Part. 6

Bel masuk sudah berbunyi, aku mendengar itu dikejauhan. Aku berlari sekuat mungkin agar tak sampai telat masuk gerbang sekolah. Bisa berabe kalau sampai telat, aku gak mau dihukum, gila aja.

"Eits, tunggu Pak!"

"Kamu telat 1 menit."

"Ya elah Bapak, baru 1 menit juga. Boleh ya?"

"Masuklah!"

"Bapak memang terbaik."

Tumben sekali anak itu telat, bukankah dia selalu datang lebih awal?

Masih dengan nafas terengah-engah, aku mendekati Dena dengan memegangi perut yang sakit karena harus berlari.

"Tumben banget telat?"

"Iyah nih, semalam harus temani bayi gede Chatingan sampai larut malam. Aku lagi penebusan dosa."

Kulihat kening Dena mengkerut tidak mengerti ucapanku. Belum sempat bertanya lagi, guru pada jam pertama sudah nyaris masuk di kelas. Aku ditarik begitu saja oleh Dena dan masuk kelas sebelum didahului guru tersebut.

"Aww tanganku sakit." Keluh Zidah.

"Maaf, maaf, habisnya kalau telat sedikit saja masuk kelas bisa-bisa kita kebagian nyikat WC Zi."

"Iyah tapi kira-kira nariknya De."

"Maaf yah, senyum dong!"

Aku pun memaafkan Dena dan duduk tenang di kursi masing-masing. Guru di jam pertama yang tak lain adalah Ibu guru Dona, membuat siswa tak satupun yang berbicara. Semuanya diam bagai di kuburan, tak ada yang berani membuat keributan atau satu kelas akan dihukum hormat bendera selama satu jam.

"Anak-anak, dengarkan Ibu. Hari ini kita ulangan."

Bammm!!! Geleduk!!!

Semua siswa saling berpandangan satu sama lain. Tak ada yang berani protes, walaupun dalam hati, barangkali teman-temanku sedang menyumpahi habis-habisan Ibu guru Dona.

Ishh ngasih ujian selalu gak pernah bilang. Kalau nilai jelek, dia protes lagi, terus ngulang lagi. Begitu saja terus sampai langit terbelah di Amerika. Huh.

Dena terlihat sangat kesal, bukan apa-apa. Minggu lalu dia bahkan tak lulus ulangan yang diberikan Ibu guru Dona, dan sekarang mesti ulangan lagi. Gak bosan apa ya ngasih ulangan. Begitulah bathin Dena mungkin.

Semua siswa hanya menurut begitu diminta menaikkan selembar kertas kosong. Semua menatap nanar ke arah papan tulis, di mana seorang perempuan berbadan besar yang ditakuti seantero raya sekolahan sedang menulis soalnya dengan sepenuh jiwa.

"Gilak ya! Minggu lalu saja hanya kamu yang lulus dalam ujian Bu Dona. Sekarang ngasih ujian lagi. Padahal ngasih kode sebelumnya pun tidak. Rasanya ingin kukarungi saja Ibu guru sakti ini." Bisik Dena kesal.

"Hush! Jangan bicara sembarangan, emang bisa kamu ngarungin Bu guru Dona? Yang benar saja!"

"Itu hanya perumpamaan Zida. Kamu ini pinter tapi kadang ngeselin yah."

"Cuma bercanda tahu ih."

...

"Siapa itu yang bisik-bisik? Ngomongin saya ya?"

Tiba-tiba suara itu menggelegar di seluruh ruangan. Membuat semua siswa mendongak dan saling pandang satu sama lain. Dena yang tadi berbisik padaku menjadi diam seribu bahasa, tak mau lagi berkata apapun.

Dua jam serasa dua hari bagi siswa-siswi di kelas Bu guru Dona hari ini. Hampir semua siswa merasa tertekan, barangkali hanya aku yang biasa-biasa saja. Mengingat aku selalu mendapat nilai bagus di mata pelajaran matematika yang diampuh oleh Bu guru Dona.

"Sekarang kumpulkan!"

Suara itu sering kali membuat siswa mendadak jantungan. Semuanya berdiri dengan lesu, menatap kertas jawaban masing-masing. Ada yang menjawab semua tapi tidak yakin jawabannya benar. Ada yang menjawab sebagian namun sedih karena tak bisa menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Ada juga yang senang karena jam pelajaran hari itu akhirnya selesai dan mereka bisa bebas dari kurungan yang terasa dua tahun itu. Ha ha.

Tak lama kemudian Bu guru Dona meninggalkan kelas dan semua siswa dapat bernafas lega. Suara ribut-ribut pun kembali menggema seisi kelas. Yang paling menonjol adalah suara Dena.

"Arhhhh akhirnya bebas juga!"

Diikuti teman-teman yang lain yang bersorak sorai gembira. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Pak Burhan yang merupakan wakil kepala sekolah, masuk ke kelas kami dan menegur agar semuanya duduk dengan tertib.

"Baiklah anak-anak, maaf saya mengganggu waktu kalian sebentar. Bapak hanya ingin mengumumkan bahwa kelas kalian hari ini akan kedatangan murid baru dari satu sekolah di kota J. Bapak harap kalian bisa akrab dan membantunya untuk beradaptasi di sekolah ini."

Menanggapi ucapan Pak Burhan, beberapa pasang mata dari siswa nampak berbinar. Bahkan ada satu orang yang berani bertanya.

"Cowok apa cewek Pak?"

"Kalau cewek buat saya saja Pak."

"Kalau cowok buat saya saja Pak."

Dan sederet pertanyaan lainnya yang hanya ditanggapi senyum oleh Pak Burhan yang terkenal baik hati itu.

"Sebentar lagi siswa tersebut akan tiba di sini, diantar langsung oleh kepala sekolah. Jadi Bapak harap kalian bisa bekerja sama dan membantu dia mengenal lingkungan sekolah kita ini."

Selang beberapa saat, seorang siswa laki-laki bersama Bapak Kepala Sekolah tiba di kelas.

Beberapa siswa sedang membicarakan siswa baru itu, sementara aku tak begitu peduli sampai Dena mendorong keras bahuku dan aku menatapnya kesal.

"Hei, itu cowok yang kemarin kan?"

"Siapa?"

"Itu..., siswa baru itu."

Aku langsung mengikuti arah telunjuk Dena dan seketika terkejut melihat siapa yang berdiri di depan kelas dan sedang tersenyum culas ke arahku.

"Bisa gawat ini. Iiiihhh... seram ah!" Ucap Dena bergidik membayangkan sesuatu.

"Memangnya kamu membayangkan apa?"

"Kamu memang gak merasa membayangkan sesuatu?"

"Sebenarnya sih iya."

"Perang dunia ketiga akan segera dimulai." Lanjut Dena.

...

"Nama saya Danu Pramuja Wardhana. Saya pindahan salah satu sekolah J, pindah ke sini karena mencari seseorang yang telah hilang beberapa tahun belakangan ini. Saya merasa yakin, bahwa dia ada di sekolah ini. Jadi mohon bantuannya agar saya bisa menemukannya."

Perkenalan yang cukup singkat namun berhasil membuat jantungku hendak copot. Dia sungguh terang-terangan.

Bagiamana jika orang yang dia maksud itu adalah aku? Oh astaga! Belum selesai satu permasalahan, sekarang muncul masalah yang lebih besar lagi. Aku sudah membayangkan reaksi Revo nantinya. Apalagi sekarang aku dan Danu sekelas, oh tidak! Aku tidak mau terjebak di antara dua cowok yang akan membuatku pusing tujuh keliling nantinya.

Bathinku terus memberontak, Dena hanya bisa menghiburku dengan elusan lembut di lenganku, tapi kurasa itu tak cukup berarti.

"Tenang, tenanglah!" Ujar Dena.

"Bagaimana bisa tenang? Lihat tuh mata dia ke arah aku terus. Kalau begini bisa-bisa aku mati karena kena serangan jantung."

"Kalau kamu mati, Revo bagaimana? Kamu tahu kan seberapa ngeselinnya dia? Aku tidak mau sampai harus bertugas menenangkan dia."

(Sebuah getokan tangan mendarat di kepala Dena)

"Aww... kamu apa-apaan? Sakit Zi!"

"Lagian kamu mikirnya sampai sejauh itu. Sekarang bantu aku bagaimana caranya menghindari Danu. Aku yakin banget dia sengaja pindah ke sekolah kita hanya untuk menggangu aku dan Revo."

"Terus bagaimana?"

"Bantu aku berpikir."

...

"Jangan terlalu dipaksakan untuk memikirkan aku Zi, bukankah sudah kubilang aku akan mendapatkan kamu."

Suara itu mengagetkanku, cowok ini bukan hanya ngeselin tapi dia juga mirip hantu. Gentayangan kemana-mana. Lagipula kenapa dia harus pindah ke sekolah ini sih. Aku sama sekali tak menanggapi ucapannya dan membiarkan dia dengan urusannya sendiri.

-+++++

Hai bantu aku dengan membaca novel ini, jangan lupa beri saran dan kritik agar novel ini bisa bagus ke depannya. Jangan lupa tinggalkan juga Like, komen dan Vote ya. Terimakasih.

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ

☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ

ya kalo ga dadakan bukan guru namanya wkwkkwk. ada aja ulangan dadakannnn

2020-06-01

1

Miss Ve

Miss Ve

wkwkww iya singa juga kesal sama guru model bu Dona ini

2020-05-06

5

yunani

yunani

wah wah...kykny perang akan segera dimulai nih

2020-04-17

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!