"Arya, kamu tahu, Bima adikmu kemana?" tanya Adiyaksa Samudra, sang 'Raja' dari Buana Samudra Company.
"Nggak tau, Yah. Lagi sibuk ngurusin putrinya kali," ucap Arya dengan acuh.
"Hmm.. Kemarin katanya dia mau pulang ke Jakarta, tapi Papa nggak bisa hubungi dia," ucap Adi sambil sekali lagi mencoba menghubungi ponsel Bima.
"Anaknya cewek, Pa. Pasti rewel deh di perjalanan," ucap Arya.
"Mau anaknya perempuan atau laki-laki, dia tetap cucu pertamaku," ucap Adi dengan tegas.
"Ehm.." Arya berdeham salah tingkah.
Setelah berkali-kali tak berhasil menghubungi putranya, Adi mulai mematikan komputernya dan memasukkan berkas-berkas yang berserakan di mejanya ke dalam tas kerjanya.
"Papa mau ke mana?" tanya Arya.
"Papa ada janji makan siang. Kamu jaga kantor dulu ya," ucap Adi melangkah pergi meninggalkan ruangan.
Setelah ayahnya meninggalkan ruangan, Arya pun ikut ke luar ruangan. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu memang tak suka berkutat dengan pekerjaan yang menurutnya membosankan.
"Mel cantik, mau kemana nih?" goda Arya kepada sekretaris ayahnya-Melanie, yang terlihat sedang bersiap-siap untuk pergi.
"Aku keluar sebentar ya," jawab Melani sambil tersenyum dan mengedipkan matanya kepada Arya.
Setelah Melanie sampai di lobby, supir bosnya sudah menunggu di depan. Dengan segera, Melani langsung masuk dan menutup pintu mobil tersebut.
"Pak Daus, kita ke Hotel Queen ya," ucap Melanie sambil merapikan dandanannya.
Sopir yang kebingungan karena yang naik hanya sang sekretaris tanpa majikannya itu pun merasa ragu untuk melajukan mobil. "Loh, kok cuma Bu Melani saja? Tuan Adi di mana?" tanyanya panik.
"Sudah jalankan saja, cepat! Sudah ditunggu Pak Adi di hotel!" ucap Melani memaksa Daus untuk bergegas.
Daus yang kebingungan pun langsung menginjak gasnya dan berangkat menuju ke Hotel Queen. Perasaan Tuan Adi dari tadi belum keluar gedung..
Tak lama setelah kepergian Melani dan Daus, sebuah taksi pesanan berhenti di depan lobby perusahaan. Dengan sedikit berlari, seorang pria berusia lima puluhan langsun masuk ke dalam taksi, dan mereka pun hilang dari pandangan.
"Ke Jalan Harisa ya, Pak," ucap sang penumpang kepada supir taksi tersebut.
"Halo Rafa, ini Papa." Terdengar percakapan di telepon dari kursi penumpang.
"Rafa, Papa sudah sewa pesawat untuk kamu dan Mama. Kamu bawa Mama ke Philipine ya. Nanti Papa menyusul, dan jangan sampai ada yang mengetahui hal ini," ucap Adi terdengar gelisah.
"Baik, Pa," ucap Rafa tanpa bertanya.
Adi pun segera mematikan panggilannya, lalu melempar ponselnya keluar jendela.
"Pak, berhenti sini saja," ucap Adi kemudian memberikan dua lembar uang berwarna merah kepada supir taksi tersebut.
Dilihatnya kanan dan kiri, lalu ia menyeberang menuju pangkalan taksi di depannya. Tanpa basa-basi, Adi langsung menaiki salah satu taksi tersebut.
Di tengah perjalanan, lagi-lagi ia meminta supir untuk berhenti, dan kembali menaiki taksi lainnya. Begitu terus hingga empat kali.
###
"Bu.. Ini beneran Pak Adi nggak ikut..?" tanya Daus yang yakin kalau majikannya masih ada di perusahaan.
"Iya, beneran. Pak Adi sudah menunggu di Hotel. Sudah, kamu cepetan nyetirnya, biar cepat sampai," ucap Melanie sambil memperbaiki pakaian dan dandanannya.
Daus yang cemas dan gugup, terus-terusan memperhatikan Melani melalui kaca spion hingga ia tak sadar ada sebuah truk melaju dengan kencang di depannya.
Daus segera menginjak rem, tapi mobil mereka tak berhenti. Ia semakin panik, lalu membanting setirnya ke pembatas jalan. Melani yang duduk di kursi belakang dan tak mengenakan sabuk pengaman langsung terpental keluar mobil, sedangkan Daus berusaha merangkak keluar dan mencari pertolongan.
###
Setelah matahari bersinar terik, setelah lima jam berjalan kaki menelusuri hutan, akhirnya Juki menemukan perkampungan terdekat.
Dihampirinya sebuah warung nasi yang sedang dasaran, lalu dibangunkannya Rendra perlahan.
"Rendra, ayo makan, Nak," ucap Juki dengan lembut.
"Bu, Nasi sama ayam goreng dua ya. Minumnya kopi panas sama susu putih," ucapnya kepada penjaga warung.
"Ditunggu sebentar ya, Pak. Bapak bukan orang sini ya?" tanya sang penjaga warung kepada wajah asing dihadapannya.
"Iya, Bu. Kami semalam tersesat," ucapnya sambil menyeruput kopi panas.
"Tersesat? Di Alas Sewu?" tanya sang penjaga warung dengan wajah memucat.
"Me-memang kenapa Bu?" tanya Juki dengan panik, ia takut tindakannya diketahui orang lain.
"Waduh, Pak.. Alas Sewu memang angker. Konon katanya, ada Pertapa Tua yang pelihara harimau jadi-jadian di sana. Bapak harusnya bersyukur, bisa keluar dengan selamat, nggak dimakan harimau jadi-jadian.." ucap sang penjaga warung.
Juki pun menghela nafas lega. Bukan. Bukan karena ia bersyukur tidak dimakan harimau, tapi ia bersyukur karena tindakannya tak diketahui orang lain.
"Bu, apa di dekat sini ada penginapan?" tanya Juki dengan sopan.
"Kalau penginapan kayak hotel sih nggak ada, Pak. Adanya rumah petak yang mau disewakan di sana," ucap sang penjaga warung menunjuk sebuah gang. "Coba aja ke sana, Pak. Siapa tahu boleh disewa beberapa hari."
"Oh gitu.. Kalau mau ke kota lewat mana ya?" tanyanya setelah menghabiskan makanannya.
"Dekat Pasar Krompang di situ, dari jam tiga pagi sampai jam empat sore ada mikrolet lewat. Lewat jam empat sore, udah nggak ada angkutan lagi."
"Baik, Bu. Terima kasih," ucapnya sambil membayar makanannya.
"Pak, aku capek.." ucap Rendra kembali mengusap-usap matanya.
Semalaman, putranya itu memang tidur dengan tak nyenyak.
Akhirnya, Juki pun menggendong putranya menuju rumah petak yang ditunjuk oleh penjaga warung.
"Permisi, Pak. Cari siapa?" tanya seorang pria menghampiri mereka.
"Anu, kami mau sewa rumah ini, yang punya rumah siapa ya?" tanya Juki.
"Oh.. Saya yang punya rumah, Pak. Nama Saya Pak Mustofa. Silakan kalau mau lihat dalamnya," ucap Pak Mustofa segera membukakan pintu rumah kontrakannya.
Rumah kecil berdinding separuh bata separuh papan, dan berlantai separuh tanah separuh semen. Sudah ada sebuah kompor dan dua buah kasur di sana. Dengan dua buah kamar, sebuah kamar mandi, dan sebuah dapur kecil, menurutnya cukup untuk kehidupannya sementara.
"Saya mau sewa, sebulannya berapa ya, Pak?" tanya Juki, lalu menawar harga hingga muncul kata sepakat.
"Baiklah, sepakat aeratus ribu per bulan ya," ucap Pak Mustofa tersenyum lebar
###
Di sebuah lapangan terbang rahasia milik keluarga Samudra, Rafa berdiri di dekat anak tangga dengan cemas menunggu kedatangan ayahnya.
Berkali-kali ia melirik arloji di lengannya, menunggu kedatangan ayahnya. Hingga Dari kejauan, terlihat seorang pria berjalan kaki ke arahnya.
"Papa kok jalan kaki? Ada apa ini sebenarnya?" tanya Rafa heran.
"Ayo naik. Kita bicara setelah pesawat lepas landas," ucap Adi tergesa-gesa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Alva Arif
up...
terus .....
2022-05-23
0
Rice Antu
lanjut msih nyimak
2022-05-08
0
Ernadina 86
masih nyimak belum ngerti
2022-02-27
0