Part. 4

Aku sedang siap-siap di kamar saat teriakan Mama dengan begitu saja menggema di dalam rumah.

"Sayang... Zi, Revo sudah datang nih!"

Ya ampun Revo, malah datang jemput ke rumah segala. Padahal sudah janjian, Dena yang bakal jemput.

"Ya Ma...! Disuruh nunggu aja dulu. Aku belum selesai."

Suara Mama sudah tidak ada lagi, artinya dia paham kalau putrinya yang satu ini butuh waktu sebentar lagi.

Beberapa menit kemudian aku keluar dari kamar dan menuju ruang tamu. Di sana sudah ada Revo yang sedang ngobrol dengan Papa. Mereka kok bisa akrab begitu? Umur mereka jaraknya jauh banget, tapi sepertinya Revo bisa mengimbangi obrolan Papa atau sebaliknya Papa yang bisa masuk obrolan Revo. Sungguh pemandangan luar biasa.

"Aku sudah siap, berangkat yuk! Tadinya Dena yang mau jemput, tapi karena kamu sudah di sini jadi aku hubungi Dena untuk sekalian ketemuan di Mall saja." Ucapku pada Revo.

"Bagus kalau begitu, lagi pula seandainya Dena jemput ke sini aku tidak akan biarkan kamu ikut bersamanya. Enak saja, aku pacar kamu, bukan dia. Kamu tidak boleh sembarangan dijemput orang. Kamu tahu kan aku orangnya seperti apa."

Huh dia ngomong sepanjang kereta lagi. Membuat Papa dan Mama yang melihat kejadian itu malah senyum-senyum tidak jelas.

"Lihat kan Pa, Ma, begitu posesifnya Revo. Masa sama teman perempuan juga tidak boleh deket-deket." Sungutku.

"Haha, maksud Revo baik sayang. Dia itu hanya tidak mau kamu kenapa-kenapa apabila kamu tidak ada di dalam pengawasannya. Itu artinya dia bertanggung jawab sama kamu." Ucap Mama.

"Bertanggungjawab gimana? Mama nih ada-ada saja. Lagian masih pacaran, kan bisa gak seketat itu juga. Aku kan jadi gak punya teman." Protesku.

"Aku siap jadi apapun kamu, Yang." Sergah Revo.

Sudah gila nih cowok, memangnya kamu mau jadi apaan? Pembantu? Huh

Mendengar ucapan Revo Papa dan Mama pecah ketawanya. Papa yang kalem saja malah ketawa sampai air matanya keluar. Revo memang ajaib.

"Tuh bener tuh yang diucapkan Revo sayang, kamu punya Revo yang bisa segalanya. Haha." Ujar Papa.

"Sudah ah, berangkat yuk! Lama-lama di sini ucapan kamu malah makin ngawur." Gerutuku.

Setelah pamit sama Papa dan Mama, aku dan Revo berangkat menuju Mall tempat di mana aku dan Dena janjian.

Angin malam bertiup pelan, aura dingin jelas terasa hingga menembus sweater pink yang Kukenakan. Ingin meluk pinggang Revo takut malah dia jadi kesenangan dan aturan pun terlanggar. Padahal udara malam ini sangat dingin. Akhirnya aku hanya memeluk diri sendiri di belakang punggung Revo.

Tiga puluh menit menahan dingin, kami pun tiba di sebuah parkiran Mall. Revo menatapku tak biasa, dia mungkin kaget melihat ekspresiku yang kedinginan.

"Mengapa tidak bilang? Kan aku bisa pinjemin jaket ini ke kamu selama dalam perjalanan." Ucapnya dengan memegangi jaketnya.

"Enggak apa-apa."

"Nggak apa-apa gimana, kalau kamu sakit gimana? Apa kita pulang saja, gak usah masuk?"

"Eh jangan! Jangan! Kita sudah janjian sama Revo Yang."

Gila apa ya baru nyampe dia malah mau pulang lagi. Enggak bisa kayak gitu, lagian Dena pasti sudah menunggu di dalam.

"Tapi kamu kedinginan Yang.

"Tidak apa-apa ini cuma butuh beradaptasi saja. Sebentar juga paling sudah enakan. Kamu ini berlebihan deh."

"Maaf yah."

"Kenapa jadi minta maaf?"

Erghh cowok di depanku ini bukan hanya ajaib tapi juga aneh. Ngapain juga minta maaf? Kan gak salah.

"Ya minta maaf karena gak bisa jagain kamu."

Gubrak!

Ya Allah Revo kok bisa kamu sepolos ini sih? Gak bisa jagain gimana? Aku masih sehat, masih seger, selamat sampai tujuan tapi masih bilang maaf? Aku geli sendiri dibuatnya.

"Sayang ini tuh tidak apa-apa. Tidak seperti yang kamu pikirin. Udah yuk, masuk!"

Revo pun mengalah dan kita berjalan masuk ke dalam Mall. Pertama-tama mau makan dulu di Food court. Dena sudah menunggu di sana.

Setelah mengedarkan pandangan cukup lama, aku pun berhasil menemukan Dena sedang duduk sambil memegangi ponselnya. Aku dan Revo bergegas ke sana untuk segera menemuinya.

"Hai, sudah lama?" Sapaku sesaat tiba di sana.

"Belum. Ini baru duduk. Ayo Zi duduklah! Revo juga duduklah." Jawabnya.

Kami pesan makanan dan langsung makan begitu pesanan sudah tiba. Namun baru saja hendak makan, tiba-tiba suara nyaring seseorang mengagetkan kami.

"Zidah! Ini benar Zidah kan?" Ujar cowok remaja dengan wajah gembira.

Aku membatin siapa gerangan cowok ini, jika dia terus mepet begini, bisa-bisa terjadi pertumpahan darah ini. Dan benar saja--

"Heh, kamu siapa? Perhatikan tanganmu, jangan sentuh dia seperti itu." Protes Revo dengan cepat.

Aku melihat raut wajah Revo sudah tidak enak. Seperti ingin makan orang. Aku memberi kode padanya agar lebih tenang. Dena hanya diliputi rasa penasaran, begitu juga denganku.

Aku pun mengingat-ngingat tentang siapa sosok di depanku ini. Dan baru saja seperti ingat sesuatu tentang cowok itu, eh Revo malah sudah melakukan hal gegabah.

"Kamu masa gak ingat? Ayo Zi, coba ingat-ingat lagi." Ucap cowok itu padaku dan memegang bahuku dengan salah satu tangannya.

Revo berdiri dan menghalau tangan itu kasar.

"Apa-apaan kamu ini. Aku kan sudah bilang, perhatikan tangan kamu jangan sembarang megang orang seperti itu."

"Kamu ini siapa? Berisik banget sih." Balas cowok itu geram karena tangannya dihalau.

Aku juga tidak suka dengan sikap sembarang cowok itu.

"Tolong kamu pergi saja Dan, aku ingat kamu. Tapi situasinya sudah tidak memungkinkan begini. Pacarku sudah marah sama kamu. Please pergilah!" Ucapku pada cowok yang akhirnya kukenali sebagai Danu, teman SMP yang dulu ngejar-ngejar aku.

"Oh dia pacar kamu. Seleramu tidak jelek juga, sayangnya dia sangat tidak cocok dengan kamu."

"Terus yang cocok sama dia, kamu? Gitu? Jangan mimpi."

"Sudah, sudah pergi Sanah!" Lanjutku lagi karena semua tidak akan selesai jika salah satu dari mereka tidak ada yang pergi. Apalagi Revo pasti tidak akan mudah mengalah, dia orangnya mudah emosian kalau urusannya denganku.

"Oke aku pergi. Tapi ingat Zi, aku tidak akan menyerah sama kamu. Bahkan semakin tertantang untuk merebut kamu dari dia." Jawabnya menunjuk ke arah Revo yang sedang menatap tajam ke arahnya.

Kenapa sih dia harus muncul di saat seperti ini? Bisa gila aku menghadapi pertanyaan demi pertanyaan dari Revo nantinya.

Dena mendengus kesal karena makanannya jadi dingin disebabkan oleh perseteruan dua cowok aneh yang sedang ribut masalah aku.

"Zi, kamu tuh ya gak dimana-mana bikin cowok berantem mulu." Protes Dena.

"Maaf yah, jadi berantakan begini." Ucapku.

Aku melirik ke arah Revo, wajahnya mengeras seperti marah. Duh, auranya bikin aku malah ketakutan. Dia pasti marah banget ini, apalagi tadi Danu malah megang-megang.

*

*

*

Dukung terus novel ini yah biar makin semangat. Komen, Like, Vote dan jadiin Favorit yah.

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ

☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ

Revo mahhh gilanya akutttt😏

2020-06-01

1

Miss Ve

Miss Ve

Hahah kasian. ga jadi makan sudah

2020-05-05

3

yunani

yunani

y enggak jdi makan 😂

2020-04-17

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!