"Oke class, kita mulai kuliah hari ini."
Dosen mata kuliah aljabar linear memasuki ruang kelas Nadine. Dosen yang terkenal tegas itu membuat ruangan yang tadinya ramai mendadak menjadi sepi.
Evan mengangkat kepalanya dan seketika pusing pun menyerang nya. Hujan telah membuat tubuh cowok itu kalah dan kini menjadi demam.
Di sampingnya Nadine memperhatikan gerak gerik cowok itu dengan seksama.
"Aku anterin ke klinik kampus ya?"
"Gak usah.."
"Tapi kamu demam lho."
"Gak apa-apa. Cuman gini aja aku masih kuat kok." sebisa mungkin Evan meyakinkan Nadine bahwa dia baik-baik saja. Padahal kepalanya serasa mau pecah.
Sungguh Nadine tak bisa untuk tidak peduli pada Evan di saat cowok itu sakit seperti sekarang.
(Aku tahu kamu cuma berpura-pura kuat di depanku)
Nadine mengusap dahi Evan dengan lembut. Hal itu pada akhirnya meruntuhkan pertahanan harga diri Evan untuk tetap bersikap kuat di hadapan Nadine. Cowok itu lalu menggenggam tangan Nadine.
"Aku bisa pinjem tangan kamu bentar? Kepalaku sakit banget.."
Nadine bingung dengan permintaan Evan. Namun dia tak menolak hal itu dengan menganggukkan kepala. Dia mengira Evan memintanya untuk memijit kening cowok itu.
Di luar dugaan, perlahan Evan membimbing tangan Nadine menuju pipinya. Dia lalu meletakkan kepalanya kembali di atas meja dan mulai memejamkan matanya yang berat. Tak berapa lama Evan pun tertidur.
Letak kursi Nadine dan Evan berada di barisan paling belakang. Lagi pula kelas itu berisi lebih dari 50 orang sehingga dosen tak akan tahu bahwa Evan sedang tidur di jam kuliah.
Nadine memperhatikan wajah Evan yang pucat. Ada sedikit gejolak aneh di hatinya, antara sedih, kasihan, atau bahkan perasaan lainnya yang tak bisa dijelaskan. Dia lalu menyelimuti tubuh Evan yang basah dengan jaketnya.
Tak bisa dipungkiri, cowok yang berada di sebelahnya itu sudah berubah. Dulu Evan tak akan segan untuk meladeni cewek-cewek yang ingin berkenalan dengannya.
Tapi sudah beberapa hari Evan kuliah di sana dan sudah banyak pula cewek yang mencoba mendekatinya, namun dia tak merespon sama sekali.
Evan bahkan hanya melempar senyum dan berlalu begitu saja ketika mereka mengajaknya berkenalan.
Sikap dingin cowok itu justru menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa. Mereka semakin kesengsem dengan makhluk tampan yang mengabaikan mereka semua dan perubahan itu membuat perasaan yang telah dipendam Nadine dalam-dalam untuk Evan, kini berusaha mencuat kembali dari dalam hatinya.
**
"Baik teman-teman kita sudahi dulu untuk hari ini. Ketemu lagi minggu depan."
Ucapan lantang sang dosen lantas membangunkan Evan dan hal pertama yang dilihatnya adalah Nadine yang menulis dengan tangan kiri. Dia lalu teringat jika tangan kanan Nadine masih di genggamannya.
"Gimana? Udah baikan?" tanya Nadine sambil tersenyum.
"Udah kok. Oh, sorry.." Evan lantas melepaskan tangan Nadine yang sudah digenggamnya selama 2 jam.
"Kenapa kamu gak narik tangan kamu aja tadi?"
"Aku gak mau bangunin kamu." ucap Nadine sambil merapikan peralatan tulisnya.
Evan lalu bangun dari kursi untuk memberikan jalan ke cewek itu agar bisa lewat. Namun ternyata tidur tak cukup untuk mengusir sakit kepalanya hingga Evan sedikit oleng ketika berdiri.
"Ya ampun Van! Kamu masih pusing?"
Evan menjawab pertanyaan itu dengan tersenyum. Memang kepalanya masih sakit dan pandangannya sedikit kabur.
Tanpa menunggu lebih lama lagi Nadine memapah tubuh Evan dengan tubuhnya yang lebih kecil. Dia tak menghiraukan berbagai macam bisik-bisik teman sekelasnya yang mulai memperhatikan mereka berdua.
"Aku anterin pulang ya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments