Pagi setelah sarapan, di rumah besar Razka sebagian orang tengah disibukkan dengan kegiatan mengemas beberapa barang yang akan mereka bawa untuk berlibur.
Ayra dan Razka tidak termasuk di dalamnya, mereka tidak berencana pergi berlibur akhir pekan ini. Hanya akan mengunjungi nenek penjual soto dan bermain di taman.
Razka sedang menemani gadis kecilnya bermain, ditemani mamah dan papah yang duduk di kursi sembari minum teh dan membaca koran harian.
Mamah tersenyum, ia merasa bersyukur memiliki menantu yang begitu telaten mengurus cucu satu-satunya setelah kepergian Aisyah.
Mamah bahkan sering meminta Razka untuk menikah lagi, tapi ia selalu memiliki alasan untuk menolak usul mamah.
Siapa yang tidak mengenal Razka. Duda keren di komplek perumahan elit tersebut, adalah seorang sosok yang ramah, lembut dan dermawan. Setidaknya itu saat Aisyah masih berdiri di sampingnya sebagai istri. Usianya barulah 38 tahun.
Razka yang sekarang, adalah sosok yang pendiam, dingin, dan terkesan angkuh, tapi itu hanya ia lakukan pada wanita asing yang mencoba merebut posisi istrinya.
Namun, meski begitu ia tetap digilai para kaum pesolek di komplek tersebut. Baik gadis atau pun janda, tua mau pun muda, mereka semua berlomba memenangkan hati Razka.
Banyak di antara mereka yang mendekati Ayra, dan tentunya mamah dan papah. Tapi gadis kecil itu, tak acuh pada mereka. Ia tak ingin posisi ibunya digantikan wanita lain.
Nah, seperti saat ini contohnya. Si janda genit dan gatal bertandang ke rumah Razka dengan membawa aneka kue buatannya, begitu katanya.
"Selamat pagi, Om, Tante!" sapanya pada mamah dan papah yang duduk di kursi teras rumah. Tak jauh dari mereka Razka dan Ayra duduk di atas karpet di bawah pohon mangga di depan rumahnya.
"Eh, Yulia. Pagi!" balas mamah tersenyum ramah, sementara papah hanya mengintip sebentar lalu kembali fokus pada koran yang dibacanya.
Janda yang berusia 35 tahun itu, hanya taksiran mamah dan papah, tersenyum malu-malu. Sesekali matanya yang nakal melirik Razka yang sedang asik bermain boneka bersama Ayra.
"Wah, bawa apa ini? Untuk Tante?" goda mamah. Wanita itu semakin merona karena merasa mamah sudah menerimanya. Langkah selanjutnya tinggal menaklukan hati si hot duda itu, begitu pikirnya. Itu adalah panggilan untuk Razka dari para wanita di komplek itu.
"Iya, Tante. Silahkan dicicipi," katanya memberikan bungkusan yang dibawanya pada mamah. Dengan tersenyum ramah, mamah menerimanya dan menyimpannya di atas meja.
"Ayo, silahkan duduk!" tawar mamah basa-basi. Tapi wanita itu tidak mendengarkan. Mamah meliriknya, dan ia sedang menatap Razka tak berkedip. Bibirnya senyum-senyum sendiri.
"Ekehm." Suara deheman mamah membuatnya tersentak. Ia menoleh gelagapan pada mamah dan papah yang sedang menatapnya.
"Ah, maafkan saya, Tante. Saya permisi," katanya seraya berbalik dan bergegas pergi. Kebetulan Razka menoleh pada saat ia melangkah keluar dari teras, pandang mereka beradu. Dan dengan tidak tahu malu, janda genit itu melayangkan kecup jauh untuk Razka.
Tapi seketika senyumnya memudar saat melihat tatapan Razka yang seolah ingin mencabik tubuhnya seperti binatang buas. Ia berlari keluar dari halaman besar rumah Razka.
"Matilah aku!" pekiknya sembari mengelus dada dan terus berjalan menjauh dari rumah Razka. Sesekali ia menoleh ke belakang, takut jika hot duda itu akan mengejarnya dan memarahinya.
"Ayah Razka!" Suara rengekan Akmal terdengar dari dalam rumah, ia keluar dan menghampiri Razka yang sedang duduk di atas karpet bermain boneka.
"Hei!" tukas Razka menyambut kedatangan kemenakannya dengan tangan terbuka. Akmal datang dan segera duduk di pangkuan Razka. Wajahnya ditekuk masam, dengan bibir yang maju cemberut. Menggemaskan. Razka ingin mencubit pipinya yang menggembung itu.
"Ada apa jagoan?" tanyanya mengusap rambut Akmal dengan lembut. Bocah empat tahun itu menoleh menatap Razka yang meski ia duduk di pangkuannya, tetap saja lebih tinggi darinya.
Akmal menoleh pada Ayra yang sedang menyisir rambut barbienya dengan ocehan-ocehan yang keluar dari mulutnya.
"Kakak, ayo ikut Akmal berlibur. Jangan ke mall!" rengeknya pada Ayra, bocah itu bahkan sudah duduk di samping Ayra. Tangan mungilnya melingkar di lengan Ayra. Menarik-nariknya sembari terus merengek.
Ayra menghentikan permainannya, ia meletakkan bonekanya dan menoleh pada Akmal. Ini yang disuka Razka dari Ayra. Sikap dewasanya akan muncul saat adiknya merengek seperti sekarang.
"Memangnya, Akmal akan berlibur ke mana?" tanya Ayra tersenyum, tangan kecilnya mengusap rambut Akmal dengan lembut. Razka hanya memperhatikan interaksi keduanya tanpa ingin mengganggu. Ia seperti melihat sosok Aisyah yang sedang menenangkan Mia yang menangis.
"Pantai, Akmal ingin bermain istana pasir bersama Kakak," katanya masih dengan raut wajah masam. Mamah dan papah pun ikut fokus pada kedua bocah yang hanya berbeda satu tahun itu.
"Pantai?" beo Ayra. Akmal mengangguk cepat. Ayra berpikir sejenak, Akmal menunggu dengan diam. "Ayah, sebaiknya kita ikut adik Akmal berlibur. Tidak ada salahnya bukan, aku tidak suka melihatnya masam seperti ini!" ucap Ayra. Kedua tangan mungilnya mencubit kedua pipi tembam Akmal.
Ia terkekeh, saat Akmal tersenyum dengan kedua pipi yang diapit jarinya. Akmal menoleh pada Razka, dengan tatapan memohon, agar pamannya itu mau berlibur bersamanya.
"Omah setuju!" tiba-tiba mamah menyahut yang membuat semua orang berpaling padanya. Termasuk papah.
"Sudah lama sekali bukan kita tidak berlibur. Jadi, betul apa yang diucapkan Ayra, tidak ada salahnya kita berlibur," katanya senang, mengedipkan sebelah matanya saat melihat Akmal.
"Baiklah, ayo kita berlibur!" seru Razka. Akmal dan Ayra bersorak gembira.
"Apa Kakak Bryant akan ikut?" Suara Ayra terdengar setelah bersorak. Akmal mengangguk, "Kakak ikut," katanya pasti. Ayra terlihat bersemangat, apa pun yang menyangkut tentang Bryant ia menyukainya.
"Baiklah, Omah akan membantu menyiapkan semuanya," kata mamah. Ia beranjak dari kursi dan berjalan masuk ke dalam rumah. "Papah ikut!" seru papah seraya menyusul mamah masuk ke dalam rumah.
"Halo semuanya!" Suara seorang gadis menyapa Razka dan dua bocah di sana. Mia berjalan melambai tangan pada mereka.
Bocah itu sudah besar. Usianya kini memasuki dua belas tahun, duduk di bangku akhir sekolah dasar.
"Kakak Mia!" sorak keduanya, yang segera bangkit dan berlari menghampiri Mia. Kedua bocah itu menarik tangan kanan dan kiri Mia, lantas membawanya duduk bersama di atas karpet.
Mia duduk, ia menyalami Razka dan mendapatkan satu kecupan di dahinya. Meski sudah besar, ia tidak pernah menolak saat Razka mencium dahinya. Baginya, Razka adalah ayah keduanya setelah Hendi.
Mereka menunggu sembari menemani Ayra bermain boneka. Tak jauh dari mereka, Deri yang berdiri di samping rumah, tersenyum saat melihat bocah-bocah itu tertawa bersama Razka. Ia bersyukur kepergian Aisyah, sudah dapat diterima semua orang di rumah itu.
"Kakak!" Sebuah suara dingin terdengar mengejutkan. Deri menoleh dan mendapati Bryant yang sedang menatapnya dengan dahi yang berkerut.
"Eh, Bryant! Sejak kapan kau di sini?" tanyanya kikuk. Semakin dalam kerutan di dahi Bryant. Pasalnya, sudah lima menit yang lalu ia berdiri di samping Deri.
"Entahlah!" tukasnya, mengangkat kedua bahunya. Deri berdecak kesal, Bryant selalu melakukan itu saat ia bertanya.
"Kenapa di sini? Bukankah sebaiknya Kakak menghampiri mereka dan ikut berkumpul di sana?" saran Bryant. Deri terdiam mencerna apa yang diucapkan bocah dingin itu.
"Ah, kau benar! Jika begitu, ayo!" katanya merangkul bahu Bryant dan berjalan bersama menghampiri Razka dan tiga bocah lainnya.
Mereka berkumpul bersama menunggu para orang tua menyiapkan segala keperluan untuk acara liburan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
wah yulia..pagi" udh namu, pasti lupa cuci muka ma sarapan ya..tuh ngliat razka tnp kedip, mulut nganga...awas lho laler sdng ngintai dari jauh
2022-10-16
1
Enies Amtan
baru mampir
tp rada puyeng nih kebanyakan anggota kluargA
2022-09-18
1
Ana
Mega punya anak brp sm Hendi Atmaja...?
2021-04-17
1