Para bocah itu, kini sedang bermain dengan peralatan yang dibawa Razka. Berlomba-lomba membuat istana pasir ditemani ayah mereka.
Sedangkan para wanita, mereka beralih tugas menyiapkan makan siang. Bahu-membahu bersama para pelayan, membersihkan tiga ekor ikan besar yang dibeli paman Max dari nelayan yang berjualan di pinggir pantai tersebut.
Ketiga ikan yang masih sangat segar. Para pelayan berbagi tugas, ada yang ikut membersihkan ikan bersama bibi Nuri, Mega dan mamah. Dan sisanya membantu menyiapkan perapian untuk memanggang ketiga ekor ikan tersebut.
Mereka sesekali akan melirik pada ayah yang membantu anak-anak mereka bermain pasir. Mereka ikut tertawa di kejauhan melihat tawa kebahagiaan mereka.
Para wanita sengaja tidak menemani anak-anak mereka bermain, dan membiarkan para lelaki yang menemani. Karena mereka tidak ingin melihat kesedihan di manik Razka yang telah kehilangan pasangan sejatinya.
"Ayah, lihat istanaku!" seru Ayra mengangkat skop tinggi-tinggi untuk menunjukkan istana yang dibuatnya.
"Wah, bagus sekali, sayang!" puji Razka yang duduk di samping Ayra. Gadis kecil itu tersenyum senang, ia melirik ke samping tubuhnya yang lain, ada Akmal yang juga sedang bermain pasir bersama ayahnya. Bocah itu mengangkat tangan hendak menggosok matanya, tapi dicegah Ayra.
"Kau tidak boleh melakukan itu, Akmal! Berbahaya. Lihat tanganmu! Penuh dengan pasir, itu akan membuat matamu perih. Jangan melakukannya!" cegah Ayra mencekal tangan Akmal, mata bocah itu mengerjap terus-menerus.
Semua orang yang ada di sana, memuji tindakan Ayra dalam hati mereka. Balita berusia lima tahun itu, saat ini tidak terlihat seperti balita seusianya.
Akmal menoleh saat merasakan sebuah sentuhan di pundaknya, Fachru membalik tubuhnya. Ia menelisik mata putranya yang terus mengerjap.
"Matamu gatal?" tanyanya. Bocah itu mengangguk dengan mata yang terus mengerjap. Fachru mengambil sebuah ember kecil yang berisi air.
"Cuci dulu tanganmu, sayang. Benar kata Kakakmu, jangan menggosok matamu dengan tangan yang penuh pasir. Itu akan membuat matamu perih," tukasnya mengulangi ucapan Ayra.
Bocah itu memasukkan tangannya ke dalam ember kecil, mencucinya dibantu Fachru. Setelah itu, ia menggosok-gosok matanya yang terasa gatal. Ia menoleh dan tersenyum pada Ayra.
"Terimakasih, Kakak!" ucapnya tulus. Gadis kecil itu ikut tersenyum menimpali adiknya. Mereka kembali bermain, tanpa ada yang menyadari, sepasang mata kecil menatap iri pada Akmal yang mendapat perhatian dari Ayra. Itu Farel. Tak lama,
"Milikku!"
"Punyaku!"
Suara itu berasal dari Farel dan Akmal yang sedang berebut skop. Hendi dan Fachru saling memandang dan menepuk jidat mereka bersamaan. Hingga pasir-pasir di tangan mereka menempel di dahi.
Ayra menoleh, mendecakkan lidahnya kemudian menggeleng. "Sekarang apa lagi?" gumamnya diringi desahan napas lelah dari mulutnya.
Razka terkekeh, melihat Hendi dan Fachru yang sepertinya kewalahan mengurus putra mereka yang selalu berselisih mainan.
"Sayang, jangan seperti itu? Kan masih banyak skop yang lain, ambil saja yang lain ya!" bujuk Mia pada adiknya yang merebut skop milik Akmal.
"Tidak! Aku mau yang ini!" katanya tidak suka. Ia menggeleng keras menolak saran dari Mia, kakaknya. Bocah usil.
"Tapi itu milikku! Kau mengambilnya tanpa permisi!" sanggah Akmal membela diri dengan raut keras mempertahankan miliknya. Mia memasang wajah kusut menghadapi kedua bocah itu.
Deri hanya terkekeh, paman Max sendiri hanya sibuk bermain dengan cucu keduanya, Lucy. Sedangkan Bryant menatap malas keduanya, mereka hanya mencari perhatian Ayra. Dan Rendy, sama seperti Razka yang terkekeh melihat kedua ayah yang terlihat frustasi.
Tiba-tiba sebuah tangan mungil dengan cepat mengambil skop di tangan Farel. Jahil sekali bocah itu. Kedua bocah itu menoleh dan menatap Ayra yang sudah memasang wajah marah.
"Kakak!" ucap keduanya melemahkan suara mereka dengan raut wajah mengiba. Ayra menghela napas.
"Kakak membutuhkannya, kalian gunakan skop yang lain saja," ucapnya kembali tersenyum, setelah melihat wajah kedua bocah yang sudah berubah sendu saat melihatnya marah.
Mereka mengangguk kompak meski dengan wajah yang cemberut, para orang tua hanya menatap heran kedua bocah yang hanya bisa dibujuk oleh Ayra.
"Ini untuk Adik Farel, dan ini untuk Adik Akmal. Ayo kita sama-sama membuat istana pasir. Jangan berebut lagi, pasir ini akan terasa perih saat mengenai mata kalian. Mengerti!" tutur Ayra dengan lembut.
Bagaimana pun, kedua bocah itu adalah adiknya. Dia tidak akan berat sebelah hanya karena Emil adalah adik kandung ayahnya.
Kedua bocah itu kembali mengangguk, tapi wajah keduanya telah berubah cerah karena melihat Ayra yang tersenyum pada mereka.
Sikap dan tingkah Ayra semakin membuat takjub mereka. Tapi Razka justru khawatir. Itu akan menjadi masalah saat orang yang tidak bertanggungjawab mulai mengusiknya.
Pada akhirnya Akmal dan Farel bermain kembali menggunakan skop yang dipilih Ayra. Dan gadis kecil itu, kembali ke sisi ayahnya membawa skop yang diambilnya dari tangan Farel.
"Yeay!" Mereka bersorak gembira begitu istana pasir mereka selesai. Farel dan Akmal melompat-lompat dengan riang. Mengangkat tangannya tinggi-tinggi, memutari istana pasir yang dibuatnya.
"Ayah, cuaca hari ini panas sekali! Minum jus di sana sepertinya menyegarkan!" celetuk Ayra, menyentuh tangan Razka dan mengguncangnya perlahan.
Razka menoleh pada putri kecilnya dengan bibir yang mengukir senyum karena tingkah kedua bocah yang memutari istana pasir mereka.
"Ya, sayang!" katanya meminta Ayra mengulang perkataannya. "Ayo beli jus di sana!" katanya dengan tangan menunjuk pada sebuah gerobak jus yang terparkir tak jauh dari pantai.
Razka mengikuti arah tangan Ayra menunjuk, ia melihat sebuah gerobak jus di sana. Razka beranjak, ia berdiri membuat semua orang menoleh padanya.
"Siapa yang mau minum jus?" tawarnya dengan ceria. "Aku!" Semua bocah menjawab serempak. "Let's go!" katanya mengibaskan tangannya ke depan mengajak mereka mendekati gerobak jus.
Para bocah berjalan di depan, Bryant, Mia, Ayra, Akmal, Farel dengan digandeng Deri mendekati gerobak jus diikuti para orang tua di belakang mereka. Sedangkan paman Max, ia lebih memilih berjalan mendekati para wanita dengan menggendong Lucy bersama papah.
Ayra menghentikan langkahnya tak jauh dari gerobak itu, ia mendekati ayahnya dan memintanya untuk membungkuk. Razka membungkuk membiarkan gadis kecilnya mendekatkan bibir pada telinganya.
"Ayah, apakah jus di sana aman untuk anak-anak seperti kami?" bisiknya bertanya pada Razka. Laki-laki itu mengernyit, kenapa putrinya bertanya seperti itu.
"Memangnya ada apa?" tanyanya balik berbisik pada Ayra.
"Apa Ayah tidak membacanya? Di sana tertulis, jus buaya dan jus Dino. Bukankah buaya adalah binatang reptil?" tanyanya serius. Razka semakin memperdalam kerutannya. Membaca? Apa maksudnya membaca? batinnya bergumam.
"Membaca?" Akhirnya ia tanyakan juga. Ayra mengangguk. "Kau dapat membaca?" tanyanya tak percaya. Ia kembali mengangguk. "Bagaimana mungkin?" katanya tak percaya.
"Apa maksud Ayah? Apakah Ayah tidak percaya?" katanya tidak suka, karena suara mereka yang tidak berbisik lagi, membuat semua orang menoleh pada mereka berdua. Ada ketegangan di antara keduanya.
"Bukan begitu maksud Ayah, bagaimana caranya kau bisa membaca?" tanyanya lagi masih tidak percaya pada penuturan gadis kecilnya.
"Maksudnya, Ayah tidak mempercayaiku ... bahwa aku bisa membaca!" tunjuknya pada diri sendiri. Razka mulai frustasi.
"Bukan begitu, sayang. Tapi, usiamu barulah lima tahun-"
"Jadi, anak usia lima tahun tidak mungkin bisa membaca? Begitu?" potongnya dengan nada tidak suka. Razka bertambah frustasi, ia tidak tahu bahwa berdebat dengan putrinya akan alot seperti ini.
"Bukan begitu maksud Ayah, sayang. Kau barulah lima tahun, biasanya anak usia lima tahun itu masih ingin bermain. Hanya tahu hitungan satu sampai sepuluh tanpa tahu bentuk angkanya, apalagi mengenal huruf dan bisa membacanya," katanya membela diri.
"Aku bisa membuktikannya!" tantangnya membuat Razka mendesah frustasi. Yang melihat mereka pun, ikut menegang menyaksikan perdebatan ayah dan anak itu.
**Catatan:
Ayra Putri Razka dan Aisyah berusia lima tahun
Bryant Putra pertama Rendy dan Sasha berusia delapan tahun
Mia Putri Hendi dengan mendiang istri pertamanya berusia hampir dua belas tahun
Akmal Putra Emil dan Fachru berusia empat tahun
Farel Putra Hendi dan Mega berusia empat tahun, hanya berbeda beberapa bulan saja.
Lucy Putri kedua Rendy dan Sasha berusia dua tahun.
Jadi, saat ada percakapan bocah itu hanya bayangkan saja percakapan bocah seusia mereka. Terimakasih sudah mendukung**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Enies Amtan
kebanyakan pemeran
2022-09-18
1
Keisha Amalia Putri
mumet banyak amat yg terlibat
2022-03-18
1
Ana
Jangankn jus buaya & jus dino.. jus naga ja jg ada loh Ayra hehee
2021-04-17
1