. Buruan!"

"Eh, kenapa, Ji?"

"Udah, ayo!"

Jia menarik tangan Azka secara paksa. Membuat Azka setengah terhuyung hampir terjatuh. Jia membawa Azka menuju ke toilet putri. Azka begitu terheran - heran, dan sempat melemparkan pertanyaan, tapi Jia tidak mau menggubris.

"Ji, kenapa? Ada apa?"

"Ini kita mau kemana?"

"Eh, mau ngapain ke toilet putri?"

Bukannya menjawab, Jia malah semakin mempercepat langkahnya. Sesekali dia terlihat menghentakan kakinya, sambil mulutnya terlihat berkomat - kamit, seperti tengah menyumpah - serapahi sesuatu.

Nampak ramai sekali suasana di dalam toilet putri. Hingga Jia dan Azka terpaksa harus menerobos kerumunan siswa - siswi yang tengah berkumpul ricuh. Beberapa dari mereka berdecak kesal, kala melihat Jia yang berjalan seolah tidak mempunyai mata. Asal injak saja sana - sini, dan tepat mengenai kaki mereka.

Dapat terlihat oleh sudut mata Azka, ada dua orang wanita seperti tengah bertengkar di dalam toilet itu. Saling menjambak rambut, satu sama lain. Sesekali mereka melemparkan omelan - omelan pedas, khas wanita bertengkar yang sedang memperebutkan sesuatu.

"Azka, punya gue!"

"Tolol lu. Mana mungkin Azka mau sama upik abu, kayak lo!"

"Heh! lu kalo mau ngomong begitu, ada baiknya ngaca dulu! Siapa yang lebih pantas di bilang upik abu, bego!"

"Emang gak mungkin banget kan, Azka mau sama orang pas - pasan and murahan kayak gitu. Udah miskin, norak lagi lo!"

"Woy. Jaga mulut lo, ya!"

Pertengkaran itu terjadi semakin hebat. Ditambah lagi geng dari setiap oknum pelaku itu, ikut andil menimpali pertengkaran yang terjadi. Bukannya melerai, seluruh siswa - siswi yang kedapati tengah menonton peristiwa itu, malah bersorak kegirangan. Seolah mengadu pertandingan, mereka memilah - memilih dukungan mana yang harus menang.

Azka yang melihat hal itu, seketika paham maksud Jia membawanya kemari. Azka tahu betul dengan kedua orang wanita yang tengah berselisih paham itu. Perangainya sudah tidak lain, ingin kembali memperebutkan dirinya. Kedua perempuan itu juga tidak asing bagi Azka. Gresa dan Agni, yang sudah lama mengincar dirinya, namun selalu ia tolak mentah - mentah. Selain mereka bukan tipenya, setidaknya sedikit jual mahal pun juga diperlukan, pikirnya. Tidak munafik, Azka juga merasa begitu bangga dengan dirinya sendiri, bisa sampai diperebutkan seperti ini. Tapi tentu, perempuan seperti mereka itu terlalu murahan baginya. Azka sama sekali tidak tertarik, dengan tingkah perempuan yang terlalu berlebihan menafsirkan rasa cinta. Mereka terlalu memaksakan diri, ingin memiliki dirinya.

Jia melepaskan tautan tangannya, dan melihat ke arah Azka, dengan tatapan yang sulit diartikan. Menghembuskan nafas kasar, lalu pergi meninggalkan kerumunan orang - orang itu. Bertepatan dengan datangnya seorang guru, yang sudah pasti pikir Jia akan melerai sebuah pertengkaran itu.

∻∻∻

Dari mulai jam pelajaran kedua, hingga sekarang menginjak jam pelajaran terakhir. Jia tidak bisa memfokuskan diri, pada materi apa yang di sampaikan gurunya. Memorinya terus memutar sebuah fakta - fakta tersembunyi, mengenai orang yang selama ini gencar mengisi hatinya. Otaknya juga tidak bisa berhenti memikirkan tentang satu nama itu, yang baru - baru ini sedikit membuatnya kecewa.

Sadari tadi Jia nampak sibuk memainkan pensilnya, dengan pikiran kalut yang tidak karuan melayang kemana - mana. Tanpa ia sadari juga, seseorang sudah lama memperhatikan dirinya dari luar jendela. Mengembangkan senyuman manis, dan sedikit berharap Jia bisa kembali melihat kearahnya. Namun memang, Jia sama sekali tidak menyadari hal itu.

"Oke anak - anak, untuk pelajaran kali ini, kita cukupkan dulu sampai disini ya! Jangan sampai lupa, tugasnya kalian kerjakan. Untuk minggu depan, jika kemungkinan free class. Tugasnya kalian kumpulkan saja ke ketua murid dan simpan di meja Bapak. Eh iya, ketua murid nya disini siapa?"

"FARHAN, PAK!"

"Farhan yang mana, coba angkat tangan! Maaf, Bapak belum begitu kenal sama anak - anak kelas sepuluh."

"Ini Pak, saya!"

"Nah iya kamu Farhan. Setelah ini ikut Bapak dulu ya ke ruang guru, mau ada urusan penting dulu sebentar. Kalian yang tidak ada kepentingan boleh pulang duluan, kecuali yang ada jadwal ekskul, ikutin dulu kegiatannya. Baik, untuk mengakhiri pelajaran hari ini, mari kita ucapkan dulu hamdalah bersama - sama!"

"ALHAMDU LILLAHI RABBIL 'ALAMIN ."

"Lanjut, seksie kerohanian pimpin do'a!"

"Baik Pak. Oke teman - teman, sebelum pulang alangkah lebih baiknya kita berdo'a terlebih dahulu dalam hati masing - masing. Berdo'a untuk kemudahan bersama, dengan khusyu dan tawadhu. Berdo'a, dipersilahkan!"

"........"

"Ucap salam!"

"ASSALAMUA'LAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH."

Setelah Pak Hadi keluar, diikuti oleh Farhan si ketua murid. Tiba - tiba seseorang yang kedapati sedari tadi memperhatikan Jia, masuk ke dalam menghampiri dirinya.

"Hey, Ji!"

"Eh, iya. Kenapa Van? Ada apa?"

"Hhe, enggak."

"Lah, kirain ada perlu."

Jia setengah terheran - heran dengan tingkah Devan, yang bisa tiba - tiba saja berada dalam kelasnya. Herlin yang melihat dan mengetahui gelagat Devan akan seperti apa, langsung menarik Jia keluar kelas menjauh dari sana.

"Ji, lo dengerin gue ya. Jangan pernah mau berhubungan sama Devan. Dia orang gak bener Ji, tukang ngadu taruhan. Gue tahu dia mau ngapain sama lo. Diajak pulang bareng, dan kalo lo gak mau, harga diri lo taruhannya."

"Apaan sih Lin, siapa juga yang mau berhubungan sama Devan. Ngaco lo! Lagian juga belum jelas kan dia mau ngapain. Asal simpulin aja!"

"Udah jelas banget Ji, dia mau ngapain. Gue kenal dia udah lama. Devan itu tipe orang yang cuma suka main - main doang. Korbannya juga udah banyak. Jangan sesekali lo layanin dia. Lo harus selangkah lebih hati - hati Ji. Jaga - jaga dari sekarang! Nanti keburu masuk perangkapnya, kalo lo terlalu welcome sama dia!"

"Hha, iya, iya, Herlin. Serah lo, gue mau nurut aja. Gak bakalan gue layanin tuh Si Devan. Tapi lo juga jangan gampang nyimpulin gitu dong! Siapa tahu kan Devan ada niat lain tadi."

"Ah, udah. Pokoknya gue tahu betul niat dia apaan. Lo harus percaya sama gue Ji!"

Jia hanya mengendikan bahunya, tanda tak peduli. Pikirnya siapa juga yang mau pulang bareng Devan. Lagian juga dia biasanya pulang sama Azka. Mengenai apa yang dibicarakan Herlin, Jia merasa tidak percaya sekaligus tidak peduli. Devan dalam pandangannya, seperti sosok orang baik - baik. Tapi Herlin mungkin memang lebih tahu segalanya tentang Devan.

Jia memilih pergi meninggalkan Herlin. Berjalan menuju parkiran sekolah, dengan niat menunggu Azka disana. Sembari duduk di atas lantai, Jia kembali bergulat dengan pikiran dan perasaannya. Menimbang tentang perasaan apa sebenarnya, yang tengah ia rasakan pada Azka. Akhir - akhir ini, setiap kali dia melihat Azka dekat dengan perempuan lain, timbul rasa tidak rela, sakit hati, seperti timbul bara api dalam hatinya. Jia sama sekali tidak menyangka, jika dirinya bisa memiliki perasaan lebih terhadap sahabatnya itu. Tadi saja melihat Gresa dan Agni bertengkar memperebutkan Azka, rasanya Jia sudah tak kuasa ingin menangis. Apalagi setelah melihat Azka yang tampak baik - baik saja, menyaksikan hal itu. Jia pikir, Azka akan turun tangan melerai dan memarahi mereka tadi. Tapi buktinya, Azka diam seolah merasa bangga dirinya bisa jadi rebutan.

...∻∻∻...

...✎﹏𝔻𝕊...

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

.......

Thanks udah mau mampir😊

Sorry for typo and absurd🙏

Menerima kritik dan saran☺️

Jangan lupa like, vote, and comment🙃

Terpopuler

Comments

@Farhan Muiz

@Farhan Muiz

Cheer up baby😂

2022-10-06

1

Indra H

Indra H

Semangat up terus ya girl💕

2022-10-05

1

Ndin 579

Ndin 579

💘💘💘💘💘💘💘

2022-09-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!