Cahaya yang menerobos masuk melalui jendela sungguh menyilaukan pemuda yang terbaring dalam ruang perawatan.
Evan siuman pada keesokan harinya dan mendapati seorang dokter tengah tersenyum di sampingnya.
Sang dokter mengambil senter kecil lalu menyorot kedua mata Evan dengan benda itu.
"Hhmm.. bagus.. Apa yang kamu rasakan? Kepala kamu sakit?"
"Iya dok dikit."
"Kamu ingat nama kamu siapa?"
"Evan."
Dokter pun mengangguk. Dia mencatat kemajuan kesehatan Evan dengan detil.
"Gak apa. Setidaknya kamu gak gegar otak. Kamu habis kena begal?"
"Begal?" tanya Evan kebingungan.
"Iya.. Melihat luka di sekujur tubuh kamu terlebih di kepala, saya kira kamu habis dirampok atau semacamnya karena banyak luka akibat benda tumpul di tubuh kamu."
Evan berusaha mengingat apa yang dia alami. Cowok itu pun menggeleng pelan ketika berhasil mengingat insiden kemarin.
"Good.. dan beruntungnya lagi kamu segera dibawa kesini. Kalau telat sedikit, mungkin kondisi kamu bisa lebih parah dan belum tentu siuman sekarang."
"Orang yang nolongin saya dimana dok?" tanya Evan lebih lanjut. Dia ingat betul telah diselamatkan oleh seseorang sebelum pingsan.
"Oh, mbak yang kemarin itu? Dia udah pergi dari kemarin sih."
"Pergi?"
"Iya. Dia langsung pergi setelah kamu mendapat penanganan. Lalu dia juga menitipkan ini."
Sang dokter pun memberikan kunci motor Evan. Tak lupa dia memberi benda lainnya yang membuat Evan semakin bingung.
"Mbak yang nolongin kamu kemarin menitipkan kunci ini ke kasir, katanya punya kamu. Lalu kalau yang satunya lagi saya dapat dari suster yang menangani kamu pertama kali. Suster bilang sabuk itu dipakai untuk mengikat kamu biar gak jatuh dari motor saat kamu dan cewek yang kemarin sampai di sini."
Evan menerima kedua benda itu dengan banyak pertanyaan di kepalanya. Dia harus berterima kasih kepada orang yang telah menolongnya. Namun dimana dia bisa menemukan cewek itu?
Evan pun bangun yang membuat dokter kaget.
"Kamu mau kemana? Jangan banyak bergerak dulu."
"Saya udah gak apa-apa dok." jawab Evan seraya berjalan sempoyongan menuju pintu.
"Gak apa-apa gimana, jalan aja masih kayak layang-layang putus."
Sang dokter kembali membaringkan tubuh Evan di bangsal. Sebagai dokter tentu dia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada pasien yang sedang dirawatnya.
"Jangan bandel! Tetap di sini sampai saya memastikan kamu sudah sehat, oke?"
"Tapi dok saya gak punya uang kalau menginap di sini terlalu lama."
"Cewek kemarin sudah melunasi biaya perawatan kamu untuk seminggu ke depan. Jadi gak usah kuatir dan istirahat saja."
"Apa?"
**
"Buruan bro! Katanya mau nembak Nadine, jadi gak?"
"Ya jadi.."
"Tunggu apa lagi? Mumpung dia lagi sendirian tuh."
Dua cowok itu memperhatikan seorang cewek cantik yang menatap keluar jendela dengan bertopang dagu. Tampak pikirannya berada di tempat lain walaupun raganya berada di perpustakaan kampus.
Begitu tenang cewek itu. Dia tenggelam dengan pikirannya hingga tak sadar salah satu dari kedua cowok tadi duduk di hadapan nya.
"Lagi mikir apaan sih?" tegur si cowok.
Nadine pun tersadar. Sebuah lesung terukir manis di pipi kirinya saat dia tersenyum. Hal itu membuat cowok bernama Angga tersebut semakin grogi.
(Ya ampun.. Astaga jantung gue..)
Angga spontan mengelus dada. Napasnya naik turun karena mendapat serangan senyum menawan dari Nadine.
"Kenapa Ga? Kamu sakit?" tanya Nadine dan membuat Angga semakin gelagapan.
"A-aku.."
Nadine menunggu apa yang akan diucapkan oleh Angga. Dia memandang cowok itu dengan mata lebarnya.
Bola mata Nadine yang berwarna coklat terang itu pun membuat Angga tak bisa mengucap sepatah katapun. Dia hanya bisa diam mengagumi makhluk ciptaan Tuhan yang telah mencuri hatinya sejak lama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments