"Nas... Anas.." ucap Adira mulai meracau.
Pertapa Tua terus memperhatikan reaksi dan gerakan Adira hingga Adira mulai membuka matanya setengah jam kemudian.
Adira masih duduk di bawah air terjun, merasakan derasnya aliran air menghantam kepalanya.
"Aduu..." ucap Adira merasa kesakitan.
"Akek, kok Dila di cini?" tanya Adira heran.
"Kamu habis digigit ular, jadi Kakek obati," jawab Pertapa Tua sambil membantu Adira menjauhi air terjun.
"Ayi! Ayi mana?" tanya Adira saat kesadarannya mulai kembali.
Ayi yang sedari tadi setia menunggu Adira, langsung mengeluarkan suara dan melompat ke pundak Adira, lalu memeluknya. Ayi pun mulai menangis karena rasa takut kehilangan akan teman satu-satunya di hutan ini.
"Ayi celamat! Ayi celamat!" ucap Adira senang sambil balik memeluk tubuh kecil Ayi.
"Kemari Dira," panggil Pertapa Tua yang sudah berada di pinggir danau.
Adira pun segera melayang menuju ke pinggir danau. Ia kaget karena tubuhnya terasa lebih ringan dan lebih kuat dari biasanya.
"Hmm, merasa ada yang beda?" tanya Pertapa Tua tersenyum.
"Lingan. Dila adi lingan dan uat!" ucap Adira melompat-lompat, memastikan kekuatannya.
"Hahaha. Itu karena kamu habis minum darah dan makan jantung dari ular sakti," ucap Pertapa Tua.
Adira yang tak begitu paham maksud Pertapa Tua pun hanya tertawa dengan riang, lalu berlari mendekat.
Begitu sampai di dekat Pertapa Tua, Pertapa Tua langsung mengangkat Adira dan melemparkannya tinggi ke udara.
Adira segera bersalto dan melesat turun dengan bahagia.
"Agi! Agi!" ucapnya semangat.
Adira memang paling suka bermain lempar tinggi dengan Pertapa Tua, dan melesat cepat menyusuri hutan dengan Loreng.
Pertapa Tua pun kembali melempar Adira tinggi ke udara, dan Adira pun kembali mendarat dengan mulus.
Setiap lemparan yang dilakukan, Pertapa Tua menambahkan kecepatan dan ketinggian lemparannya, dan Adira selalu berhasil mendarat dengan mulus.
"Cucu Kakek semakin pintar!" ucap Pertapa Tua tertawa dengan bahagia.
"Ayo kita kembali ke rumah," ucap Pertapa Tua melayang sendirian menuju rumahnya.
"Akek.. Unggu Dila.." Adira yang masih belum tahu cara terbang melayang seperti Pertapa Tua pun berlari, melesat dengan cepat menembus hutan.
"Loleng, ayo alap lali!" ucap Adira kepada Loreng yang berlari di sebelahnya.
Loreng pun mengaum dengan kencang dan menambah kecepatannya. Sedangkan Ayi berpegangan dengan kencang di punggung Loreng. Ayi berteriak-teriak ketakutan karena kecepatan yang luar biasa itu.
"Hahaha! Ayi lemah!" teriak Adira mengejek Ayi.
Ayi yang tidak terima diejek pun segera melompat ke pepohonan dan berlari sendiri menuju ke rumah. Ayi melesat melompati satu pohon ke pohon lain dengan lincahnya.
"Uu!! Uu!!" Di tengah lompatannya, Ayi berteriak dengan bangga.
"Ayi ebat!" ucap Adira tertawa dengan senang.
###
"Hole! Dila menang!!" ucap Adira saat sudah sampai di rumah, lima detik lebih cepat daripada Loreng.
"Akek! Dila akilnya menang awan Loleng!" ucap Adira berlari menuju Pertapa Tua.
"Hahaha," Pertapa Tua tersenyum sambil mengelus jenggotnya. "Ayo duduk sini, tadi Kakek dapat makanan dari warga."
Adira dan Ayi pun duduk bersisian, menunggu Pertapa Tua membuka bungkusan makanan.
"Ini apa Kek?" tanya Adira yang baru pertama kali melihat roti.
"Ini namanya roti, terbuat dari gandum. Ayo dimakan," ucap Pertapa Tua memberikan bungkusan itu kepada Adira.
"Ini uat Akek," ucap Adira membelah rotinya menjadi empat dan memberikan satu potongan kepada Pertapa Tua, dan satu kepada Ayi.
Pertapa tua tersenyum menerima roti pemberian Adira, "Terima kasih."
Adira kemudian berjalan mendekati Loreng dan memberikan satu potong roti kepadanya. Loreng yang merupakan hewan pemakan daging, tentu saja tak mau diberi roti. Loreng pun melengos dan membuat Adira bingung.
"Dira, Loreng tidak makan roti," ucap Pertapa Tua mendekati Adira.
"Pergilah berburu," ucap Pertapa Tua yang dijawab dengan auman oleh Loreng, lalu ia melesat masuk ke dalam hutan.
"Dira, selesai makan kita belajar membaca dan menulis lagi ya," ucap Pertapa Tua.
"Acik! Baca buku celita!" ucap Adira dengan bahagia.
###
"Tuan.. Maaf.. Maafkan saya.. Ampuni saya.. Saya bersalah Tuan.. Maafkan saya.."
"Pak, Bapak.. Bangun, Pak!!" ucap bocah kecil berusia lima tahun itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya.
"Tuan!!" teriak Juki lalu ia membuka matanya.
Ia bangun terduduk dengan badan sudah penuh dengan keringat. Nafasnya tersengal-sengal. Pikirannya masih kacau karena mimpi yang dialaminya barusan.
Mimpi ini lagi... batinnya menangis sedih.
"Rendra.. Bapak nggak bisa hidup seperti ini, Nak.." ucap Juki memeluk anaknya dengan hati yang hancur.
Rasa bersalah yang tak terbendung, dosa yang tak bisa ditebus, membuatnya memimpikan kejadian itu hampir setiap malam.
Mau gila rasanya. Ledakan mobil yang dengan Tuan Bima, Nyonya Andini, dan Nona Adira yang masih ada di dalam mobil. Api besar membakar tubuh mereka.
Dimimpinya, mereka tak mati. Mereka keluar dengan tubuh penuh luka bakar dan berjalan mengejar dirinya.
Juki yang ketakutan, tak bisa kabur, kaki dan tangannya lemas tak bisa digerakkan.
Di belakang mereka, ada istrinya yang juga berjalan menatap nanar kepadanya. Dengan pisau masih menancap di perutnya, dan juga darah segar terus mengalir dari lubang itu.
"Bapak..." ucap Rendra menangis pilu melihat kondisi ayahnya.
Benar.. Aku masih punya Rendra.. Aku harus kuat demi anakku.. ucap Juki kembali pada kesadarannya.
Dipeluk dan diciumnya putranya itu. Satu-satunya harta yang ia miliki saat ini. Jika ia mati, siapa yang akan menanggung dosanya? Ia takut Tuhan malah akan menghukum putranya akibat dosa yang diperbuatnya.
Tidak. Ia tak mau putranya menanggung karmanya. Biarlah ia yang memikul semua ini sendiri. Aku masih kuat. Aku harus kuat. Berkali-kali ia mengulang kalimat itu untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Bapak.. Rendra juga kangen Ibu.." ucap Rendra pilu.
Jger!
Bagaikan tersambar petir, ia taj menyangka putranya yang masih kecil itu mengingat ibunya.
"Rendra.." Juki menatap Rendra dengan pedih.
"Rendra tau, ibu sudah tak ada.. Ibu sudah meninggal.." ucap Rendra menunduk sedih.
Juki tak tahu harus berbuat apa. Selama ini, ia selalu berkata 'Ibu pergi ke tempat yang jauh'. Ia tak menyangka putranya kini sudah mengerti maksud ucapannya itu.
"Kemarin, Ibunya teman Rendra juga dikubur di tanah.. Rio bilang, kalau sudah dikubur di tanah, artinya Ibu sudah meninggal, sudah tidak ada di dunia ini lagi.." ucapnya sambil menunduk.
"Rendra..." ucap Juki memeluk Rendra.
"Pak.. Apa ini karena Rendra.." tanya bocah kecil itu mulai menitikkan air mata.
"Apa maksudmu, Nak? Bukan.. Ibu meninggal karena kesalahan Bapak.. Rendra nggak salah.." ucap Juki ikut menangis bersama putra semata wayangnya.
"Waktu di hutan dulu, ada tiga orang pria datang menarik Ibu.. Ibu meminta Rendra untuk bersembunyi.. Mereka memukuli Ibu, tapi Rendra cuma bisa sembunyi.." ucap Rendra menangis tersedu-sedu.
Juki tak menyangka, putranya ternyata melihat waktu ibunya dibunuh. Dua tahun ia memendam ini sendirian. Seberapa besar kah ketakutannya selama ini.
Tuhan.. Tolong hukum saja hamba.. Jangan limpahkan kesalahan hamba kepada anak hamba.. batinnya meraung pilu.
"Waktu itu kamu masih kecil, Nak.. Bapak bersyukur kamu bersembunyi.. Terima kasih karena sudah selamat, Nak.." Juki memeluk Rendra dengan erat
Ia mencoba untuk menguatkan dirinya. Kalau ia tak kuat, bagaimana ia bisa menguatkan putranya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
akbr
kampretttt
w jadi ketagihan sama novel lu thor
good good👍👍👍😀
2021-07-10
0
Srikandi Hayaka
7 Boomlike n 5 rate sdh mendarat Mamih...
Tetap jaga kesehatan n tetap semangat berkarya y Mih...!
2021-02-28
7
Faika Pertiwi
Adira harus semangat n brjuang utk jadi kuat demi kluargamu
2021-02-07
2