Dari atas pohon, Adira masih terus memperhatikan kedua penebang ilegal itu. Ia kesal dengan tingkah mereka. Dari buku yang ia baca, mereka merupakan orang-orang jahat yang mau menebang hutan sembarangan.
Adira segera memetik buah apel didekatnya, lalu dilemparkannya kepada pria yang dipanggil Supri itu. Supri tentu saja terkejut merasakan kepalanya kejatuhan sesuatu.
"Aduh, apaan nih?!" teriaknya mengaduh kesakitan.
Kang Leman yang mendengar temannya berteriak pun menjadi semakin takut. "Sup, kita pulang aja yuk.." ucapnya sambil gemetaran.
"Takut amat sih, Kang. Tuh. cuma buah jatuh. Apes amat sih jatuhnya kena aku," ucapnya sambil menendang buah apel di bawah kakinya.
Adira pun semakin kesal akan tingkah Supri. Dengan ilmu meringankan tubuh, Adira melesat cepat ke arah Supri dan memukulnya, lalu ia kembali bersembunyi di atas pohon.
"Aw! Apaan tuh!" ucap Supri lagi-lagi mengaduh kesakitan.
Kang Leman yang tadi menangkap bayangan Adira yang terbang memukul Supri, segera berlari keluar dari hutan. "Setan.. Setan.."
Supri yang ditinggal sendirian di tengah hutan, nyalinya pun ikut menciut. "Kang! Tunggu!" ucapnya sambil berlari terbirit-birit menyusul temannya.
"Hahaha!" Adira yang melihat kedua pria yang tadinya bertingkah angkuh tetapi kini lari ketakutan, membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Suara tawanya menggema dari atas pepohonan. Supri yang sempat mendengar suara tawa itu, semakin ketakutan. Tak dapat ditahan, cairan bening kekuningan mengalir menembus celananya. "Kang Leman! Tunggu aku, Kang!" teriaknya memanggil temannya.
"Uu!! Uu!!" Ayi ikut tertawa melihat pria itu terkencing-kencing.
"Mereka orang-orang jahat, Ayi. Kalau pohon-pohon di sini ditebang, kan kasihan hewan-hewan yang tinggal di sini," ucap Adira sambil mengelus kepala Ayi.
"Ayo pulang," ucap Adra kemudian berlari kembali ke gua, tempat Kakeknya sedang bermeditasi.
"Kakek.." ucap Adira menghampiri. Pertapa Tua.
"Apa yang barusan terjadi, Dira?" tanya Pertapa Tua yang merasakan ada kejadian di pinggir hutan.
"Tadi Dira main ke pinggir hutan, Kek. Terus Dira bertemu dengan orang-orang jahat. Mereka mau menebang pohon-pohon di hutan ini. Kan kasihan hewan-hewan yang tinggal di sini, Kek.." ucap Adira memajukan bibirnya dengan kesal.
"Hmm.. Lalu?" tanya Pertapa Tua lagi.
"Lalu Dira kerjain mereka sedikit deh.."
"Hmm.. Tindakanmu tak salah, tapi ingat, kekuatan dan ilmu yang Dira miliki itu jauh lebih tinggi daripada orang lain. Jadi jangan sampai Dira melukai orang tak bersalah. Mengerti?" ucap Pertapa Tua dengan bijak.
"Kakek akan keluar hutan, kamu baik-baik di sini dengan Loreng dan Ayi ya," ucap Pertapa Tua langsung melayang pergi.
"Hati-hati, Kek!" teriak Dira.
###
"Rendra," sapa Pertapa Tua saat melihat bocah kecil yang selalu tampak murung itu.
"Kakek," jawab Rendra dengan sopan.
"Bapakmu sudah di rumah?" tanya Pertapa Tua.
"Hari ini Bapak sengaja tidak bekerja Kek. Sekarang Bapak sedang menunggu Kakek di dalam," ucap Rendra kemudian membukakan pintu rumahnya.
"Silakan duduk, Tuan Pertapa," ucap Juki saat melihat kedatangan sang sesepuh.
Pertapa Tua duduk sambil menatap Juki dengan tajam.
"Juki, kamu masih belum bisa melepas bebanmu," ucap Pertapa Tua sambil mengelus jenggot panjangnya.
Mendengar itu, Juki pun terkejut. "A-Apa maksud Tuan?"
"Apakah kamu benar-benar menyesali perbuatanmu di masa lalu?" bukan menjawab, Pertapa Tua kembali melontarkan pertanyaan kepada Juki.
Juki yang memang tahu bahwa sesepuh dihadapannya terkenal sakti di desa itu pun mulai menitikkan air matanya.
"Tuan.. Saya benar-benar menyesal.. Saya tak tahu bagaimana saya harus menebus dosa saya.. Tolong bantu saya, Tuan.." ucap Juki sambil berlutut memohon.
Pertapa Tua menatap Juki dalam-dalam. "Minta maaflah. Akuilah kesalahanmu dan minta maaflah dengan benar, maka bebanmu akan menjadi lebih ringan.
"Rawatlah Adira dan bawa dia kembali ke keluarganya. Begitulah caramu menanggung kesalahanmu. Masalah dosamu diampuni atau tidak, Pencipta Langit dan Bumilah yang akan menilai ketulusan dan penyesalanmu."
"Adira..?" tanya Juki sambil mengingat-ingat nama itu.
"Adira Angkasa Samudra."
"No-Nona? Nona masih hidup? Nona selamat?" tanya Juki terbelalak kaget.
"Ya. Aku menyelamatkannya saat kecelakaan lima tahun yang lalu. Selama ini dia tinggal bersamaku, tapi tak lama lagi aku harus pergi meninggalkannya. Aku memintamu untuk mengembalikannya kepada keluarganya, apakah kamu sanggup Juki?" ucap Pertapa Tua menatap Juki dengan tajam.
Juki terdiam sejenak, berpikir apa yang harus ia lakukan.
Selama ini ia terus dihantui perasaan bersalah. Majikannya itu selalu memperlakukannya dengan baik. Tetapi karena dia diancam, anak istrinya diculik, mau tak mau ia mencelakai majikannya sekeluarga.
Mungkin ini saatnya ia menebus kesalahannya.
"Baik, Tuan. Saya berjanji akan mengantarkan Nona kembali ke keluarganya," ucap Juki.
"Baiklah, kalau begitu aku titipkan Dira kepadamu," ucap Pertapa Tua sambil berdiri.
"Baik Tuan."
"Dan kamu Rendra, jagalah Dira," ucap Pertapa Tua kepada Rendra yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.
"Baik, Kakek."
Setelah menganyarkan Pertapa Tua keluar, Rendra pun masuk kembali ke dalam rumah. Dilihatnya ayahnya yang sedang termenung.
"Ada apa, Pak?" tanya Rendra pelan.
"Ren, tolong ambilkan kertas dan pena," ucap Juki.
Rendra segera masuk ke dalam kamarnya, lalu kembali membawakan selembar kertas dan sebuah pena. "Ini, Pak."
Juki langsung menerima kertas dan pena itu, dan menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam amplop. Di atasnya, Juki menuliskan sebuah alamat dan nama terang.
"Rendra, simpan surat ini baik-baik. Jika nanti terjadi sesuatu dengan Bapak, bawalah Adira ke alamat ini, dan temuilah Tuan Adiyaksa Samudra. Harus Tuan Adiyaksa sendiri. Jangan pernah menyerahkan Adira ke orang lain. Kamu mengerti kan?" ucap Juki menggenggam tangan Rendra dengan erat.
"Sebenarnya ada apa, Pak?" tanya Rendra penuh selidik.
"Rendra, demi menyelamatkanmu dan ibumu dulu, Bapak berbuat jahat kepada keluarga Adira. Dan sekarang saatnya Bapak menebus kesalahan Bapak. Bapak mohon, berjanjilah untuk menjaga Adira dan mengantarkannya kepada Tuan Adiyaksa Samudra. Beliau adalah kakeknya Adira," ucap Juki meneteskan air mata, kemudian ia menceritakan kepada Rendra apa yang terjadi lima tahun yang lalu.
"Baik, Pak.. Rendra janji. Rendra juga akan mencari orang yang telah membunuh Ibu.." ucap Rendra penuh amarah.
"Jangan, Nak.. Mereka bukan tandinganmu. Kamu cukup menjaga dan mengantarkan Adira kembali kepada Tuan Adiyaksa. Kamu paham?" ucap Juki penuh penekanan.
Tak menjawab, Rendra hanya memperhatikan nama dan alamat yang tertulis di pojokan amplop. Tuan Adiyaksa Samudra.
"Rendra!" ucap Juki.
"Baik, Pak.." jawab Rendra akhirnya.
"Nak, tugasmu hanya satu. Menjaga dan mengantarkan Adira, kamu mengerti? Kalau sampai kamu kenapa-kenapa karena ingin membalas dendam atas kematian ibumu, Bapak tak tahu harus berbuat apa. Kamh satu-satunya harta yang Bapak punya.. Tolong jangan gegabah, Nak.." ucap Juki memeluk Rendra dengan erat.
"Baik, Pak.. Maafkan Rendra. Rendra janji tak akan gegabah," ucap Rendra membalas pelukan ayahnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Alva Arif
mantap
terus kan
2022-05-24
0
Sumiati
mudah2n Adira selamat sampe rumh kakeknya
2021-08-29
0
Anik New
next
2021-02-28
1