Sudah 3 hari Omira dirawat di rumah sakit, dan selama 3 hari itu pula Zhafir selalu datang disore hari dan pergi dipagi hari kala Pak Joko dan bu Mirna sudah datang.
Tidak ada keakraban yang terjadi diantara Zhafir dan Hilya, setelah Zhafir mendengar doa Hilya waktu itu.
Tapi terhadap Omira, Zhafir selalu bisa membuat anak itu bahagia dan merindukan kehadirannya sebagai seorang papa.
Zhafir masih berfikir keras bagaimana caranya untuk menghapus luka itu dan mengganti dengan kebahagiaan untuk mereka semua.
Hari ini Omira sudah bisa pulang, Dia sudah benar - benar sehat.
"Omira sudah siap?!"
"Ayo kita berangkat, hari ini papa ajak jalan - jalan, ok?!"
"Ote papa" jawab gadis cilik berkompeng itu merentangkan tangannya minta digendong.
Pak Joko dan bu Mirna tidak menjemput karena permintaan Zhafir ingin mengajak Omira sekedar jalan - jalan.
Zhafir berencana mengajak Omira ke Mall, menyenangkan Omira. Dia sudah bertekat apapun yang terjadi, Omira adalah prioritasnya walaupun Hilya menolak kehadiran dirinya.
Dia akan berusaha memenuhi semua keinginan Omira karena dia adalah peninggalan satu - satunya dari sang kakak.
Menggendong gadis kecil itu, lalu menoleh kepada Hilya.
"Ayo Hilya,,,,, kita akan bersenang - senang, nikmatilah hidup ini." ucapnya pelan membujuk agar Hilya merasa nyaman dengannya.
Demi kebahagiaan anaknya Hilya pasrah dan mengangguk saja.
Zhafir menggenggam tangan Hilya, menariknya keluar dari ruangan menuju Mall seperti yang sudah direncanakan Zhafir.
Pak Bagas yang ada dibelakang mereka sedikit mengurai senyum dibibir.
"Mereka terlihat seperti keluarga yang harmonis, srmoga saja niat muliamu ini di Ridhoi Penciptamu tuan Zhafir, dan semoga kau tenang dialam sana tuan Zachary!!!" batinnya dalam hati sambil mengikuti langkah mereka.
Disepanjang perjalanan menuju Mall xx, mereka hanya saling diam tanpa suara, sementara Omira terlelap dipangkuan Hilya setelah 5 menit mobil berjalan.Mereka duduk bersisian, Zhafir masih tetap fokus pada layar handponenya sementara Pak Bagas fokus mengemudi.
Ada banyak pertanyaan dibenak Hilya, siapa sebenarnya tuan Zhafir dan kenapa dia begitu perduli terhadap mereka terutama Omira.
Dia harus memperjelas semua ini, dia tidak mau terus bergantung kepada Zhafir, apalagi Omira putrinya.
Dia tidak mau suatu saat merasakan kecewa dan sakit hati. Percaya dengan orang asing begitu saja rasanya tidak akan bisa.
Pengalaman pahit mengajarkan dia untuk tidak terlalu mempercayai orang sepenuhnya.
💞
💞
💞
Mereka telah sampai di parkiran Mall, Pak Bagas membukakan pintu untuk tuannya Zhafir, lalu setelah itu beralih kesisi Hilya untuk membukakan pintu.
Namun Hilya sedikit sulit untuk turun karena sedang memangku Omira.
Zhafir yang melihatnya bergegas membantu, di gendongnya Omira dan dibangunkannya pelan, memberi bujuk rayu memabukkan agar gadis kecil itu, segera tersadar dan bangun dari tidurnya.
Dan benar saja Omira langsung terbangun kala mereka memasuki Mall, terdengar suara anak - anak bermain. Ya begitu pintu Mall kembali tertutup, Omira menjerit senang setelah mendapati arena permainan anak yang cukup besar didepan matanya. Zhafir hanya menggelengkan kepala melihat tingkah lucu gadis kecilnya.
"Omira ingin bermain kesitu?!" Zhafir menggoda.
Omira yang ditanya seperti itu langsung berbinar.
"Mau" jawabnya sambil mengangguk malu - malu menempelkan kepalanya sebentar pada pundak Zhafir sementara tangannya saling mengait, kemudian menegakkan kepalanya lagi.
"Ayo" jawabnya sambil mengerlingkang matanya pada Omira.
Merekapun memasukin arena bermain, tak terkecuali Pak Bagas pun ikut masuk walau hanya sekedar duduk dan memperhatikan.
Omira begitu antusias, selalu menggandeng Zhafir kemanapun dia bergerak, sementara sang ibu dicuekin dan memilih duduk didekat Pak Bagas.
Tiba - tiba Pak Bagas membuka percakapan.
"Mereka terlihat sangat bahagia, seperti ayah dan anak sungguhan." ucap Pak Bagas memulia percakapan.
Sementara Hilya mrnanggapinya dengan sekedar tersenyum saja.
"Apakah nona tidak ingin melangkah maju, memberikan keluarga yang untuh untuk Omira?!"
"Saya rasa dia sangat membutuhkan figur seorang ayah" pancing Pak Bagas lagi.
Sesaat Hilya terdiam, memilah dan menimbang jawaban dari pertanyaan Pak Bagas.
"Apakah ada orang yang akan tulus menerima keadaan saya sebagai seorang ibu tanpa suami, melahirkan anak tanpa menikah Pak?!" ucap Hilya dengan parau masih menunduk.
"Mungkin ada yang mau, tapi tidak dengan Omira. Saya takut untuk memulai, takut bila akhirnya di kecewakan karena kekurangan saya."
"Saya juga takut terlena dan akhirnya mengecewakan Omira."
"Tujuan saya hanya satu " Omira " tidak ada yang lain." papar Hilya dengan menetesnya air mata.
"Ahh,,,, maaf jika saya terlalu mendramatisir" sambil menghapur air mata.
"Saya permisi ketoilet sebentar" ucap Hilya lagi kemudian betlalu pergi.
Silahkan tinggalkan jejak ya readers...
*Xer**a*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments