Part. 18

Aku, Dena, Revo dan juga Danu sudah ada di parkiran. Walaupun Revo dan Danu belum berbaikan sejak peristiwa waktu itu, namun setidaknya sekarang mereka sudah tidak saling menatap tajam satu sama lain. Justru Dena yang masih memasang wajah tak suka pada Danu.

"Siapa mau gantiin aku nyetir?" Dena tanya.

"Danu saja." Jawabku.

"Aku saja." Revo langsung menjawab.

Revo segera keluar mobil lagi dan berpindah tempat dengan Dena tanpa diminta. Dengan cepat mereka saling bertukar posisi. Danu ikut pindah ke depan biar cewek-cewek di belakang.

Revo tak banyak bicara. Hanya sesekali menanyakan jalan, harus ke mana. Danu juga jadi pendiam. Dena apa lagi. Jadilah suasana di dalam mobil seperti sedang Nyepi.

"Sepi amat sih. Yang, setel lagu dong."

Revo gerak cepat dan memutar musik.

"Gedein dikit." Ucapku lagi.

Dia melakukannya dengan sangat baik. Namun tanpa suara. Hening cipta lagi. Dena menatap keluar jalan terus. Wajahnya terpaku di jendela.

"Hei kenapa?" Bisikku.

"Tidak apa-apa. Minta Revo jalan agak cepat. Takut kemalaman kita pulangnya."

"Yang, agak cepat dikit. Ikut saja Maps yang ada di ponsel Dena."

"Oke."

Hening lagi. Kita sudah hampir sampai. Danu melirik keluar, ke jalan sempit yang dimasuki Revo.

"Ini benar gak jalannya?" Tanya Danu.

"Bener. Sebentar lagi kita sampai."

"Yang ini sebenarnya kita ngapain sih di sini?"

"Kamu juga bakal tahu nanti. Sabar Yang. Udah mau sampai kita."

Beberapa menit kemudian.

"Yang sesuai petunjuk Maps, aku sudah berhenti di titiknya nih. Bener gak?"

Aku belum jawab, Dena sudah turun duluan.

"Parkir mobilnya Vo." Ujar Dena sambil jalan.

Aku ikut di belakang Dena. Samar-samar kudengar percakapan antara dua lelaki yang pernah saling hajar di belakang.

"Ini cewek-cewek pada ngapain sih? Misterius banget. Ini tempat apa lagi? Kenapa mereka bisa sampai di sini sih?" Ucap Danu.

"Mana kutahu. Jangan banyak bacot, ikuti saja mereka."

Aku yang mendengar hanya bisa senyum-senyum sendiri. Semoga saja mereka bisa baikan suatu saat nanti. Soalnya yang kutahu mereka berdua ini meskipun sifatnya sedikit tukang maksa tapi mereka punya sisi lembut terhadap perempuan.

Saat tiba di sebuah rumah kumuh yang hanya layak disebut gubuk. Revo tercengang. Danu seolah tak percaya kalau yang ada di depannya ini disebut rumah.

Selama ini mereka hidup dengan sangat baik. Berada di rumah yang besar dan bertingkat dengan fasilitas yang sangat memadai lebih dari cukup. Melihat apa yang ada di depan ini, sangat tidak layak jika harus disebut rumah.

"Ini milik siapa?" Tanya Danu yang kemudian berubah antusias ingin tahu.

"Rumah seorang kakek penjual gulali yang kutemui di jalan." Jawabku.

"Ngapain kita di sini Yang?"

"Rumah ini mau kita sulap." Balas Dena.

"Maksudnya?" Danu tanya lagi.

"Maksudnya adalah kalian kita minta ke sini untuk bantu-bantu ngeluarin barang dulu sebelum rumah ini dibongkar." Jawab Dena sedikit tidak bersabar.

"Serius?" Danu tak percaya.

"Kita yang bongkar?" Revo ikut-ikut.

"Siapa lagi?" Jawabku.

"Jangan banyak tanya lagi. Ayo cepat angkat barang-barang yang ada di dalam. Isinya tidak seberapa itu. Ayo cepat!" Perintah Dena.

Kita berempat kerja bakti mengangkat semua barang dari dalam rumah kakek. Dena terus memperingati, jangan ada barang yang jatuh, tercecer, ketinggalan apalagi sampai hilang.

Keringat mengalir dari tubuh kedua cowok yang tak terbiasa kerja serabutan itu. Tapi aku melihatnya sangat bangga pada Revo. Selama dia membantu, sekalipun tak mengeluh.

"Yang, kamu gak usah angkat-angkat. Kotor itu. Biar aku saja."

"Tidak apa-apa sayang."

"Jangan kubilang. Kamu ini ah."

"Dena gak usah ikut angkat. Biar aku sama Revo saja." Ujar Danu tak mau kalah. Tapi terdengar lucu di telingaku.

"Jangan berlagak seolah aku ini pacar yang harus kamu perhatikan. Revo wajar bilang gitu, karena Zi pacarnya. Lah kamu?"

"Den, udah. Lumayan irit tenaga. Biarkan mereka bekerja. Itu kan gunanya mereka kita panggil ke sini."

Aku memberi kode ke arah Dena. Dia kemudian berhenti melakukan aktifitas dan ikut aku duduk di sebuah kursi kayu layaknya mandor. .

Rumah kakek ini terletak paling ujung dari semua rumah yang ada di sini. Rumahnya jaraknya jauh pula dengan rumah yang terakhir. Berada di dekat rawa yang sering didatangi bebek. Lihat tuh bebeknya berenang dengan riang di sana.

Pantas saja, tak ada seorangpun yang membantu Kakek. Tetangganya saja jauh begitu. Kakek murni tinggal berdua hanya dengan nenek. Jadi pas sakit itu ditinggal sendiri, aku ngeri membayangkannya. Kalau terjadi sesuatu pada nenek. Huh.

Tak lama kemudian, semua barang berhasil dibawa keluar. Diamankan di sebuah tenda yang sebelumnya sudah dibangun oleh orang suruhan Dena. Tapi karena mereka ada keperluan jadi tidak bisa ikut membantu angkat barang. Besok mereka akan kembali lagi dan membongkar rumahnya.

Kita akan melakukan perubahan pada rumah nenek. Setidaknya dindingnya harus kuat, aman dari mahluk liar seperti ular yang bisa saja masuk lewat celah. Kemudian genteng yang setidaknya bisa menahan air hujan agar tidak bocor dan membasahi seisi rumah. Atau lantai yang setidaknya menghalangi kaki kakek dari bersentuhan langsung dengan tanah yang sewaktu-waktu bisa membahayakan kesehatan tubuhnya.

Pokoknya kita akan membangunkan rumah untuk kakek yang bisa selesai dalam kurun waktu seminggu. Dena sudah mengatur semuanya. Aku juga sudah memberi uang tabunganku untuk membeli bahan dan alat yang dibutuhkan. Kita juga sudah dari toko bangunan bersama seorang tukang yang akan menangani pembangunan rumah tersebut.

"Yang haus nih." Tiba-tiba Revo sudah ada di depanku dengan keringat yang sudah membasahi kaosnya. Seragamnya sengaja dia buka agar tidak kotor.

"Eh Iyah bentar. Aku ambil di mobil dulu. Tadi aku sama Dena sudah siapin bekal."

Aku pun kembali membawa sekantong cemilan beserta minuman.

"Nih Yang!"

"Danu."

"Den mau?"

Semua minuman sudah berpindah tangan. Danu menyeka keringatnya dan duduk di kursi sebelah Dena.

"Di mana kakek dan nenek pemilik rumah ini?" Tanya Danu.

"Di rumah sakit." Jawab Dena.

"Tadinya tuh Dena mau ajak tinggal di rumahnya. Tapi Kakek tidak mau. Takut merepotkan. Makanya kita inisiatif untuk membangunka rumah yang lebih layak untuk mereka tinggali." Sambungku.

"Kamu baik sekali Yang. Aku bangga sama kamu. Jadi ini yang buat kamu hilang beberapa hari ini?" Ujar Revo.

"Bukan hilang. Kita sengaja izin. Kamu saja yang sibuk."

"Iyah Iyah deh. Jangan bahas itu lagi Yang."

Aku tersenyum melihat wajah memelas Revo. Dia sangat manis hari ini. Terlebih karena dia sudah mau membantu.

"Terimakasih Yang. Sudah membantu aku sama Dena."

"Ada imbalannya. Ini gak gratis."

"Yang!"

"Apa Zi? Kamu harus ganti ini dengan mengajak aku dinner malam Minggu nanti. Tidak ada penolakan. Aku tidak suka ditolak."

"Iyah deh. Ngalah." Jawabku nurut.

***

Terimakasih sudah mampir ya. Jangan lupa vote, like dan komen. Karena itu sangat berarti buatku.

Terpopuler

Comments

C'bungsu

C'bungsu

lanjut Thor ☺

2020-03-10

6

Iras Gnalu

Iras Gnalu

lagi Thor

2020-03-10

6

Qie_batubara

Qie_batubara

suka thor..
lanjut😁

2020-03-10

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!