Part. 14

Sekali lagi tangan Danu sudah siap melempar dan---

"Kan beneran kamu!" Dena sudah berdiri berkacak pinggang ke arah Danu.

Kertas di tangan Danu jatuh pelan ke lantai.

"Ups gak sengaja."

"Gak sengaja gimana, kamu sudah nimpuk aku berkali-kali dan kamu bilang gak sengaja? Keterlaluan." Jawab Dena berang.

Dia mengambil semua isi di dalam tasnya. Buku berserakan di meja. Entah apa yang mau dia lakukan, tapi detik berikutnya bikin aku melongo.

Dena merobek buku-buku itu dan meremasnya. Satu persatu remasan kertas mendarat dan menggelinding jatuh hampir di seluruh tubuh Danu. Mereka pun perang-perangan kertas. Bukannya melerai, teman-teman yang lain malah memilih menjadi dua kubu.

Kubu Dena dan kubu Danu. Semuanya berteriak memberikan dukungan dan hanya butuh waktu beberapa menit saja dan kelas itu berubah jadi tempat sampah umum dengan keributan yang tak bisa dihindarkan lagi. Mereka tak terkendali.

"APA-APAAN KALIAN INI? BERHENTI!!!"

Suara itu membuat seluruh siswa di kelas senyap seketika. Suara Bu Bertha memang tiada duanya dalam menghentikan sebuah kerusuhan.

"KALIAN SEMUA KELUAR!!! BARIS DI LAPANGAN!"

Satu persatu siswa keluar kelas. Aku ada diantara rombongan mereka. Meski tidak ikut-ikutan tetap saja, seisi kelas pasti kena hukuman.

"BARIS YANG RAPI, KALIAN INI BUKANNYA BELAJAR MALAH BIKIN RUSUH. RIBUT SAJA KERJANYA. KAYAK DI PASAR! MAU JADI APA KALIAN?"

Semua diam dan menunduk, tak ada yang berani mengangkat kepalanya. Semua wajah seperti kaku, pucat pasi. Aku mencuri lihat ke arah Dena. Wajahnya biasa saja, tak tersirat rasa takut atau rasa bersalah. Barangkali karena emosinya sudah terlanjur tersulut. Dia hanya menunduk tapi tanpa ekspresi.

Danu? Danu malah sibuk menggigit kukunya. Ckckck. Bagaimana bisa anak itu tidak meninggalkan kebiasaan buruk itu? Itu dari SMP kayak gitu. Masa sampai SMA dibawa-bawa juga.

"KALIAN BERJEMUR SAMPAI BEL."

Gilak! Matahari sedang terik-teriknya. Tapi mau gimana lagi. Namanya hukuman ya hukuman. Harus dijalani apapun resikonya. Selang beberapa menit ditinggal Bu Bertha, aku dikejutkan oleh sentuhan dingin di kulitku.

"Aww...!"

"Kamu pasti haus. Aku sengaja bawain kamu minum Yang." Revo sudah berdiri di sampingku.

"Bagaimana bisa kamu di sini? Terus kok bisa bawa minum segala? Nanti dilihat Bu Bertha malah berabe Yang."

"Gak akan. Aku di sini karena sudah izin Bu Bertha."

"Izin apaan? Kamu kan lagi belajar di kelas."

"Izin buat ikut dihukum sama kamu."

"Astaga Revo...! Bisa-bisanya ya kamu melakukan itu. Aku di sini cuma dihukum berdiri Vo."

"Tapi aku tahu kamu pasti haus Yang."

"Gak harus ikut dihukum juga Vo."

"Suit suit..." seru teman yang lainnya.

"Tuh kan, kita jadi bahan perhatian lagi."

"Gak apa Yang. Biar semua tahu, kamu itu pacar aku."

"Dasar tukang pamer. Buat Dena mana?"

"Dena? Ngapain? Dia kan bukan pacar aku Yang."

"Hh..! Ya udah Den, kamu haus gak? Mau minum punyaku?"

"Boleh deh. Haus banget."

Botol minuman itu sudah berpindah tangan ke Dena.

Glek!

Glek!

Glek!

Bunyi air yang melewati tenggorokan Dena. Ngomong-ngomong nih anak gak minum selama berapa hari sih? Minuman sebotol gitu habis tandas tak bersisa. ckckck.

"Dena! Yah dihabiskan?" Protes Revo.

"Maaf Vl, haus banget. Punya kamu kasih Zi. Dia juga haus itu."

"Kenapa gak kamu minta juga sekalian?"

"Ishh dasar pelit. Untung pacar kamu baek dan dia sahabat aku."

"Yang nih, minum dulu. Jangan dikasih lagi sama si wanita siluman itu."

"Apa kamu bilang?" Protes Dena

"Wanita siluman katanya. Masa kamu gak dengar." timpal Danu yang saat itu sudah berpindah tempat ke barisan Dena.

"Kamu yang siluman. Ngapain kamu di sini?"

"Berteduh. Enak banget posisi kamu pas di bawah bayangan bendera."

"Dih, ngapain kamu yang sewot."

"Sudah, sudah! Jangan bertengkar lagi. Hukuman kita nanti ditambah ini."

Mereka diam dan benar saja, Revo serius ikut melaksanakan hukuman. Stress kali dia tuh. Senasib sepenanggungan katanya, apaan?

Bel berbunyi.

Kriiiinggggg!!!

Semua bubar dan menyerbu kantin. Jangan ditanya seberapa haus, yang pasti seisi kantin hanya diisi mereka yang sedang antri beli minuman.

"Tolong deh, kalian jangan ribut dan rusuh lagi. Sekelas menanggung perbuatan kalian loh." Ucapku pada Dena dan Danu.

"Gara-gara dia tuh." Ucap Dena dengan bibirnya dimonyongkan ke arah Danu.

"Nggak. Bukan karena aku."

"Ngeles saja ih."

"Yang lempar banyak kertas siapa?"

"Aku. Tapi itu juga karena kamu sudah bikin aku naik darah."

"Udah, udah, tuh kan naik darah lagi dia. Bisa berabe loh seisi kantin ntar." Ucapku.

"Kalian itu lama-lama jodoh loh." Celetuk Revo tiba-tiba yang sedari tadi hanya diam.

"TIDAK!!" Ucap mereka samaan.

"Sampai bilang Tidak aja harus samaan. Udah jadian saja." Lanjut Revo.

"Revo, bisa diam gak?" Ancam Dena.

"Ini diam."

Aku hanya tersenyum menanggapi kelakuan mereka ini. Danu berdiri dari tempatnya setelah menghabiskan sebotol teh Sosro dingin. Dia berjalan ke arah kasir.

"Udah kubayar semua ya, hari ini aku yang traktir." Teriaknya melambai dan berjalan keluar kantin.

"Asyik! Ditraktir dong." Seruku.

"Gak sudi. Emang aku gak punya duit apa." Protes Dena.

"Sudah biarin saja, itung-itung penghematan. Rezeki harus disyukuri, jangan ditolak." Ucapku.

"Denger tuh Den, Zi pacarku emang bijak."

"Lebbay deh Yang."

Setelah mengisi lambung tengah di kantin, Dena meninggalkan kita berdua dan pergi entah ke mana. Aku menyeruput sisa minuman di botol, Revo melirik ke arahku. Sebenarnya Revo itu memiliki tatapan yang mematikan. Selain itu, matanya selalu terpancar sinar yang selalu menghidupkan suasana. Saat menatapku dia bisa selembut sutera, namun saat menatap orang lain dalam keadaan marah, dia bisa serupa monster.

"Yang..." panggilnya.

"Hmm..." Jawabku.

"Kapan ya, aturan orang tua kita dicabut?"

"Mana aku tahu Yang. Biarin sajalah, jalani!"

"Yang, kamu janji tetap setia kan?"

"Kenapa?"

"Aku takut kehilangan kamu. Aku sering tidak pede, karena itu aku jadi cemburuan."

"Biar waktu yang menjawab. Cukup jalani dan nikmati prosesnya."

"Kamu nanti mau jadi isteri aku kan?"

"Mikirnya kejauhan. Masih beberapa tahun lagi Yang. Sekolah saja belum kelar."

"Ya tapi aku ingin memastikan kamu mau jadi isteri ku atau tidak."

"Lihat nanti Yang. Kalau jodoh tidak lari ke mana. Aku ke Utara kamu ke Selatan, kalau jodoh ya pasti ketemu. Tenang saja, Tuhan punya rencana yang terbaik untuk kita."

"Baiklah. Aku ngalah kalau kamu sudah ngomong Tuhan Yang. Takut aku. Hehe."

Daripada mendengarkan ocehan dari mulut Revo. Sebaiknya masuk kelas, aku baru ingat kalau ada tugas Kimia. Bisa panjang urusan kalau sampai PR itu gak tersentuh sama sekali.

----+++-++

Hai, dukung terus yah!

Terimakasih sudah mau membaca novel ini. Semoga kalian suka.

Terpopuler

Comments

Yeni Cahyany

Yeni Cahyany

suka😘

2020-05-09

5

Mak Ji 🏠KD

Mak Ji 🏠KD

wwkwk di sini kosong yak

2020-05-05

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!