"Kakek," ucap Adira berlari mendatangi Pertapa Tua yang baru pulang dari desa.
"Dira, Kakek sudah berbicara dengan keluarga yang akan merawatmu nanti," ucap Pertapa Tua membelai lembut kepala Adira.
"Kek, tak bisakah Dira tinggal bersama Loreng dan Ayi di hutan saja?" tanya Adira dengan wajah sedih.
"Dira, di luar sana, Dira masih punya keluarga. Dira nanti akan dipertemukan dengan keluarga Dira. Dira juga harus belajar, bersekolah bersama teman-teman seumuran Dira," ucap Pertapa Tua menjelaskan dengan sabar.
"Tapi keluarga Dira kan Kakek, Loreng, dan Ayi.." ucap Adira sedih.
"Dira, Kakek tidak bisa menjaga Dira. Kakek sebentar lagi harus kembali ke nirwana," ucap Pertapa Tua merendahkan badannya agar setara dengan Adira.
"Kenapa Kakek harus kembali.. Kenapa tidak di sini saja bersama Dira.." ucap Adira mulai meneteskan air mata.
"Masa hukuman Kakek di bumi sudah habis. Suatu saat, Kakek akan kembali lagi ke bumi menemui Dira. Sampai saat itu tiba, Dira harus jadi anak yang baik ya. Belajar yang rajin, sering-sering berlatih ilmu yang Kakek ajarkan," ucap Pertapa Tua memeluk gadis mungil yang sedang bersedih itu.
"Ingat apa yang Kakek ajarkan?" ucap Pertapa Tua menghapus air mata di pipi Adira.
"Harus menerima takdir dengan lapang dada.." ucap Adira menahan tangisnya.
"Pintar cucu Kakek," ucap Pertapa Tua tersenyum hangat.
Sebenarnya, meninggalkan Adira cukup berat baginya. Sejak ia dikhianati oleh muridnya, ia tak pernah lagi menjalin hubungan dekat dengan manusia.
Tetapi, Adira-gadis kecil yang dirawatnya sejak bayi ini benar-benar menyentuh hatinya. Kemampuan dan kekuatannya yang melebihi manusia biasa, kecerdasannya yang di atas rata-rata, hingga sikapnya yang periang, penyayang, dan memiliki hati yang murni membuat Pertapa Tua sangat menyayangi Adira.
"Dira, istirahatlah. Besok pagi kita akan latihan lagi," ucap Pertapa Tua.
"Baik, Kakek. Tapi malam ini Dira tidur di rumah pohon dengan Ayi ya.." ucap Adira dengan mata membulat memohon.
"Baiklah. Tidurlah yang nyenyak," ucap Pertapa Tua bangkit dan berjalan menuju air terjun.
Sesampainya di air terjun, Pertapa Tua duduk bersila di atas batu di tengah danau, bertapa, dan berkonsentrasi menerima titah dari nirwana.
###
"Ayi.." panggil Adira sambil menatap langit luas dipenuhi bintang-bintang.
"Uu.." ucap Ayi perlahan.
"Ayi.. Gimana ya kehidupan di luar hutan.. Kakek bilang, Dira harus berlapang dada menerima kepergian Kakek. Artinya Dira nggak boleh sedih... Kakek juga bilang, kalau Kakek akan kembali lagi suatu saat nanti.." ucap Dira sambil menghitung taburan bintang di langit.
"Ayi.. Ayi janji ya nggak akan tinggalin Dira.."
"Uu.." ucap Ayi sambil memeluk kepala kecil Dira.
Dira mulai memejamkan matanya, mendengarkan nyanyian-nyanyian hewan malam, suara sepoi angin yang menggesek pepohonan. Alunan musik dari alam yang selalu menjadi lagu pengantar tidurnya.
###
Matahari pagi mulai menampakkan sinarnya. Cahaya kuning keemasan itu masuk melalui jendela rumah pohon, menyilaukan gadis kecil dan seekor monyet yang sedang terlelap di dalamnya.
Adira membuka matanya, mendapati Ayi yang masih tertidur lelap. Adira segera melompat turun, kemudian ia menggerakkan tubuhnya, mengeluarkan jurus-jurus beladiri yang diajarkan oleh Pertapa Tua.
Dengan sekali sentakkan, Adira mengeluarkan tenaga dalamnya ke arah sebuah batu di depannya, dan ia berhasil meledakkan batu besar seukuran tubuhnya itu.
"Hebat. Tenaga dalammu semakin terkontrol sekarang. Semakin sering kamu latihan, kamu akan semakin mahir mengendalikan tenaga dalammu," ucap Pertapa Tua yang baru datang.
"Kakek," ucap Adira tersenyum senang, lalu melayang mendekati Petapa Tua.
"Kakek! Dira sudah bisa melayang!" ucap Adira yang sendirinya juga terkejut.
"Hahaha, cucu Kakek semakin pintar ya.. Sering-seringlah juga berlatih ilmu meringankan tubuh, maka kamu akan bisa melayang seperti Kakek," pesan Pertapa Tua lagi.
"Baik, Kek.." ucap Adira patuh.
"Ayo latihan. Kakek akan ajarkan beberapa jurus baru," ucap Pertapa Tua sambil melempar sebuah tongkat bambu kepada Adira.
Mereka berlatih hingga tak terasa matahari sudah bersinar terik di atas mereka. Adira yang belum sarapan, perutnya berbunyi karena lapar.
"Hahaha." Pertapa Tua tertawa mendengar suara dari perut kecil itu. "Ayo kita kembali. Saatnya makan siang."
"Hehe.. Iya, Kek. Dira sudah lapar sekali," jawab Adira senang.
Sesampainya mereka di gua, Pertapa Tua mulai menyiapkan makan siang untuk mereka berdua, dan juga buah-buahan untuk Ayi.
"Dira, besok kita pergi ke desa ya. Kakek akan kenalkan kamu dengan warga desa," ucap Pertapa Tua setelah mereka selesai makan.
"Baik, Kek.. Ayi boleh ikut?" tanya Adira pelan.
"Uu!! Uu!!" ucap Ayi dengan mata berbinar, memohon agar dirinya dibolehkan untuk ikut.
"Tentu saja boleh," ucap Pertapa Tua tertawa kecil.
Adira langsung melompat dengan riang sambil memeluk Ayi.
"Terima kasih, Kakek!" ucap Adira sambil membereskan bekas makan mereka.
"Loreng, temani Dira ke makam Ayah dan Ibu ya," ucap Adira sambil membelai tubuh Loreng
Loreng pun segera merendahkan badannya agar Adira dapat naik dengan mudah. Sdira segera melompat ke punggung Loreng, diikuti Ayi yang duduk di depan Adira.
Loreng pun berlari menuju tepi jurang, hingga mereka sampai di depan makam Bima dan Andini.
Adira duduk bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, yang tak pernah dikenalnya.
"Ayah, Ibu, Dira akan meninggalkan hutan ini.. Nanti Dira tak bisa sering mengunjungi makam kalian sering-sering.." ucapnya sambil membersihkan rumput liar yang tumbuh di sekitar kuburan kedua orang tuanya.
"Ayah, Ibu.. Sebenarnya Dira takut tinggal di luar hutan.. Tapi Kakek bilang, Dira harus jadi anak yang pemberani.. Jadi Dira tak boleh takut," lanjutnya lagi menceritakan kegelisahannya kepada kedua orang tuanya.
Setelah puas bercerita, Adira kembali naik ke punggung Loreng, lalu mereka kembai ke gua.
"Dira," panggil Pertapa Tua saat melihat Adira yang baru pulang.
"Iya, Kek?" jawab Adira.
"Ayo kita latihan lagi," ajak Pertapa Tua menggandeng Adira menuju air terjun.
Selama masih ada waktu, Pertapa Tua ingin membekali Adira dengan semua jurus-jurus yang dipelajarinya selama tujuh ratus tahun berada di bumi
Dengan waktunya yang tersisa juga, Pertapa Tua membekali Adira dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya.
Mereka berlatih dari siang hingga langit menjadi gelap. Adira yang masih belum sanggup berpisah dengan Pertapa Tua, juga menggunakan waktu latihan mereka sebaik mungkin, dan selama mungkin.
"Ayo istirahat, Kakek akan siapkan makan malam," ucap Pertapa Tua menyudahi latihan mereka.
###
"Kek.." panggil Adira.
"Ya?" jawab Pertapa Tua tak melepaskan pandangannya dari nasi yang sedang ia masak.
"Besok pagi kita ke desa?" tanya Adira.
"Iya. Ada apa?"
"Apakah orang-orang di sana baik?" tanya Adira melamun.
"Selama kamu berbuat baik, pasti orang lain akan membalas kebaikanmu," ucap Pertapa Tua tersenyum. "Dira tak usah khawatir, keluarga yang akan merawat Dira sudah berjanji akan menjaga Dira dan Ayi dengan baik."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
yuanita
dira turun gunung
2021-01-28
4
Zieya🖤
🖤🖤🖤
2021-01-18
2
❤️⃟Wᵃfᴍ᭄ꦿⁱˢˢᴤᷭʜͧɜͤіͤιιᷠа ツ
kok blm lnjut thor
2021-01-16
2