Embun pagi masih membasahi dedaunan, tetapi dua insan berbeda usia ini sudah rajin berlatih di tepi Danau.
Dingin udara pagi yang menusuk kulit sama sekali tak menjadi masalah bagi mereka. Dengan lincahnya, mereka bergerak seirama. Gerakan-gerakan lincah yang bahkan bisa membelah angin.
"Dira, coba sayat pohon itu. jangan sampai meledak," ucap Pertapa Tua.
Dengan sekali hentakan, Adira memukul angin, hingga angin itu menyayat pohon di depannya
"Hebat. Gerakanmu semakin gesit dan terkontrol," ucap Pertapa Tua sambil memeriksa pohon yang tersayat. Dua puluh centimeter panjangnya.
"Ayo kita sarapan. Matahari sudah terbit," ucap Pertapa Tua kemudian melayang menuju gua untuk menyiapkan sarapan.
"Ayo Ayi!" panggil Dira kepada Ayi yang kembali tertidur diatas pohon.
###
"Dira, sudah siap?" tanya Pertapa Tua setelah mereka selesai sarapan.
"Sudah, Kek," jawab Adira.
"Baiklah, ayo kita berangkat. Ayo balapan dengan Kakek hingga ke bibir hutan," ucap Pertapa Tua tersenyum.
"Ayo!" jawab bocah lima tahun itu dengan semangat, lalu mereka melesat cepat menembus hutan.
"Yah.. Dira kalah lagi," ucap Adira cemberut.
"Hahaha, nanti kalau kamu sudah dewasa, kamu pasti bisa mengalahkan Kakek," ucap Pertapa Tua membelai lembut rambut Adira.
"Ayo, kita masuk ke desa." Pertapa Tua menggandeng lengan kecil Adira dan berjalan memasuki gerbang desa.
"Pagi Pak Tabib. Ini cucu Pak Tabib yang pernah diceritakan itu ya?" sapa Bu Romlah saat melihat kedatangan Pertapa Tua dan Adira.
"Betul, Bu," ucap Pertapa Tua tersenyum. "Adira, ayo perkenalan diri."
"Selamat pagi, nama saya Dira," ucap Dira dengan sopan sambil mencium tangan Bu Romlah.
"Ya ampun, manisnya.. Dira mau permen nggak? Tante punya banyak permen loh," ucap Bu Romlah tak tahan akan kegemasan Adira.
"Permen.." ucap Adira dengan mata berbinar.
Bola kristal yang katanya manis, yang hanya pernah ia lihat di buku cerita itu kini ada di depannya. Dengan ragu, Adira menatap Pertapa Tua, meminta ijin untuk menerima pemberian dari wanita paruh baya di depannya.
"Boleh. Tapi besok-besok Adira tak boleh makan permen banyak-bayak ya," ucap Pertapa Tua tertawa kecil.
Dengan malu-malu, Adira pun mengambil lolipop yang diberikan oleh Bu Romlah, lalu mencicipinya. Matanya berbinar senang. Baru pertama kali ia memakan makanan seenak ini.
"Pak Tabib kok tumben bawa Adira ke desa? Ada acara apa?" tanya Bu Romlah.
"Iya, Bu. Sebentar lagi saya harus pergi jauh. Saya tidak bisa mengajak Adira ikut dengan saya, jadi saya ingin menitipkannya kepada Juki," ucap Pertapa Tua.
"Oh.. begitu.." ucap Bu Romlah sedih. Tak bisa dibayangkannya, seorang gadis yang masih berusia lima tahun ditinggal pergi oleh satu-satunya keluarganya.
"Dira, Dira kalau butuh sesuatu, datang aja ke rumah Tante ya. Nanti Tante akan bantu Dira sebisa Tante," ucap Bu Romlah mengelus lembut rambut Adira.
"Terima kasih, Tante.." jawabnya malu-malu.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Bu. Saya mau mengajak Dira berkeliling desa.
"Hati-hati, Pak Tabib. Sampai jumpa lagi, Dira," ucap Bu Romlah melambaikan tangannya.
Melihat itu, Adira pun ikut melambaikan tangannya dan tersenyum senang.
"Ya ampun.. Cucu Pak Tabib lucu sekali.." gumam Bu Romlah masih menatap gadis mungil itu.
"Kakek, di situ ada apa?" tanya Adira terkejut melihat orang-orang berkerumun di sebuah tempat.
"Hahaha. Itu yang namanya pasar, tempat orang melakukan transaksi jual beli," ucap Pertapa Tua tertawa melihat ekspresi Adira.
"Oh.. Pasar.. Dira kita ada sesuatu terjadi dengan mereka.." ucap Adira dengan polosnya.
"Hahaha, Dira mau ke sana?"
"Tak usah, Kek.. Di sana ramai sekali.."
Setelah berkeliling dan berkenalan dengan beberapa orang warga, sampailah mereka di rumah Juki.
"Nah Dira, di sinilah kamu akan tinggal nanti," ucap Pertapa Tua memandang rumah petak berdinding batu bata itu.
Pertapa Tua pun mulai mengetuk pintu rumah, dan Juki-lah yang membukakan pintu bagi mereka.
"Tuan Pertapa," ucap Juki sedikit kaget. "Silakan masuk, Tuan.."
Pertapa Tua pun masuk, diikuti Adira di belakangnya. Juki sedikit kaget melihat Pertapa Tua yang membawa seorang gadis kecil. Apakah ini Nona Adira...
"Silakan duduk Tuan .. No-Nona Adira?" tanya Juki ingin memastikan.
"Benar, dia adalah Adira," ucap Pertapa Tua. "Dira, ini Paman Juki, orang yang akan merawatmu selama di desa nanti. Paman Juki juga punya seorang putra berusia delapan tahun. Jadi kamu nggak akan merasa kesepian nanti."
"Halo, Paman. Nama saya Dira," ucap Dira memperkenalkan Diri dengan sopan, seperti yang sudah diajarkan Pertapa Tua dulu.
"Iya, Non. Saya Juki," ucap Juki memperkenalkan Diri.
Dira yang tak pernah mendengar sapaan 'Non' pun terheran. Apakah pendengaran Paman ini terganggu?
"Bukan Non.. Nama saya Dira.." ucap Dira sedikit keras.
Juki yang mendengan Dira berteriak oun menjadi sedikit terkejut. "E-Eh.. Iya Dira," ucapnya tergugup.
"Dira kenapa teriak?" tanya Pertapa Tua yang juga terkejut.
"Ah.. Soalnya Paman Juki panggil Dira dengan nama lain.. Jadi mungkin pendengaran Paman agak terganggu," ucap Dira berbisik kepada Pertapa Tua.
"Hahaha," Pertapa Tua tertawa dengan keras. Juki yang sebenarnya juga mendengar bisikan kecil dari Adira pun menahan tawanya.
"Dira, Non itu artinya Nona. Itu sapaan untuk perempuan muda yang dihormati," ucap Pertapa Tua menjelaskan.
"Oh gitu.. Tapi kenapa Dira dihormati?" tanya Adira kembali terheran.
"Karena Paman Juki sebenarnya pernah bekerja dengsn keluarga Dira. Karena itu juga, Kakek menitipkan Dira dengan Paman Juki."
"Dira jangan sungkan ya dengan Paman," ucap Juki mencoba tersenyum. Sebenarnya, ia sendiri juga gugup.
"Anakmu mana, Juk?" tanya Pertapa Tua yang tak melihat keberadaan Rendra.
"Rendra sedang ke pasar, Tuan. Mungkin sebentar lagi pulang. Mau ditunggu, Tuan?" ucap Juki.
"Hmm, begitu.. Tak usah. Dira bisa berkenalan dengan Rendra kapan-kapan. Kalau begitu kami pulang dulu," ucap Pertapa Tua bangkit dari duduknya.
Melihat kakeknya pamit pulang, Dira pun ikut berpamitan.
"Saya pamit dulu, Paman," ucap Dira mencium tangan Juki dengan sopan.
"Iya, Hati-hati Tuan, Dira.." ucap Juki tersenyum.
###
Setelah kepergian mereka, Juki kembali duduk di kursi bambu di ruang tamunya. Ia tersenyum lega melihat nonanya selamat dan tumbuh dengan baik.
Meski masih ada perasaan bersalah dan menyesal, tetapi hatinya sedikit lega setelah melihat nonanya masih hidup dengan mata kepalanya sendiri.
Dulu, tanggung jawabnya merawat Adira masih menjadi beban baginya. Tetapi sekarang, ia sudah benar-benar menganggap tanggung jawab itu sebagai kesempatan untuk menebus kesalahannya.
"Pak, kok duduk melamun di sini?" tanya Rendra yang baru pulang.
"Ah, tadi Tuan Pertapa kemari. Bapak sudah bertemu dengan Nona Adira," ucap Juki sambil tersenyum.
"Bapak terlihat bahagia," ucap Rendra ikut tersenyum.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Alva Arif
mantap
2022-05-24
0
Kiara Putri
masya allah! kisah ini jg bagus. semoga sama bagusnya sama kisah fania itu adalah aku. dan sang penulisnya senantiasa diberikan kesehatan,serta umur panjang oleh allah swt. sukses selalu ya oter?
2021-03-28
0
Agustina
😍😍😍😍
2021-03-06
1