Cuaca panas pinggir pantai, angin laut yang berhembus kencang, deburan ombak yang menerjang karang, suara hiruk pikuk pengunjung pantai, musik-musik jalanan yang dimainkan beberapa pengamen, menjadikan nuansa makan siang mereka semakin hidup.
Hidangan tiga ekor ikan bakar yang besar, begitu menggugah selera siapa saja yang melihatnya. Disiram sambal kecap, dengan irisan bawang merah dan cabai, menambah cita rasa ikan bakar yang sedang mereka santap.
Para pelayan sengaja membawa peralatan masak untuk memasak ala kadarnya di alam bebas. Nasi liwet, yang ditaruh di atas hamparan daun pisang yang didapat pelayan laki-laki di pemukiman warga.
Semua orang sudah berhadapan dengan hidangan nasi liwet dan ikan bakar. Mereka berbaris mengelilingi empat buah daun pisang yang dibentangkan tak jauh dari tenda mereka.
Para pelayan ikut berbaur berbaris dengan majikan mereka. Mamah dan Razka yang memaksa.
"Ayo, pimpin doa sebelum makan!" ucap mamah menatapi para bocah seolah meminta mereka yang mengucapkan doa sebelum makan.
Mereka menengadahkan tangan, kelima bocah mengucapkan doa sebelum makan secara bersamaan, "Allaahumma baarik lanaa fiimaa razqtanaa wa qinaa 'adzaaban-naar, aamiin." Semua orang mengaminkan.
"Mari makan!" seru para bocah mengangkat tangannya lantas mulai mencubit daging ikan bakar.
"Mmm, rasanya segar!" celetuk Ayra. Hari ini dia bertindak seperti detektif rasa di TV-TV. Semua dia komentari.
"Tentu saja, ikan ini baru saja ditangkap nelayan. Pasti rasanya sangat segar," sahut paman Max dengan senyum yang menambah kerutan di area matanya. Ayra mengangguk dan melanjutkan makannya.
"Pedas mamah!" pekik Akmal saat ia tak sengaja mencubit daging ikan yang terdapat irisan cabai di atasnya.
Emil panik saat melihat wajah dan hidung putranya yang memerah. Mulutnya tak berhenti berdesis karena rasa pedas yang diterima lidahnya. Ia segera memberikan segelas air pada Akmal yang segera diteguknya hingga hampir habis.
Farel terkekeh, ia merasa lucu melihat Akmal yang wajah dan hidungnya memerah. Tapi, Mega memberinya peringatan dengan membesarkan bola matanya saat Farel meliriknya. Bocah itu mendengus.
"Jangan lakukan itu, kau tidak boleh menertawakan orang lain yang sedang kesakitan," ujar Mia selaku kakak untuk Farel. Mega mendukung, Farel mendengus.
"Bagaimana, sayang? Masih terasa pedas?" tanya Emil mengusap-usap rambut lembab Akmal dengan raut wajah yang masih terlihat panik. Akmal mengangguk.
"Tak apa, jagoan harus belajar kuat. Ini baru cabai tidak boleh cengeng, tos!" ucap Fachru mengangkat tangannya di hadapan Akmal untuk melakukan tos. Akmal menepukkan telapak tangannya pada telapak tangan Fachru.
Dan mereka melanjutkan makan siang mereka. Yang lain tidak merasa terganggu, hanya tersenyum saat melirik Akmal yang berteriak karena pedas.
"Alhamdulillah!" seru para pelayan saat makan siang mereka telah tandas. Hanya menyisakan tulang belulang dari ikan yang mereka panggang.
Semua majikan menoleh serempak, mereka hanya tersenyum. Tersirat jelas kebahagiaan dan kepuasan di wajah mereka. Para pelayan membereskan semuanya. Merapikan sisa tulang dan melipat daun sebelum membuangnya ke tong sampah.
Mereka melakukan hal yang sama pada daun-daun bekas makan majikan mereka. Tapi tidak hanya mereka, ada mamah dan bibi Nuri yang membantu membereskan semuanya.
Ayra menyeruput sisa jus di cupnya, begitupun dengan Bryant dan dua bocah itu. Mamah mengernyit, saat memperhatikan cup jus milik Ayra.
"Sayang? Jus apa yang kau minum? Kenapa cupnya berbentuk buaya seperti itu?" tanya mamah heran. Ayra yang sedang duduk di sebuah batu tak jauh dari tenda mereka menoleh.
"Paman penjual itu menyebutnya jus buaya, Omah. Ini buah kiwi dan blackberry, rasanya segar," jawabnya yang memejamkan matanya gemas.
Glek
Mamah Quin menelan ludahnya, sepertinya memang menyegarkan. Ayra dapat melihat itu.
"Omah, mau mencoba? Tapi sudah tidak sedingin tadi," tawarnya menyodorkan cup jus pada mamah.
"Boleh Omah mencobanya?" tanya mamah menatap Ayra. Bocah itu mengangguk. Mamah menyeruput jus perlahan, merasakan rasa asam manis yang mengalir di lidahnya.
"Mmm, benar! Ini segar sekali!" ucap mamah dengan senyum yang menyegarkan. "Mmm!" Ayra mengangguk setuju.
"Sayang, ayo bersiap untuk Dzuhur!" Razka datang membelai rambut gadis kecilnya. Ia menoleh dan mengangguk. Ayra beranjak dari batu yang didudukinya dan menggandeng tangan Razka.
Mereka melangkah diikuti mamah yang juga melangkah di belakang mereka menuju ke mushola yang disiapkan oleh pengelola pantai tak jauh dari tenda mereka.
Di sana berjejer penginapan, kedai-kedai makanan, aksesories, dan oleh-oleh. Mereka terus berjalan menyusuri gang kecil yang diapit oleh penginapan dan kedai-kedai.
Ternyata semua orang sudah berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat Dzuhur. Razka membawa Ayra ke dalam toilet, tak lupa ia menentang tas yang berisi pakaian ganti untuknya dan gadis kecilnya.
Razka membersihkan tubuh Ayra, mengeringkannya, dan memakaikan minyak telon pada bagian dada hingga perut, dan punggungnya. Memakaikannya baju. Mamah Quin menunggu di depan toilet, ia mengajak Ayra saat gadis kecil itu keluar dari dalam toilet.
Tak lama, Razka pun keluar setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Mereka melaksanakan shalat Dzuhur secara berjamaah dengan pengunjung lainnya.
Hanya Sasha yang tidak ikut, ia berada di tenda bersama dua orang pelayan yang sedang berhalangan untuk ibadah. Ia bermain dengan Lucy sembari menunggu yang lain selesai beribadah.
Para lelaki sedang duduk berbincang di serambi masjid selepas menunaikan shalat Dzuhur, menunggu para perempuan yang belum keluar dari masjid. Tumben dua bocah itu akur. Mereka ditengahi Bryant.
"Kalian sudah mendengarnya? Di kota kita akan diadakan festival jajanan," celetuk Rendy tiba-tiba. Hendi dan paman Max menoleh, begitu pun papah. Sedangkan Razka ia tak acuh, bergeming dengan tatapannya yang menghadap jalan.
"Benarkah?" tanya Hendi. Karena ia tak pernah mendengarnya. "Tanyakan padanya, ku kira dia mendapat undangannya," ucap Rendy menunjuk Razka dengan wajahnya.
"Kau tahu?" tanyanya pada Razka. Laki-laki itu mengangguk mengiyakan. Tak lama Ayra datang dengan tiba-tiba menabrakkan tubuhnya pada punggung Razka. Kedua tangan melingkar di leher dan memberikan satu kecupan di pipi ayahnya.
Razka menoleh dan tersenyum, ia mengusap pipi gadis kecilnya yang bergelayut manja di punggungnya.
Para wanita sudah keluar dari masjid, mereka mendatangi suami mereka dan menyalami tangan masing-masing lelaki yang menjadi suami mereka.
"Jadi, apa kau akan ikut?" tanya Rendy, mereka kini duduk bersama para wanita di serambi masjid itu. Razka menyalami mamah saat ia duduk di samping papah.
"Hhmm, ya! Aku akan ikut," jawab Razka. Ia menggoyang-goyangkan tubuhnya membuat Ayra merasa senang. Seperti sedang menaiki odong-odong.
"Ayah, akan ikut apa?" tanyanya masih betah bergelayut di punggung Razka. Mamah tersenyum melihat Ayra, ia mengusap bagian samping kepala cucunya itu.
"Festival jajanan, sayang. Di kota kita," sahut Razka. Ia menarik Ayra ke depan dan mendudukkannya di atas pangkuannya.
"Festival jajanan?" beo Ayra dengan dahinya yang berkerut tak mengerti. Razka mengangguk sebelum menjawab, "Itu seperti kau sedang berada di taman makanan."
Ayra berbinar senang, "Benarkah, Ayah? Jadi, akan ada banyak makanan di festival itu?" serunya memekik. Suaranya yang cempreng cukup keras memukul gendang telinga Razka.
"Tepat sekali!" sahut Razka mencolek hidung mungil gadis kecilnya. "Jadi, apa Ayah akan ikut menjajakkan sate Ayah di sana?" tanyanya antusias.
"Hmm, jika Putri Ayah ini ingin Ayah melakukannya, tentunya Ayah akan ikut andil dalam festival itu," tukasnya dengan senyum ceria disambut sorakan dari Ayra.
Semua orang ikut tersenyum bahagia, melihat keceriaan gadis kecil mereka. Satu per satu dari mereka beranjak, berdiri dari lantai masjid dan menuruni tiga anak tangga. Mereka meninggalkan masjid secara bersamaan.
"Ayah, kapan festival itu diadakan?" tanya Ayra, ia terlupa untuk menanyakannya tadi.
"Awal bulan besok sayang, tapi jika ingin turut andil maka harus mendaftar dari sekarang," tukasnya melirik Ayra yang tengah mendongak menatapnya. Ia tersenyum.
Ayra menghentikan langkahnya, saat wajahnya kembali menghadap ke depan. "Ada apa, sayang?" tanya Razka heran.
"Sebentar, Ayah," tukasnya yang segera berlari menjauh dari semua orang. "Ayra!" Razka berteriak seraya berlari mengejar Ayra.
Bryant yang terkejut mendengar teriakan Razka, ikut berlari menyusul Razka. "Bryant!" Rendy pun ikut berteriak. Tapi, bocah itu tidak mengindahkannya. Ia terus berlari mengejar Ayra dan Razka. Semua orang terkesiap. Rendy pun berlari dengan cepat.
Mamah dan papah membulatkan mata mereka saat melihat Ayra yang telah jauh berlari. Hendi, Mia, dan Deri segera berlari mengejar mereka. Mega ikut menyusul, mamah dan papah, paman Max dan juga bibi Nuri pun berjalan dengan cepat menyusul semua orang.
Ke mana Ayra pergi?
Ada yang tahu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Ana
Sepertinya Ayra mo ngajak tukng jus buaya tuk ikut festifal tuh hehee
2021-04-17
1
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
Semangat🙂 mari saling dukung🙂
2021-01-27
1
St Nurul NG
Semangat berkarya kak, sukses selalu buat kakak
2021-01-27
1