"Pa.." ucap Rafa perlahan. Entah bagaimana harus membicarakannya, tetapi info yang baru didapatnya ini pasti akan membuat ayahnya marah.
"Ada apa, Raf?" tanya Adi sambil meletakkan peralatan makannya.
"Informasi dari Pak Kumar, Kak Arya bergaul dengan preman-preman Lingkaran Api," ucap Rafa memejamkan matanya, menghela nafas pasrah.
"Berandalan satu itu! Sudahlah, Papa akan blokir aksesnya dengan perusahaan. Kalau orang-orang tahu anakku bergaul dengan preman, bisa jatuh sahamku!" ucap Adi menggebrak meja dengan keras.
"Pa.." ucap Rafa lagi.
"Ada lagi?" tanya Adi membelalak. Dari suaranya, sudah jelas Rafa akan memberikan kabar buruk.
"Kerjasama dengan PT Surya berakhir tahun ini, tapi mereka tak mau melanjutkan kerja samanya lagi," ucap Rafa.
"Kenapa?" tanya Adi heran.
"Rafa nggak tahu, Pa. Bahkan, PT Surya hanya mengirim asistennya untuk memberitahukan kabar ini.." ucap Rafa sedikit kesal karena ketidak sopanan mereka.
"Hmm.. Perusahaan mereka tak memiliki andil yang cukup besar kan?" tanya Adi memastikan.
"Iya, Pa. Tapi rasanya aneh saja.. Kerja sama kita selama lima tahun belakangan ini lancar-lancar saja, Pak Surya sendiri puas dengan income hotel kita, tetapi tiba-tiba memutuskan kerja sama tanpa alasan seperti itu.." ucap Rafa.
"Hmm.. Memang aneh.. Coba kamu selidiki lebih lanjut, tapi tak usah berlarut-larut, Nak. Dalam bisnis, kita memang tak bisa memuaskan semua klien," ucap Adi dengan bijaksana.
"Satu lagi, Pa. Meski belakangan nggak ada kejadian buruk menimpa keluarga kita, tapi Rafa pikir lebih baik kita pekerjakan bodyguard untuk menjaga Mama. Bagaimana?" usul Rafa.
"Papa juga sudah bicarakan itu dengan Mama. Dia maunya bodyguard perempuan. Coba kamu carikan ya."
"Baik, Pa."
"Ya sudah, Papa pergi ke rumah Melanie dulu," ucap Adi beranjak dari kursinya.
###
"Mel, gimana kondisimu?" tanya Adi kepada mantan asistennya itu.
"Saya sudah membaik, Tuan. Kata dokter, bulan depan saya sudah boleh pakai kruk," ucap Melanie sambil mendorong kursi rodanya.
"Maafkan saya, karena saya memintamu untuk naik mobil saya, kamu jadi seperti ini.." ucap Adi merasa bersalah.
"Saya nggak papa, Tuan. Saya malah bersyukur saya menggantikan Tuan di dalam mobil itu. Berarti kita berhasil mengelabui musuh kan?" ucap Melanie tersenyum.
"Ini Mel, untuk beli obat dan kruk besok," ucap Adi menyerahkan amplop berisi uang.
"Tuan.. Saya kan sudah terima gaji bulanan.." ucap Melanie menolak pemberian Adi.
"Sudah, uang segini tak seberapa dengan jasamu," ucap Adi memaksa.
"Baiklah.. Terima kasih, Tuan," ucap Melanie tersenyum.
###
"Adira, Kakek ke danau dulu ya. Kamu mainnya jangan jauh-jauh, nurut dengan Loreng," ucap Pertapa Tua masuk ke dalam rumah kabinnya untuk bersiap-siap.
Setelah Pertapa tua masuk ke dalam kabin, Adira segera berlari memanjat ke atas pohon. Dengan riang, ia bermain di dalam rumah pohon yang baru dibangun oleh Pertapa Tua beberapa bulan lalu.
Adira menengok keluar jendela dan mengamati sekelilingnya. Pepohonan rindang dipenuhi burung berwarna-warni.
"Ulung!" Adira tertawa menunjuk ke seekor burung jalak yang sedang bermain dengan anak-anaknya.
Burung jalak yang merasa terpanggil itu kemudian terbang mendekati Adira, dan memberikan Adira seekor cacing.
"Ih!! Dila dak cuka cacing!" ucap Adira mengembalikan cacing itu kembali ke dalam mulut burung jalak.
Adira kemudian tertawa senang saat burung jalak itu kembali ke sarangnya dan memberikan cacing itu kepada anak-anaknya.
"Makan yang anyak ulung!" teriak Adira.
##
Hari mulai sore, langit senja sudah memancarkan sinar oranye keunguan. Pertapa Tua yang baru selesai bermeditasi, berjalan menuju gua dan mendapati Loreng sedang tidur tanpa kehadiran Adira.
"Hmm.. Bocah itu pasti tertidur di rumah pohon lagi," gumamnya.
"Dira," teriak Pertapa Tua dari bawah pohon.
Adira yang memang sedang tertidur, langsung terbangun mendengar panggilan dari Pertapa Tua.
"Akek! Dila di cini!" ucap Adira semangat.
"Dira, mumpung kamu sedang berada di atas pohon, ayo coba belajar melompat turun. Fokuskan kekuatanmu pada telapak kakimu, dan jaga keseimbangan tubuhmu ya," ucap Pertapa Tua sambil mendongak.
"Akek jagain Dila ya," ucap Adira bersiap-siap melompat turun.
Dengan sigap, Pertapa Tua mengeluarkan tenaga dalamnya untuk membantu Adira mendarat dengan selamat.
"Akek!" ucap Adira berlari memeluk kaki Pertapa Tua.
"Ayo, sekarang kita ke air terjun, meditasi agar tenaga dalammu meningkat," ucap Pertapa Tua menggandeng bocah kecil yang usia duniawinya terpaut 695 tahun dengannya.
"Uh.. Dila dak cuka cemedi.." ucap Adira mengerucutkan bibirnya.
"Dira katanya mau jadi kuat seperti Kakek?" bujuk Pertapa Tua sambil terus berjalan.
"Uh.." Adira pun berlari mengejar Pertapa Tua hingga ke tepi danau.
"Ayo, sini," ucap Pertapa Tua yang sudah berdiri di atas batu di tengah danau.
Adira pun mengambil ancang-ancang, lalu melompat menyusul Pertapa Tua.
"Pintar cucu Kakek," ucap Pertapa Tua tersenyum.
Adira kemudian duduk membelakangi Pertapa Tua, lalu mulai bermeditasi seperti yang ia lakukan setiap harinya.
Sepuluh menit kemudian, Adira sudah masuk ke dalam meditasi. Pertapa Tua langsung menggerakkan jarinya memijat punggung Adira guna membuka jalan-jalan tenaga dalamnya.
"Hmm.. Sudah tiga titik terbuka. Memang bocah ini sangat luar biasa," ucap Pertapa Tua dengan kagum.
Setelah dua jam bermeditasi, mereka pun kembali ke dalam kabin.
"Besok pagi bangun subuh ya, kita latihan bela diri," ucap Pertapa Tua dalam perjalanan pulang.
"Ciap, Kek!" ucap Adira berjalan dan berlompatan dengan riang. Ia senang, karena pelajaran meditasinya sudah berakhir.
"Ayi! Ayi!" teriaknya saat melihat Ayi sudah bangun dan sudah bisa melompat bermain-main di dalam gua.
Dengan gesit, Pertapa Tua menyabetkan selendangnya pada sebuah pohon pisang, kemudian beberapa buah pisang mulai berjatuhan
"Dira, satu untuk Ayi, satu untuk kamu. Karena Ayi masih kecil, kamu suapi dia sedikit-sedikit ya," ucap Pertapa Tua kemudian masuk ke dalam kabin, membiarkan Adira bermain-main bersama Ayi dan Loreng.
Ayi yang masih ketakutan dan bersembunyi di belakang kendi, perlahan-lahan mendekati Adira saat melihat pisang digenggamannya.
"Uu.." ucap Ayi sambil menatap buah pisang itu.
"Ayi mau ini? Dila cuapin ya!" ucap Adira mengupas kulit pisang dan memberikan Ayi potongan kecil
"Uu!" Ayi yang tergiur dengan pisang di tangan Adira, tak mau menerima potongan kecil itu dan merebut pisang besar di tangan Adira.
"Eh! Ata Akek, Ayi makan cedikit-cedikit!" ucap Adira mulai berebutan pisang dengan Ayi.
Loreng yang melihat itu, mulai mengaum dengan kencang, membuat Ayi ketakuan lalu bersembunyi kembali di belakang kendi. Pisang dalam genggamannya tentu saja terlepas.
Adira pun tertawa penuh kemenangan. "Bwee!" ledeknya kepada Ayi.
Adira kembali memberikan Ayi potongan kecil daging pisang. Ayi yang takut dengan Loreng, menerimanya potongan kecil tersebut dengan pasrah.
Setelah potongan tersebut habis, Adira kembali memberikan satu potongan kecil lagi kepada Ayi. Ayi yang terkejut mendapat pisang ekstra pun menerimanya dengan bahagia. Begitu terus hingga pisang itu habis.
Setelah Ayi kenyang, Ayi pun melompat ke pundak Adira dengan senang hati lalu memeluk leher mungil Adira sebagai ucapan terima kasih.
"Ayi! Hahaha," ucap Adira senang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Alva Arif
anjut ayinya ompat
up....
2022-05-23
0
Iling Lisa
lanjut
2022-04-02
0
Jumi Jumi
lum mudeng ma ceritanya...
2021-09-03
0