Razka yang terburu karena sudah terlambat, harus terhenti saat melihat kehadiran seseorang yang menunggunya di pintu masuk restauran.
Razka mengernyit saat orang itu justru menyambutnya dengan raut wajah kesedihan. Seharusnya ia tersenyum senang bukan? Karena sudah lama tidak bertemu.
Razka melanjutkan langkahnya perlahan, rencana yang sudah disusunnya di jalan harus ia gagalkan karena kedatanganya.
Ia menghela napas, tak ada sambutan jabat tangan, atau pelukan kebahagiaan. Seperti enam tahun lalu, saat mereka bertemu.
Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat, hanya pandangan mata mereka saja yang terpaku saling menatap. Sorot matanya memancarkan kesedihan yang mendalam, ada apa dengan dirinya?
"Ada apa denganmu? Kau tak ingin memelukku?" ucap Razka datar. Ia masih berdiri bergeming di tempatnya.
Orang itu melangkah dan berhambur memeluk Razka, isak tangis terdengar lirih dari dirinya. Entah apa yang terjadi? Yang bisa Razka lakukan hanyalah menepuk-nepuk punggungnya untuk memberi ketenangan pada dirinya.
Razka melepas pelukannya, ia menepuk-nepuk pipinya yang basah. Dan terkekeh.
"Ayo, bicara di dalam!" ajaknya yang melangkah diikuti orang yang sedari tadi menunggunya.
Semua pelayan berbaris menyambut kedatangan Razka, "Tuan Besar!" sapa mereka serempak. Mereka semua menunduk hormat pada Razka.
"Langsung bekerja saja, aku kedatangan tamu hari ini," ucapnya yang diangguki semua karyawan yang bekerja di restaurannya.
Mereka membubarkan diri dan kembali pada pekerjaan mereka. Razka kembali melangkah, membawa tamunya ke arah samping restauran.
Di sana, tersedia tempat terbuka untuk para pengunjung yang ingin menikmati makanan mereka di tempat terbuka. Tersedia beberapa gazebo dan juga kolam ikan di taman terbuka itu.
Razka mengajaknya duduk di sebuah gazebo yang menghadap langsung ke kolam ikan. Ikan-ikan hias berenang hilir-mudik ke sana ke mari.
"Masalah?" tanya Razka. Orang itu mengangguk tapi belum membuka mulutnya. Razka menepuk bahunya, memberinya semangat untuk tidak menyerah pada keadaan.
"Setiap makhluk yang bernyawa, tidak akan luput dari masalah," ucapnya bijak. Orang yang diajaknya bicara hanya menghela napas berat. Ia belum juga membuka mulutnya.
"Ayolah, kawan! Ceritakan padaku apa masalah yang sedang kau hadapi?" tuntut Razka memberikan tepukan pada bahunya dua kali.
Kembali terdengar helaan napas dari mulutnya, ia menatap pada ikan yang berenang di kolam. Terlihat bahagia tanpa beban. Tidak seperti dirinya yang baru sebentar meneguk manisnya kebahagiaan, kini dipaksa harus menelan pahitnya kekecewaan.
"Di memutuskanku," jawabnya mengawali kisah kasih yang sedang dijalaninya. Matanya menatap kosong ke depan, pada angin yang berhembus tanpa wujud.
Razka menghela napas, dirinya merasa iba padanya. "Kenapa bisa terjadi seperti itu? Apakah kalian bertengkar?" selidiknya menatap dia yang tetap fokus pada bunga yang dihinggapi kumbang dan kupu-kupu.
"Hmm." Dia tersenyum, sedang mengejek dirinya sendiri yang tak berdaya karena cinta, "aku sendiri tidak tahu, kenapa dia memutuskan secara sepihak tanpa musyawarah denganku. Dia bahkan tidak meminta pendapatku," keluhnya kesal.
"Apa alasan dia?" tanya Razka lagi. Dia hanya mengangkat bahu sebagai jawaban, "Aku sendiri pun tidak tahu ... Dia tidak mengatakan alasannya kepadaku," tukasnya mengalihkan pandangannya pada kerikil yang dipijaknya.
"Lalu, untuk apa kau di sini?" selidik Razka lagi. Mereka sama-sama menatap hampa ke depan. Yang satu bersedih karena pasangannya meninggalkannya selamanya. Dan yang satu lagi, bersedih karena kecewa pada seseorang.
"Entahlah!" Ia membenarkan letak duduknya. Menarik tubuhnya ke belakang, bertumpu pada dua tangan yang ditekan di belakang.
"Kau sendiri, bagaimana?" Ia bertanya balik pada Razka yang masih duduk sedikit membungkuk dengan jemari yang saling bertaut.
Razka tersenyum simpul, "Aku? Yah, kau sendiri sudah tahu bukan?" jawabnya merubah posisi duduknya bersandar pada dinding gazebo.
"Bagaimana kau dapat merawat anakmu sendiri? Aku bangga padamu," puji dia dengan menatapnya bangga.
"Di awal kehilangannya, jujur saja itu adalah masa-masa terberat untukku. Aku terpuruk, ingin rasanya aku pergi saja menyusulnya. Jika bukan karena Putri kami, maka aku tidak akan sanggup hidup tanpa dirinya hingga saat ini," ucapnya. Pandangannya menerawang ke langit-langit gazebo.
"Aku salut padamu, aku jadi berpikir untuk apa aku meratapi semua ini. Terimakasih, aku akan belajar darimu untuk menghadapi masalahku," katanya yakin. Ia telah duduk bersila di hadapan Razka.
Razka terkekeh, dia pun ikut tertawa. Tak lama seorang pelayan datang membawakan minuman untuk mereka.
"Tuan Besar, ada seorang wanita yang mencari Anda," ucap pelayan itu. Razka mengernyit, siapa yang mencarinya? Berpikir apakah akhir-akhir ini ia memiliki masalah dengan seseorang?
"Siapa?" tanya Razka. Pelayan itu menggeleng, "Kami tidak tahu, Tuan Besar. Dia hanya mengatakan ingin bertemu dengan Anda," jawabnya lagi.
"Baiklah, katakan padanya hari ini aku sibuk. Jika ingin bertemu denganku, maka lain kali saja," tegas Razka yang tak ingin dibantah.
"Baik, Tuan Muda," jawab pelayan itu sedikit membungkuk seraya berlalu meninggalkan gazebo tempat Razka dan seseorang.
"Mungkin saja tamumu penting," ujar dia yang sedari tadi terdiam mendengarkan. Razka mengangkat bahunya tak acuh.
"Biar saja, bagiku kau jauh lebih penting. Lagi pula, jika dia memang tamu penting ... Roy yang akan memberitahukannya padaku," katanya.
Razka meraih cangkir tehnya dan menyeruputnya. Dia pun ikut meraih cangkir yang berisi kopi dan menyesapnya.
"Oya, sampai lupa. Bagaimana kabar keponakanku?" tanyanya, menanyakan keadaan Ayra.
Razka mengernyit tidak suka, "Sudah berapa menit kau duduk di sini? Baru menanyakan keadaannya. Dia baik-baik saja," tukasnya. Matanya mendelik, membuat dia terkekeh.
Posisi mereka kini sama-sama menghadap ke hadapan, memandang hamparan bunga dan rumput yang ada di taman kecil tersebut.
"Aku datang untuk meluruskan semuanya, tapi yang aku dapatkan hanya kekecewaan. Entah apa alasannya, aku sendiri tidak tahu. Dia hanya mengatakan tidak bisa melanjutkan semuanya," sesalnya.
Razka hanya mendengarkan dengan baik, ia pun sangat terkejut dengan kabar yang diberikannya. Razka menatap lekat padanya yang masih bergeming dengan posisinya yang sekarang.
"Kau tahu? Semua sudah hampir selesai, aku bahkan meninggalkan pekerjaan ku hanya untuk mendapatkan kepastian darinya. Hah," ucapnya lagi diakhiri dengan helaan napas berat.
Ia beranjak, menjatuhkan tubuhnya di atas lantai gazebo. Berbaring dengan satu tangan diletakkan di bawah kepala sebagai bantal, dan tangan yang lain ia gunakan untuk menutupi wajahnya.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?" tanya Razka. Ia pun terbawa emosi mendengar cerita dari dia.
"Entahlah, aku pun belum tahu apa yang akan aku lakukan? Untuk sementara, biarkan aku tinggal di restauranmu ini," katanya tanpa membuka tangannya yang menutupi matanya.
"Datanglah ke rumah, kau bisa tinggal di sana untuk sementara waktu. Apa kau tidak ingin menjenguk Nenek dan keponakanmu?" tanya Razka.
Dia membuka tangannya, menatap iba pada Razka yang dalam beberapa waktu saja harus kehilangan orang-orang yang dicintainya. Dia laki-laki yang tegar.
"Jangan menatapku seperti itu!" hardiknya menendang kecil kakinya yang terjulur ke bawah. Dia terkekeh. "Aku turut berduka, aku akan mengunjungi Nenek juga menjenguk keponakanku," katanya menimpali ucapan Razka.
Razka mendengus, saat Nenek meninggal ia tidak ada. Saat Aisyah pergi pun ia tidak datang. Tapi, Razka mengerti situasinya yang tidak memungkinkan dia untuk datang waktu itu.
Pada akhirnya, keduanya hanya mengobrol ringan hingga siang hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
semangat, mari saling dukung 🙂
2021-02-01
1
Wati Simangunsong
teman kuliah dlu yg sm luna itu bkn y..???
kira2 wanita itu luna jga
2021-02-01
2