Hari demi hari dilewati Adira dengan latihan keras dari Pertapa Tua. Selama sisa waktunya di bumi, Pertapa Tua terus menempa Adira dengan ilmu-ilmu baru dan jurus-jurus baru.
Pagi ini pun sama, Pertapa tua sedang melatih Adira dalam mengontrol tenaga dalamnya.
Untungnya, berkat mustika dan darah ratu ular yang mengalir di tubuhnya, Adira sama sekali tak kesulitan mengikuti latihan dari Pertapa Tua. Ia berkembang dengan pesat, baik dari tenaga dalam maupun bela dirinya. Kemampuan intelektualnya juga tinggi. Untuk anak seusianya, Adira dapat dikatakan sebagai anak jenius.
Melihat perkembangan Adira belakangan ini, Pertapa Tua pun sudah tak lagi khawatir dengan keadaan Adira nantinya.
Di tengah pengajarannya, Pertapa Tua tiba-tiba terdiam. Angin berhembus memutari tubuhnya. Alam semesta membantu nirwana menyampaikan pesan pada Pertapa Tua. Ia terdiam lalu memejamkan matanya sejenak.
Sudah saatnya aku pergi.. ucapnya dalam hati sambil memandang langit luas.
Dengan berat hati, ia harus mengucap perpisahan pada Adira saat ini juga.
"Dira. Ingat terus pesan Kakek, rajin-rajinlah berlatih, belajarlah dengan rajin hinga jadi anak yang pintar. Bantulah orang-orang yang membutuhkan, jangan sombong dan jangan menunjukkan kekuatanmu pada orang lain," ucap Pertapa Tua sambil mendekati Adira yang masih sibuk berlatih dengan tongkat bambunya.
"Apakah Kakek akan pergi sekarang?" tanya Adira sedih.
"Iya.. Waktu Kakek sudah tiba," ucap Pertapa Tua menunduk, menyeimbangkan tinggi badannya dengan Adira.
"Kakek janji kan akan kembali lagi?" tanya Dira lagi.
"Kakek janji, asal Dira juga janji menjadi anak yang baik," ucap Pertapa Tua mengelus rambut Adira.
"Baik, Kek.." ucap Adira menunduk, menahan kesedihannya.
Pertapa Tua pun menghela nafas panjang dan memeluk gadis kecil yang sudah dirawatnya selama lima tahun itu. "Dira, jangan sedih. Suatu hari nanti Kakek akan kembali menemui Dira.."
"Bantu Kakek bereskan barang-barangmu ya," ucap Pertapa Tua dengan lembut.
###
Setelah mengemas buku-buku dan pakaiannya, Adira melangkah keluar dari rumah kabin yang sudah lima tahun ditempatinya.
Di depan rumah, Loreng sudah menunggu Adira untuk mengucapkan perpisahan.
"Loreng... Dira akan pindah ke desa.. Dira pasti akan rindu dengan Loreng.. Nanti Dira akan sering mampir ke sini ya.. Loreng jaga diri baik-baik di hutan," ucap Dira memeluk Loreng.
Loreng pun menjawab dengan auman yang terdengar pilu. Dijilatinya wajah Adira, seakan-aaknt tak rela melepas kepergiannya. Gadis kecil yang sudah dirawatnya sedari bayi, bahkan disusuinya sendiri, kini harus pergi meninggalkannya.
Ayi yang sedari tadi diam di pundak Adira pun ikut berpindah ke punggung Loreng dan memeluknya.
"Kakek, Adira boleh pamit sebentar kepada teman-teman yang lain?" tanya Adira meminta ijin, yang dijawab dengan anggukan oleh Pertapa Tua.
Adira pun segera mengambil beberapa buah-buahan dari goa, lalu ia melompat naik ke atas punggung Loreng.
Setelah sampai di padang bunga, Adira bersiul kencang, dan beberapa ekor kelinci dan rusa berlarian mendekatinya. Beberaia burung kecil juga ikut beterbangan mendatanginya. Dielusnya hewan tersebut satu per satu, lalu Adira memberikan buah-buahan itu kepada mereka.
"Teman-teman, Adira akan pergi meninggalkan hutan ini. Kalian jaga diri baik-baik dan jangan bertengkar ya," ucap Adira lalu memeluk mereka semua.
###
Dengan Pertapa Tua di sebelahnya dan Ayi di pundaknya, Adira melangkah masuk ke dalam desa.
Dilihatnya lagi keadaan di dalam desa. Pasar yang selalu ramai dengan orang-orang, anak-anak seusianya yang bermain bola di lapangan, sepeda motor yang mengeluarkan suara mengerikan.
Setibanya di depan rumah Juki, Adira menarik nafas panjang, meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Pertapa Tua yang menyadari kecemasan Adira pun memberinya waktu untuk menenangkan diri. Mereka diam beberapa menit di depan pintu tanpa melakukan apapun.
Setelah melihat cucunya sudah bisa tenang, Pertapa Tua pun mengetuk pintu rumah Juki.
"Tuan Pertapa, Dira, silakan masuk," ucap Juki dengan ramah.
Saat melihat Juki, Pertapa Tua langsung tersenyum. "Hmm, sudah bisa ikhlas menanggung kesalahanmu?" ucapnya dengan tulus.
"Iya, Tuan.. Saya sedikit lega mendapati Nona tumbuh dengan baik," jawab Juki.
"Juki, aku sudah harus pergi. Mulai hari ini, aku akan serahkan Dira ke tanganmu. Selesaikanlah tugasmu dengan baik," ucap Pertapa Tua.
"Baik Tuan Pertapa.. Dan terima kasih Tuan selama ini sudah mengajarkan Rendra bela diri. Hati-hati di jalan, Tuan," ucap Juki yang mengira Pertapa Tua akan pergi ke luar kota, atau luar negeri.
"Dira, kamu menurut ya dengan Paman Juki," ucap Pertapa Tua
"Baik, Kakek.." ucap Adira.
"Kalau begitu Kakek pergi dulu ya. Jaga diri baik-baik ya, Nak," ucapnya sambil memeluk Adira dengan erat.
"Kakek, kapan Kakek pergi?" tanya Adira tak mau melepas pelukannya. Air matanya sudah mengalir deras.
"Kakek harus kembali sekarang," ucapnya lembut.
"Jangan sedih, Dira.. Kakek kan sudah berjanji akan kembali," ucapnya sambil menghapus air mata di pipi Adira.
Pertapa Tua pun berjalan keluar dari rumah Juki, lalu menghilang di persimpangan.
Adira yang mengamati kepergian Pertapa Tua pun mencoba untuk tegar dan menahan tangisnya. Dira sudah berjanji kepada kakek, Dira akan mejadi anak yang kuat, jadi Dira tidak boleh menangis, ucapnya berulang-ulang dalam hati.
"Ayo masuk, Dira," ajak Juki.
Dira terdiam menatap wajah Juki, lalu ia tertunduk. Melihat itu, Juki segera menggandeng tangan Adira, dan menuntunnya untuk masuk.
Perpisahan dengan satu-satunya keluarga, pasti berat untuk gadis kecil berusia lima tahun. batinnya sedih.
"Dira, Dira nggak mau kenalin monyet ini ke Paman?" tanya Juki kepada Adira dengan ramah.
Dira pun meminta Ayi untuk pindah ke tangannya, lalu memperkenalkan Ayi kepada Juki. "Namanya Ayi, usianya tiga tahun," ucap Adira malu-malu.
Juki pun tersenyum karena Adira mau merespon pertanyaannya.
"Ayo, Paman tunjukkan kamar Dira," ucap Juki masuk ke dalam sebuah kamar.
"Nah ini kamar Dira. Barang-barang Dira, Paman rapikan di dalam lemari ini ya," ucapnya sambil meminta buntalan kain dari tangan Dira.
Dira pun menyerahkan tasnya kepada Juki, dan memperhatikan Juki yang sedang memasukkan buku-buku dan pakaiannya ke dalam lemari. Adira pun ikut membantu Juki merapikan barang-barangnya.
"Wah, Dira pintar ya sudah bisa melipat baju," ucap Juki dengan ramah.
"Nah, Dira tidur di sini ya," ucap Juki menunjuk sebuah kasur busa di sebelahnya.
"Ini apa, Paman?"
"Ini namanya kasur," ucap Juki.
Juki sedikit paham jika Adira tak tahu banyak dengan kehidupan di desa, karena ia tahu Adira selama ini tinggal di dalam hutan dan tidak pernah keluar.
"Kenapa kasur bentuknya seperti ini?" tanya Adira heran karena ia biasanya tidur di atas kasur dari anyaman jerami.
"Coba Dira tidur di atasnya," ucap Juki tersenyum lebar.
Adira pun merebahkan dirinya di atas kasur, lalu memejamkan matanya.
"Wah! Lembut sekali! Seperti tidur di padang bunga!" ucap Adira terkejut.
"Hahaha, Dira suka dengan kasur Dira?" ucap Juki mengelus rambut Adira dengan gemas.
"Iya, Paman. Dira suka. Terima kasih," ucap Adira dengan senyum kembali terkembang.
"Ya sudah, Dira istirahat dulu ya. Paman mau buat sarapan dulu," ucap Juki kemudian beranjak masuk ke dapur.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
A Myeon
Dira ngak nangis malah aku yg nangis thor
2022-04-05
0
Nanda Lelo
mereka yg pisah kok aku yg nangis y?
2022-02-19
0
~🍁DRA_218🍁~
kok sedih ya pas perpisahan pertapa tua dengan dira, huaaa thor aku nangis lagi nih karena ceritamu😭😭😭😭
2022-01-16
0