Part. 16

Keesokan harinya sesuai janjiku, aku dan Dena ke rumah Kakek lagi. Untuk menjemput dan mengantar nenek berobat ke rumah sakit. Kondisi rumah mereka tak bisa dibilang rumah. Atap yang bocor, lantai tanah dan hanya beralaskan karpet plastik. Dinding yang keropos. Ruang tamu dan dapur hampir menyatu sama lain. Mereka tidur di sana berdua, saling memeluk untuk berbagi kehangatan di saat suhu dingin malam semakin membuat mereka menggigil.

Hatiku teriris melihatnya. Bahkan Dena yang bisa dibilang sangat susah untuk tersentuh kehidupan orang lain, aku melihat kilatan sedih di matanya.

Kami berdua saling pandang dan berpegangan saat melihat kondisi nenek yang tak berdaya. Di sisinya terdapat minyak kayu putih yang juga hampir habis isinya. Juga ada bubur yang tadi pagi dibeli Kakek.

Ah, betapa kerdilnya aku memandang hidup ini. Selama ini aku merasa sangat sedikit bersyukur. Melupakan kehidupan di sekitarku bahwa masih banyak orang-orang yang masih membutuhkan uluran tangan.

Lagi-lagi aku tak dapat menahan air mataku. Aku meremas pinggiran rokku begitu duduk di samping nenek. Dalam keadaan sakit begitu saja, dia masih tersenyum dan berucap terimakasih padaku dan Dena.

"Nek, kita ke rumah sakit ya. Biar nenek cepat sembuh dan bisa bantuin Kakek jualan lagi seperti biasa. Atau kalau nenek mau, nenek bisa tinggal denganku. Di rumah aku sendirian, aku kesepian hanya ditemani Bibi. Mama dan Papa sibuk kerja, sampai lupa kalau ada anak perempuan di rumahnya yang masih membutuhkan perhatian." Dena bercerita kepada nenek. Membuat hatiku tersentak kaget karena Dena bahkan mengajak kakek dan Nenek untuk tinggal di rumahnya.

"Nek, maaf ya Zi bantu nenek bangun ya. Kita akan segera pergi. Lihat, kakek sudah membawa perlengkapan nenek. Ada baju nenek di sana. Katanya nenek paling suka pakai baju kebaya ya?" Ucapku.

Nenek tersenyum lalu mengangguk mengiyakan. Aku dan Dena membantu Nenek masuk ke dalam mobil. Sebelumnya kakek sudah naik duluan. Menunggu nenek yang akan dibaringkan di pangkuannya.

Setelah mendapatkan posisi yang nyaman, aku dan Dena masuk ke mobil bersamaan. Mobil pun melaju dengan tenang menuju rumah sakit. Hatiku tersentuh, mana kala sang kakek mengelus puncak kepala nenek dan tangan satunya meremas tangan nenek lembut. Ah romantisnya.

Dena tak banyak bicara, dia fokus menyetir dan hanya sesekali menggumam saat kutanya.

Sesungguhnya ada banyak hal yang aku belum tahu dari Dena. Meski kita bersahabat tapi aku tidak tahu banyak bagaimana kehidupan dia di rumahnya. Karena Dena tertutup untuk urusan keluarganya. Dia selalu menolak begitu kutanya bagaimana dia di rumah.

Mungkin nanti Dena mau lebih terbuka. Saat dia tadi mengajak nenek dan kakek tinggal di rumahnya, aku merasa pertama kali ini melihat ketulusan begitu terpancar di matanya.

Tak lama kemudian, kita semua tiba di rumah sakit. Nenek dibawa ke UGD untuk mendapatkan perawatan awal. Menurut cerita kakek, Nenek sudah mengalami batuk demam selama kurang lebih seminggu. Dokter dan perawat melakukan tindakan. Setelah itu Nenek dipindahkan ke ruang rawat inap karena harus membutuhkan perawatan intensif.

Kata dokter nenek kena demam berdarah setelah melewati serangkaian tes lab. Menurut dokter, beruntung karena tidak dibiarkan begitu lama. Apalagi nenek hanya minum obat warung itupun jika kakek pulang membawa hasil dari jualan gulali.

Aku menghampiri nenek yang sedang diinfus tangannya. Aku tersenyum padanya yang sedang tidur nyenyak.

"Den, kamu serius mengajak mereka tinggal di rumah kamu?"

"Apa ucapanku tak cukup meyakinkan?"

"Bukan begitu. Apa orang tua kamu tidak akan marah?"

"Itu urusan aku Zi. Jangan khawatir. Lagi pula mereka tak selalu ada di rumah. Aku kesepian. Mungkin dengan kehadiran kakek dan Nenek aku sedikit tidak merasa sepi lagi. Di rumah banyak kamar yang kosong, atau kalau kakek dan nenek sungkan tinggal di rumah utama, mereka bisa menempati rumah belakang. Itu juga jika kakek dan nenek bersedia, daripada tinggal di dekat pembuangan sampah kayak gitu. Mereka akan selalu bersentuhan dengan kuman dan penyakit. Itu akan membuat mereka menderita Zi."

"Baiklah. Nanti kita sama-sama tanyakan lagi pada Kakek dan Nenek. Biar mereka memutuskan sendiri. Sekarang fokus dulu pada pengobatan kakek dan nenek."

"Iyah. Aku belum pernah sekalipun bertemu kakek atau nenek dari Mama ataupun Papa. Mereka bilang kakek dan nenekku meninggal jauh sebelum mereka menikah. Itu sebabnya aku tak punya kakek atau nenek lagi. Melihat mereka, aku seperti memiliki kakek dan nenek."

Dena terlihat serius dengan ucapannya. Dia menatap Kakek dan Nenek bergantian. Nenek terbaring di ranjangnya dan kakek tertidur di kursi sembari memegang tangan nenek. Itu adalah pemandangan yang membuat siapa saja yang melihat, hatinya akan tersentuh. Betapa murninya cinta mereka.

"Kita tinggal mereka beli makanan dulu yuk! Biar nanti pas kakek bangun, dia bisa makan. Aku lihat dia belum makan dari pagi."

"Ya sudah ayuk!"

Aku dan Dena ke kantin rumah sakit, membeli beberapa makanan dan buah untuk kakek dan nenek. Mereka akan menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Tentunya mereka pasti membutuhkan makanan selain dari rumah sakit.

Aku dan Dena patungan dengan uang tabungan yang kita miliki bersama. Kita lakukan ini semata-mata karena kita ingin melihat nenek sembuh dan kakek tidak harus berjualan gulali lagi dengan perasaan khawatir.

Oh iya, bagaimana Revo ya? Dua hari ini aku sama sekali tidak menghubunginya. Di sekolah pun, kita tak banyak bertemu. Kulihat dia memiliki kesibukan sekarang. Bergabung di ekskul olahraga, sesuai saran yang kuberikan.

Mudah-mudahan dia tidak marah dan mengamuk.

Aku kembali ke ruang rawat nenek. Kulihat kakek sudah bangun dan sedang melipat-lipat pakaian untuk dimasukkan ke dalam lemari kecil yang disediakan rumah sakit.

"Sedang apa Kek?" tanyaku.

"Ini lagi mau mindahin pakaian ke lemari Cu."

"Kakek makan yuk! Kakek pasti lapar." Lanjut Dena.

"Nenek masih tidur. Tunggu nenek bangun saja. Lapar masih bisa kutahan."

"Kok gitu Kek?" Tanyaku.

"Iya, kita berdua selalu makan sama-sama. Tidak perduli makanannya hanya nasi atau apapun itu. Nenek tidak suka makan sendirian. Hehe."

"Ih kakek romantis." Candaku.

"Kakek tidak apa kami tinggal di rumah sakit berdua sama nenek? Soalnya kita harus pulang. Besok ke sini lagi setelah pulang sekolah. Tidak apa kan? Kalau kakek butuh apa-apa, panggil saja suster jaga yang ada di depan kamar kakek. Mereka akan senang membantu." Tukas Dena.

"Tidak apa-apa Cu. Kalian pulanglah, nanti dicari orang tua kalian. Terimakasih sudah membantu kakek. Entah apa yang bisa kakek lakukan untuk membalas kebaikan kalian."

"Bayar pakai gulali aja Kek. Hehe. Aku suka gulali soalnya." Jawabku menggoda kakek.

Kita semua tertawa dan ah, tawa kakek begitu renyah. Aku senang melihat wajah bahagia itu. Sehat terus Kek, biar bisa jagain nenek terus.

####

Jangan lupa tinggalkan like dan juga komen ya say. Vote cerita ini biar makin banyak yang baca. hehee

Terpopuler

Comments

Odhie

Odhie

lanjut. kpan lanjut thor

2020-03-07

7

Thinye KhenHa

Thinye KhenHa

lanjut dong thor

2020-03-06

7

Hasna Wati

Hasna Wati

lanjut thor crazy up

2020-03-05

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!