"Ke mana kamu beberapa hari ini?" Tanya Revo saat bertemu aku di sekolah.
"Aku ada urusan, pergi bersama Dena."
"Kenapa gak ngasih tahu aku?"
"Gak sempat Vo."
"Apa aku gak penting lagi?"
"Yang bilang gak penting siapa?"
"Buktinya kamu pergi aku gak tahu, kamu ke mana aku juga gak tahu."
"Aku gak kemana-mana, emang ada urusan saja sama Dena. Kenapa nada bicaramu harus tinggi begitu?"
"Kamu yang mau aku begini."
"Apa sih kamu, mulai ngomong gak jelas.
"Kamu itu pacar aku Vo."
"Yang bilang bukan siapa? Aku gak ngapa-ngapain. Aku hanya ada urusan yang sangat penting sama Dena. Lagian kamu juga sibuk dengan ekskul baru kamu."
Revo diam. Dia baru sadar, kalau belakangan ini dia memang sibuk dengan dunia barunya di bidang olahraga basket. Tapi menurutku itu bagus, secara tidak langsung dia tak lagi menuntut ku harus begini dan begitu.
"Kenapa kamu diam?"
"Iya oke aku juga salah." Akhirnya dia sadar juga.
"Nah itu tahu."
"Maafin aku Yang."
"Baiklah, aku maafin. Tapi besok kamu harus ikut aku sama Dena."
Dia membelalak kaget. Entah apa yang ada di pikirannya. Setelah lama aku gak dengar dia bicara, dia pun mengucapkan sesuatu.
"Tapi Yang besok aku gak bisa."
"Gak bisa gimana maksud kamu?"
"Aku ada latihan."
"Ooh sekarang latihan basket kamu lebih penting dari aku?" Jawabku sengaja mencebikkan bibir.
"Bukan gitu Yang. Nanti bakal ada kompetisi, aku akan ikut membela tim. Makanya harus latihan terus."
"Aku gak izinin kamu latihan satu hari. Aku butuh kamu."
"Memangnya penting banget ya Yang?"
"Sangat penting. Kalau kamu tidak mau, aku bisa ajak Danu saja."
"Jangan, jangan! Enak saja ajak Danu. Itu tidak boleh. Kamu pacarku."
"Berarti kamu mau."
"Iyah. Besok ikut kamu. Pulang sekolah kan?"
"Iyah. Habisin dulu bakso kamu, nanti keburu bel. Makan juga jangan sering belepotan gitu. Kamu kayak anak kecil diingatkan mulu Vo."
"Iyah bawel sayang."
Setelah makan di kantin, aku dan Revo kembali ke kelas masing-masing. Dia masih sama seperti sebelumnya. Tidak mau pergi kalau aku belum masuk kelas. .
"Yang, jangan lupa belajar yang bener." Ucap dia asal.
"Apaan, harusnya nasehat itu buat kamu. Bukan untukku."
Dia tertawa, memperlihatkan giginya yang putih. Aku suka begitu dia tertawa. Dengan begitu, ceruk di dua pipinya semakin terlihat. Salah satu daya tarik dia selain mata yaitu lesung pipinya yang membuat wajahnya bertambah manis begitu tersenyum atau tertawa.
Ah, kenapa jadi ngelantur begini sih. Hehe.
Tiba di kelas, aku ngobrol sama Dena.
"Kira-kira gimana keadaan nenek sekarang ya?" Tanyaku.
"Tenang saja, aku sudah minta seseorang untuk menjaga mereka di rumah sakit selama kita sekolah. Aku juga minta dia ngabarin aku kalau ada apa-apa."
"Hebat! Aku kagum sama kamu Den. Kamu bahkan sudah memikirkan itu semua. Terus gimana besok? Aku sudah berhasil ngajak Revo, tadinya tidak mau tapi akhirnya dia mau juga."
"Baguslah. Oh iya, kamu yakin mau ngajak Danu?"
"Ya harusnya aku yang nanya. Boleh tidak Danu ikut? Kamu kan masih kesal banget sama dia."
"Mau gimana lagi, tidak ada pilihan lain. Kalau cuma kita berdua, aku takut tabungan kita tidak akan cukup memperbaiki rumah kakek sebelum mereka pulang dari rumah sakit."
"Berarti kamu harus damai dulu sama dia. Hehe."
"Gampanglah! Yang penting kamu berhasil bujuk dia dulu untuk ikut kita besok."
"Oke. Urusan itu biar jadi urusanku. Gampang kalau Danu. Dia pasti mau ikut sama kita. Tapi ngomong-ngomong, orangnya kemana ini? Kok tidak kelihatan di kelas?"
"Aku lihat tadi di ke toilet. Paling bentar lagi dia datang."
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Yang diomongin sudah datang, baru saja masuk kelas. Misi dijalankan.
Begitu Danu duduk di kursinya, aku mendatanginya.
"Dan, boleh duduk bentar ya!"
"Kenapa? Sudah bosan duduk sama macan?"
"Macan? Siapa macan?" Tanyaku heran.
"Tuh!" Tunjuknya dengan mata tertuju pada Dena yang sedang serius menghapal nama-nama latin tumbuhan dan hewan.
"Lah kenapa dipanggil macan?"
"Habisnya dia galak. Disenggol dikit udah mau nyerang aja dia. By the way, ngapain kamu di sini?"
"Mau minta tolong Danu."
"Apaan itu?"
"Ikut aku sama Dena besok yuk!"
"Kenapa harus ikut?"
"Ikut saja, mau ya? Revo ikut kok. Tenang saja."
"Kemana emang sih?"
"Jawab dulu, mau apa tidak?"
"Aku jawab tidak juga percuma. Kamu akan tetap memaksa sampai aku bilang iya kan? Huh, aku udah hapal sifat kamu itu."
Aku hanya tertawa melihat ekspresinya itu. Tapi emang iya sih, aku tuh suka maksa- maksa dia buat nurutin apa mau aku. Dan dia selalu Luluh. Haha.
"Berati mau ya. Makasih."
Aku pun bergegas kembali ke keursiku. Tak lama kemudian, guru Biologi datang dan menodong kita semua dengan hapalan. Semua siswa berseru, ada yang senang ada pula yang menggerutu tidak ada habisnya. Bukannya menghapal. Haha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Chikaqu
seruuuu..lanjut thor..🥰
2021-01-02
0
Pattabola Irwan
next
2020-05-12
4
Odhie
lanjtttt
2020-03-11
6