"Ayah!"
Suara mungil Ayra menghentikan tangisan Razka. Dengan cepat ia menghapus air matanya dan menoleh pada Ayra yang masih berdiri di ambang pintu.
Ia tersenyum, tangannya melambai meminta gadis kecilnya untuk mendekat. Ayra melangkah mendekati Razka yang duduk di tepi ranjang.
Mata kecilnya menelisik kedua mata Razka yang memerah. Meski pun ia tersenyum, tapi itu tidak menutupi kesedihannya dari gadis kecil itu.
"Ayah menangis? Apa yang Ayah tangisi? Apakah ibu?" cecarnya tanpa jeda. Razka terkesiap, peka sekali putrinya itu.
"Tidak ada sayang, Ayah hanya teringat ibumu," tukasnya sembari mengusap kedua bahu gadis kecil itu. Surat Aisyah ia letakkan di bawah bantal.
"Ayah tahu? Kata ibu, jangan terus-menerus menangisi kepergian ibu. Ibu sudah bahagia di tempat ibu. Ibu juga mengatakan, senyum kita menambah kebahagiaan ibu di sana," tuturnya, jemari kecilnya mengusap kedua pipi Razka.
Ia mencium dahi ayahnya dengan bibirnya yang lembut dan basah. Memeluk leher ayahnya, untuk menguatkan laki-laki rapuh itu.
Razka membalas pelukannya, ia tenggelam dalam hangatnya dekapan Ayra. Sejenak ia merasa Aisyah yang sedang mendekapnya. Ia yang sedang terpejam, membentuk garis lengkung di bibirnya. Tersenyum hangat seperti yang ia lakukan pada Aisyah.
Razka melepas pelukannya, ia tersenyum cerah. Gadis kecil itu ikut tersenyum saat melihat kesedihan di mata Razka berganti dengan kebahagiaan.
"Ayo, bukankah kita akan berlibur?" ajaknya menggenggam jemari kecil itu dengan lembut. Ayra mengangguk, "Ayo!"
Mereka melangkah meninggalkan kamar, menuruni anak tangga menghampiri mereka yang telah berkumpul di ruang tengah rumah.
Hari ini, Razka akan mengendarai mobil. Karena dalam kesehariannya, ia selalu mengendarai motor bututnya yang melegenda. Motor butut saksi pertemuannya dengan kekasih hatinya.
Razka satu mobil dengan mamah dan papah. Ia yang akan mengemudi ditemani papah yang duduk di kursi samping kemudi. Sedangkan mamah akan duduk di kursi bagian belakang bersama Ayra.
"Aku mau satu mobil dengan Kakak!" Suara rengekan Farel terdengar menggelitik. Ayra yang hendak masuk ke dalam mobil, menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan melihat Farel yang menatapnya dengan memohon.
"Aku pun ingin satu mobil dengan Kakak!" Kini giliran Akmal yang merengek. Jika Farel akan ikut dengan Ayra, maka Akmal tidak mau tertinggal.
Emil menepuk dahinya, kenapa dengan putranya itu? Dia lebih ingin dekat dengan Ayra dari pada dirinya.
Ayra berbalik, ia menatap kedua bocah yang sering berebut perhatiannya itu dengan lembut.
"Adik Farel, Adik Akmal, dengarkan Kakak! Kursi di belakang mobil Kakak, hanya ada dua. Di dalam sana ada omah yang sudah duduk. Dan sebelah lagi tempat Kakak. Jika kalian ikut maka tidak ada kursi lagi di sana. Jadi ikut orang tua saja, ya!" katanya bijak. Membuat semua orang tua di sana, menatap takjub pada gadis kecil itu.
Usianya barulah lima tahun, tapi pemikirannya terkadang lebih bijaksana dari orang dewasa. Apakah karena Ayra seorang piatu? Tapi itu tidak masuk akal. Banyak anak piatu juga, tapi tidak seperti Ayra. Dia berbeda.
Meski keduanya mendengus kesal, pada akhirnya mereka mengangguk kompak. Ayra masuk ke dalam mobil setelah kedua bocah itu masuk.
Bagaimana bisa mereka tidak menyayangi gadis kecil itu? Gadis kecil yang selalu mandiri dalam melakukan apa pun, tidak pernah merepotkan orang lain, tidak manja, tidak mudah merengek, tidak pernah meminta apa pun pada semua orang. Mereka sangat menyayanginya. Ayra permata hati semua orang.
Bryant tersenyum manis saat matanya beradu dengan mata lentik Ayra. Gadis kecil itu ikut tersenyum, lalu bersembunyi di balik pintu mobil.
Satu per satu mobil mereka meninggalkan halaman rumah besar Razka. Kini Deri, sudah membawa mobil sendiri. Ia duduk bersama paman Max, dan bibi Nuri.
Empat buah mobil bergerak beriringan, ke semuanya adalah mobil jenis sedan. Di belakang mobil itu, ada sebuah mobil jenis alphard yang membawa bu Sum dan beberapa pelayan di rumah mereka yang akan ikut berlibur.
Mobil-mobil itu berhenti di area parkiran tak jauh dari pantai yang mereka tuju. Deburan ombak yang menyambar karang, menjadi musik pengantar begitu mereka keluar dari mobil mereka.
Razka keluar, ia mengenakan celana jenis Cino selutut, dengan kemeja lengan pendek. Kacamata hitam bertengger di hidungnya, guna mencegah sinar matahari menerpa langsung matanya. Topi hitam pun tak luput dari kepalanya.
Ayra ikut keluar, gadis kecil itu mengenakan celana jeans panjang dan kaos polos berwarna pink. Rambutnya yang diikat ekor kuda, dihiasi pita pink yang cantik. Kacamata hitam berbingkai pink pula ikut menambah hiasan di wajahnya.
Mereka berjalan bergandengan tangan, diikuti keluarga lain yang juga melangkah mengikuti mereka berdua.
Para pelayan yang ikut, terdiri dari bu Sum, tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Para laki-laki memasang tenda untuk sekedar berteduh, dan para perempuan menyiapkan keperluan untuk makan semua orang.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi saat mereka sampai di pantai itu. Pantai yang berada di luar kota mereka, tapi tidak terlalu jauh.
"Kita istirahat dulu, ya!" ucap Razka duduk di sebuah gazebo tak jauh dari pantai. Diikuti Ayra yang juga duduk di sana. Sedangkan yang lain, mereka bermain bersama orang tua mereka. Hanya mamah dan papah yang duduk di tenda bersama para pelayan, dan tentunya Deri.
Karena ini adalah akhir pekan, pantai itu dipenuhi oleh para pengunjung. Mereka semua berbaur dengan pengunjung lainnya.
Ayra dan Razka duduk dengan kaki yang menjuntai digoyang-goyangkan. Sedetik Razka merasa ia sedang berada bersama Aisyah. Pandangan keduanya, menatap jauh pada mereka yang sedang bermain di pinggir pantai.
Lucy yang dipapah Sasha berjalan mengejar Bryant yang berjalan mundur bersama Rendy. Ada Farel yang bermain air bersama Mia dan orang tua mereka, Mega dan Hendi. Juga Akmal yang duduk bertengger di atas bahu Fachru berlari dikejar Emil.
Razka tersenyum, saat matanya melihat paman Max dan bibi Nuri yang tertawa lepas bermain bersama kedua cucu mereka.
Baru kali ini aku melihat paman tertawa lepas seperti itu. Batin Razka bergumam. Ia melihat seolah tak ada beban dalam tawa paman Max.
Sementara di tenda, Deri sedang merebahkan dirinya di atas pangkuan mamah. Manja sekali anak laki-laki itu, tapi kehadiran Deri menjadi obat yang sangat ampuh untuk hati mamah dan papah yang terpuruk karena ditinggalkan Aisyah pergi.
"Ayo, jagoan! Kita berenang!" ajak papah menepuk bokong anak laki-laki itu yang sedang bermalas-malasan bersama mamah. Deri beranjak, ia membuka kemeja dan Jeansnya.
Hanya mengenakan kolor selutut sama persis dengan papah, "Ayo!" jawabnya seraya berlomba mendekati air bersama papah. Mamah hanya tersenyum melihat keduanya. Orang lain tidak akan menyangka bahwa Deri bukanlah anak kandung mereka. Melihat mereka begitu akrab.
Razka ikut terkekeh melihat keduanya yang berlari mendekati air. Kacamata hitamnya ia selipkan di dada. Sedangkan Ayra menggeser kacamatanya menjadi di atas kepala.
"Ayah! Apakah Ayah dan ibu pernah bermain di pantai?" celetuk Ayra, membuat Razka menoleh saat tangan mungilnya menyentuh tangan Razka yang menjadi tumpuan.
Ia meraih tangan mungil itu, menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan putrinya. Menggenggam tangan kecil gadis kecilnya, dan menatap manik hangat milik bidadari kecil itu.
"Tentu saja, sayang. Ayah dan ibu berbulan madu di pantai, bertemu dengan kakek buyutmu dan kami mendapatkanmu sepulangnya dari pantai," jawabnya dengan senyum manis terukir di bibirnya.
"Benarkah?" tanyanya antusias, Razka mengangguk meyakinkan. "Apa Ayah dan ibu senang waktu itu?" tanyanya lagi.
"Tentu saja!" ucapnya gemas, mencubit kedua pipi Ayra yang sedikit tembam. Ia tersenyum, Ayra bahagia mendengarnya.
"Ayah, ayo kita buat istana pasir!" ajaknya yang diangguki Razka. Mereka berdua mulai turun dari gazebo dan berjalan menuju tenda guna mengambil peralatan. Kemudian bergabung dengan yang lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Wati Simangunsong
kyanya bryan klu udg gede...suka sm ayra dehh..
2021-01-26
2
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
semangat🙂
2021-01-24
1