Part. 13

Banyak yang nanya ke aku, gimana rasanya punya pacar yang posesif? Ya sebenernya ada suka ada dukanya juga, karena dalam setiap hubungan memang selalu begitu. Terlepas dari dia yang posesif, dia juga orangnya protektif. Melindungi meski cemburuan dan banyak tanya.

Soal rasa, rasanya nano nano. Hehe rame. Punya pacar posesif itu ruang gerak terbatas, suka dicemburuin, ngapain aja ditanyain, tiap sekian menit ditanya. Ya itu yang kadang aku suka malas juga. Tapi terkadang bikin kangen sih. Terlebih saat dia yang posesif tiba-tiba gak menghubungi sama sekali. Nah itu yang bikin aku jadi bertanya-tanya, kok dia berubah.

Mau jalan sama teman, dia mesti ikut. Mau pergi ke mana, dia yang mesti antar. Tapi terlepas dari semua itu, kita berdua pacaran punya aturan yang harus dipatuhi. Tidak boleh sembarangan dalam melakukan apapun. Aturan yang paling dijaga selama aku pacaran dengan Revo adalah tidak boleh ada kontak fisik. Well meski begitu, seperti yang kubilang di awal, aku senang-senang saja. Tidak merasa terbebani dengan aturan itu, karena aku yakin semua itu untuk kebaikan aku dan Revo.

Makanya Revo marah besar tiap kali ada yang sembarangan nyentuh aku. Tidak terkcuali Dena sekalipun yang merupakan sahabat aku.

Persis yang terjadi saat ini.

"Dena, jaga jarak tangan kamu. Kamu gak boleh jalan gandengan begitu sama Zi. Dia pacar aku." Protes Revo saat kita bertiga sedang jalan menuju kantin.

"Paan sih Vo? Cuma gandengan gini doang. Aku gak rebut Zi juga kali. Apa perlu kubikinkan cap atau stempel di tubuh Zi? Tulisannya 'Milik Revo, jangan disentuh!' gitu?"

"Pokoknya jangan. Tidak boleh."

"Dena jangan mulai lagi deh." Ucapku.

"Oke oke. Habis muka dia lucu kalau lagi cemburuan dan posesifnya kambuh. Haha."

Di tengah jalan, ada Danu. Revo sudah mewanti-wanti, dia bahkan berjalan di depanku dan merentangkan kedua tangannya seperti sedang menghadang siapapun. Apalagi orang itu adalah Danu.

"Kamu tidak diizinkan bergabung di sini." Ucap Revo tegas.

"Yang mau gabung sama kamu siapa. Aku gak mau cari masalah lagi ya. Mulai hari ini aku relain Zi buat kamu. Asalkan kamu jaga dia baik-baik, jangan sampai bikin dia nangis dan terluka. Kalau iya, maka saat itu juga aku akan dengan cepat datang dan merebut Zi dari tangan kamu."

"Gak akan. Zi akan tetap jadi milikku, selamanya."

"Makanya jaga."

Setelah mengucapkan itu, Danu menjauh dari kita bertiga. Dia kelapangan, bermain basket bersama yang lain. Kilas, aku menangkap Dena melihat Danu bermain basket. Ekor matanya terus mengawasi sampai akhirnya kita tiba di kantin.

"Ngomong-ngomong anak itu kenapa? Jadi berubah gitu?" Tanya Revo heran.

"Bukannya bagus? Kamu jadi gak punya saingan kan sekarang." Jawab Dena santai seraya menuangkan kecap dan saos ke mangkok baksonya.

"Iyah Yang, bukannya itu malah bagus ya? Kalian kan jadi tak perlu berkelahi lagi."

"Bener. Cuma aku heran aja, kenapa dia tiba-tiba seperti itu."

"Dapat hidayah kali. Atau dia sudah menemukan cewek yang jadi incarannya." Jawabku sekenanya.

"Sudah, daripada ngomongin dia mulu mending baksonya makan dulu sebelum kuahnya dingin." Ujar Dena mengingatkan.

Kita bertiga menghabiskan bakso masing-masing dan bel masuk pun berbunyi. Aku dan Dena lantas berjalan cepat ke arah kelas. Sementara Revo katanya mau ke toilet dulu. Baru mau masuk kelas, Dena bertubrukan dengan Danu yang juga tiba-tiba hendak masuk ke kelas. Badan mereka berimpitan ke masing-masing sisi pintu. Tidak ada yang mau mengalah. Tatapan Dena sudah seperti ingin memakan Danu sampai habis. Memangnya makanan.

"Udah sih ngalah dong. Cewek duluan." Ucap Dena.

"Tapi aku duluan yang tiba di pintu ini." Jawab Danu tak mau kalah.

"Minggir gak?" Dena sudah melotot sembari mendorong tubuh Danu.

"Nggak!"

"Eii... kalau kalian terus-terusan berebut begini bagaimana aku bisa masuk. Udah minggir kalian berdua, kalian halangin jalan tauk." Ucapku.

Mereka saling lihat-lihatan sampai akhirnya Danu mengalah dan mundur memberi jalan.

"Nah kalau begini kan kalian bisa masuk satu-satu, gak perlu berebut gitu."

"Awas kamu!" Ancam Dena penuh marah. Anehnya terlihat menggemaskan di mataku.

"Apa!?" Timpal Danu.

Lalu mereka berdua masuk kelas dan duduk di tempat masing-masing. Pelajaran berikutnya adalah Bahasa Indonesia. Sudah lima menit berlalu tapi belum ada tanda-tanda guru mata pelajaran itu akan datang. Akhirnya kelas menjadi riuh kembali oleh suara para siswa yang ngobrol dan saling ledek-ledekan.

Sebuah gulungan kertas menggelinding di kepala Dena. Sontak kepalanya mendongak dan mencari siapa sosok usil yang sudah berani membangunkan macan tidur.

Dia planga-plongo mencari tapi tak ketemu.

"Zi, lihat orangnya gak?"

Aku yang sedang sibuk membaca buku hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu menahu. Dena kembali membaca komiknya. Tak lama kemudian, terdengar lagi bunyi Buk!!

Sebuah gulungan kertas seperti bola menggelinding lagi ke lantai setelah mengenai kepala kepala Dena. Dena menghempaskan buku komiknya di meja. Dia kelihatan marah banget. Aku jadi tidak fokus dengan buku yang kubaca.

Semenit kemudian Dena sudah berdiri di kursinya.

"Siapa yang sudah berani menimpuk kepalaku pakai kertas? Jawab!" Teriaknya.

Semua siswa diam, tak ada yang menjawab. Aku membujuk Dena untuk duduk, sekaligus menenangkan dia yang masih marah.

"Den, udah! Kamu hanya akan membuat pelakunya menang kalau begitu. Coba tenang dulu!" Ucapku, seraya menarik tangannya untuk turun.

"Nggak. Sebelum aku tahu siapa pelakunya."

"Nanti gurunya datang, kamu bisa dalam bahaya."

"Aku gak peduli. Ayo bilang, siapa yang berani nimpuk aku pake kertas?"

Masih hening.

"Gak ada yang mau jawab ya? Oke aku cari tahu sendiri."

Dena turun dan melangkah ke arah Danu. Danu cengengesan, aku curiga dia yang telah melakukannya. Dia kan memang terkenal usil dan jail sejak SMP. Sudah pasti dia orangnya. Hadeh, gimana ini? Bisa bisa gagal dong misi aku mendekatkan mereka. Bukannya dekat malah makin jauh karena kebencian Dena akan semakin bertambah.

"Kamu kan pelakunya?" Todong Dena pada Danu.

"Siapa bilang? Ada bukti gak? Tidak baik menuduh orang tanpa bukti, itu fitnah namanya." Kilah Danu

"Aku memang tidak punya bukti, tapi satu-satunya orang yang memungkinkan hal itu terjadi siapa lagi kalau bukan kamu. Hanya kamu yang punya masalah denganku."

"Itu urusan kamu. Aku tidak merasa punya masalah sama kamu kok."

"Ish, ngeselin banget sih jadi orang. Ngaku gak?"

"Nggak."

"Oke, kalau sampai itu terulang lagi dan benar kamu pelakunya. Aku gak akan maafin kamu."

Dena berbalik dan kembali ke kursinya. Dia kemudian duduk masih dengan rasa kesalnya. Danu mengedipkan matanya ke arahku. Benar dia kan pelakunya. Cckckck.

***

Terpopuler

Comments

🌷onty KD💗Rh's😎DF

🌷onty KD💗Rh's😎DF

lanjut

2020-04-24

4

Iras Gnalu

Iras Gnalu

lagi Thor

2020-03-03

8

Mak Ji 🏠KD

Mak Ji 🏠KD

siap Erika

2020-03-03

9

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!