"Berhenti om, please.. Kenapa om mukulin dia kayak gitu?! Berhenti sekarang juga!"
"Tapi non, tuan besar bilang.."
Pengawal itu melangkah mundur menjauhi Evan saat Dea mendorong kursi rodanya maju ke arah anak tangga di depan pintu.
Ancaman itu rupanya berhasil menahan sang pengawal untuk tidak melanjutkan memukul Evan.
"Udah lama ya Van.."
Evan hanya terpaku melihat Dea dalam kondisi yang di luar dugaan. Dia mendekati cewek itu lalu berjongkok di sampingnya. Dari jarak sedekat itu Evan baru menyadari bahwa sebelah kaki Dea tidak ada.
"I-ini.. Kenapa?" tunjuk Evan ke bagian tubuh bawah Dea yang tertutup selimut.
"Gak apa-apa.. Aku cuma kurang hati-hati aja."
"Dea!"
Gelegar suara itu memenuhi seisi rumah. Munculah seorang pria paruh baya yang menghampiri Dea dengan terburu-buru.
Napas pria itu terengah-engah, entah apa yang telah dia lakukan di dalam sana hingga bahunya terlihat naik turun saat bernapas.
"Ayah udah bilang jangan keluar rumah! Gimana kalau kamu jatuh?!"
"Ayah selalu kuatir berlebihan."
"Ini siapa?" tanya sang ayah saat menyadari kehadiran Evan di rumahnya.
"Ini Evan yah."
"Evan? Yang teman sekolah kamu dulu?"
"Iya."
Wajah ayah Dea berubah merah padam. Tampak sekali kemarahan kini menguasai dirinya. Pria itu berdiri memandang pengawal yang berdiri diam tak jauh dari mereka.
"Kamu lupa perintah saya?"
"Maaf bos. Tapi Non Dea mengancam menuruni tangga kalau saya gak berhenti."
"Kamu lupa siapa yang bikin kamu kayak gini Dea?!" tanya pria itu ke cewek yang kini tertunduk di kursi roda.
"Ini bukan salah dia yah."
Evan sangat bingung mendengar pembicaraan antara ayah dan anak itu. Apa yang telah di lakukan nya pada Dea?
Dulu saat berpacaran dengan Dea jangankan mencium, memegang tangannya pun hanya sekali karena mereka menjalin hubungan hanya dua minggu.
Evan sungguh tak mengerti sampai ayah Dea kembali bicara. Kali ini apa yang akan dia ungkapkan benar-benar membuat Evan shock.
"Karena putus dengan pemuda ini kan kamu ngebut waktu itu?! Lihat akibatnya! Kamu harus merelakan kaki kanan mu setelah mengalami kecelakaan parah!"
(What?!)
"Tapi itu karena Dea sendiri yang ceroboh yah.."
"Bagi ayah semua ini karena dia! Dia yang buat kamu patah hati sampai gak fokus nyetir! Prapto!"
Teriakan ayah Dea mengundang tiga pengawal lainnya dari berbagai penjuru rumah. Evan sadar hal itu merupakan pertanda buruk baginya dan benar saja, empat pengawal itu segera memburu Evan walaupun Dea berteriak histeris berusaha menghentikan apa yang akan mereka lakukan.
Pemuda itu bertahan dari serangan pengawal ganas keluarga Dea. Sebenarnya Evan menguasai teknik karate, namun pertarungan yang terjadi sebelumnya rupanya menguras energi dan lama kelamaan dia pun terpojok.
Bag! bug!
"Ayah suruh mereka berhenti! Dia bisa masuk rumah sakit kalau dipukulin kayak gitu!"
"Ini bukan apa-apa kalau dibandingkan dengan apa yang sudah kamu alami." jawab ayah Dea sambil menatap Evan dengan wajah datar.
Entah berapa banyak pukulan yang mendarat di tubuh Evan dan pemuda itu meringkuk di tanah. Dalam keadaan seperti itu, Evan masih sempat melihat ke arah Dea yang menangis dan memohon untuk kebebasannya.
(Maafin gue Dea..)
Setelah melihat Evan yang tak berdaya, ayah Dea menyuruh para pengawalnya mengusir Evan. Dia lalu membawa Dea masuk kembali ke dalam rumah.
Bruk!
Para pengawal itu melempar tubuh Evan begitu saja keluar dari area rumah Dea. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Evan pun berjalan tertatih-tatih menuju motornya yang terparkir tak jauh dari gerbang.
Evan terjatuh berkali-kali karena luka yang memenuhi sekujur tubuh. Pukulan dan tendangan seakan masih bisa dia rasakan, darah serta memar pun ada di mana-mana.
Evan merasa hari ini adalah hari terburuk. Dia masih telungkup di tanah saat hujan mulai turun. Pemuda itu pun tersenyum kecut. Dia pasrah membiarkan air hujan membasahi tubuhnya yang sudah lelah.
(Seperti biasa, semua ini harus gue lalui seorang diri)
"Astaga! Mas? Mas gak apa-apa?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments