"Bagaimana ini? pohonnya menghalangi jalan," kata Felix mencoba menjernihkan pikirannya yang aneh.
"Iya, bagaimana ini ... mobil untuk membeli makanan tidak bisa lewat," Cain sambil menatap Felix yang mengalihkan pembicaraan.
"Kau ini, jadi bahas makanan."
"Memangnya mau bahas apa lagi. Kalau kamu sendiri yang tidak mau membahas yang tadi," Cain tidak berhenti menatap Felix sambil tersenyum miring.
"Kau ini percaya saja dengan orang yang baru saja demam. Kau tahu tidak kalau orang demam memang biasa berh ...."
"Ya ...ya ... sekian dan Terimakasih," Cain menghentikan penjelasan Felix.
Sesampainya mereka di halte bus langsung ke boks telepon merah yang ada disamping dan menelepon panti kalau ada pohon yang menghalangi jalan, "Apa kita beli handphone ya Cain?"
"Walau tabungan kita digabung masih belum cukup."
"Hp biasa saja, tidak usah yang terlalu mahal cukup yang bisa dipakai untuk menelepon ...." kata Felix.
"Untuk bisa saling berkabar kan? karena takut kejadian kemarin terulang ... tapi mau gimanapun susah karena walau begitu kita berlima cuma bisa punya dua hp ...." kata Cain.
"Kan kamu selalu bersamaku jadi tinggal menghubungi si kembar dan Tan."
"Si kembar dan Tan ... kenapa dipisah? hahaha jadi Tan apaan?" kata Cain sambil tertawa.
"Mereka itu keliatannya aja sama ...." kata Felix yang semakin membuat Cain tertawa.
***
Felix membuka jendela bus dan angin musim gugur langsung menerpa beserta dedaunan yang berguguran beterbangan menerpa jendela. Cain mengulurkan tangannya melewati Felix dan menutup jendela, "Kau merusak suasana saja!" kata Felix.
"Kau mau aku flu? sudah tahu aku mudah kena flu."
Felix akhirnya mengalah.
Sesampainya mereka berdua kemudian langsung turun dan sinar matahari langsung menyinari rambut hitam Felix, "Apa itu, kau beruban? hahaha," Cain memeriksa rambut Felix, "Eh, bukan ... Hijau... jni rambut hijau!"
"Jadi sekarang kau mau bilang aku berambut hijau begitu? tidak lucu! Sudah cukup karena jarang yang berambut hitam malah mau menjadikanku lebih aneh lagi."
Tapi bukannya membalas lelucon, Cain malah terdiam tidak membalas perkataan Felix dan akhirnya Felix berbalik melihat Cain yang sudah memasang wajah bengong, "Apa-apaan ekspresi ini?" Felix mendorong wajah Cain dengan lima jarinya.
"Serius, aku cabutin ya?" Cain langsung menarik paksa kepala Felix dan mencari rambut hijau tadi.
"Aw!"
"Lihat kan?" Cain memperlihatkan rambut yang dicabutnya.
"Bukan kau yang mewarnainya?" Felix mencurigai Cain sedang usil.
"Aku tidak se kurang kerjaan itu ...." kata Cain.
"Kau itu orang yang seperti itu ...." Felix dengan wajah datar.
"Apa karena stres? sepertinya aku pernah dengar jika terlalu stres akan merubah warna rambut ...." Cain mulai berpikir.
"Iya ... jadi putih, ini kan hijau. Jadi apa aku akan berubah menjadi pohon?"
"Tidak lucu Felix!"
"Iya ... memang tidak lucu!" Felix memukul kepala Cain dan meninggalkannya dengan sehelai rambut hijau Felix ditangannya.
"Daripada ke sekolah ayo kita ke rumah sakit periksa!" Cain memaksa.
"Sudah, biarkan saja ... mau tumbuh rambut hijau kek, jadi pelangi kek ... terserah!"
"Kau jadi aneh... Felix."
"Em?"
"Biasanya kau penasaran dengan hal yang sekecil apapun itu ... ini menyangkut kamu tahu, rambutmu dan tadi saat dijalan ... ini bukan kebetulan semata!"
"Dia terlalu banyak membaca cerita fantasi!" kata anak kecil yang lewat didekatnya.
"Iya kan? hahaha ... dengar kan apa yang dibilang anak kecil barusan ... Anak kecil saj ...."
"Anak kecil? Felix tidak siapapun disini?"
"Apa maksudmu? anak kecil tadi ... heh ... kemana dia?"
"Felix tidak ada siapapun yang lewat disekitar sini!"
"Wah, si dua andalan ada disini ...." Mertie menyapa sambil berlari.
"Apa-apaan kalian ini yang diam saling menatap begini?"
"Kau lihat anak kecil lewat tadi?" tanya Cain.
"Hem? tidak ada siapa-siapa? memangnya kenapa? kalian mencari anak kecil yang hilang ya? oh tidak bagaimana ini ... ayo kita cepat cari!"
Felix dan Cain menarik Tudung Mertie yang benar-benar berniat pergi mencari, "Dasar!" Felix dan Cain kesal.
Sesampainya mereka di kelas hanya mereka bertiga saja yang ada disana. Felix dan Cain saling tatap, "Sepi ya?" Kata Cain.
"Masih pagi kan," Jawab Mertie.
"Apa kita keluar saja?" Cain memaksakan tersenyum.
Berbeda mungkin jika Teo dan Tom yang mengalami hal tadi pasti Cain hanya menganggapnya lelucon, walaupun serius ... jika mereka, tidak akan pernah menjadi beban pikiran. Tapi karena orang seserius Felix, jadi Cain mau tidak mau merasa takut juga.
"Daripada keluar kita bisa rapat disini kan sebelum ada anak-anak yang lain datang," kata Mertie mulai duduk di depan meja Felix dan Cain.
"Soal itu lagi?"
"Kalian tidak mau? Mau aku kerjai lagi?"
"Mertie ... bisa tidak kamu berpikir logis, bisa saja semua hal yang kamu kaitkan itu tidak berhubungan."
"Aku belum memberitahu kamu apa-apa Cain!"
"Felix sudah mengajakku tadi malam kesana ... itu... ke Rumah Pohon mu."
"Apa? kalian ini mau apa di rumah orang yang tidak ada tuannya? ah sudahlah ... Felix, walau begitu ayo kita selidiki penyebab kebakaran panti asuhan!"
"Hahaha Rumah Pohonmu bagus sekali. Terutama lampu kunang-kunangnya ... Wah ...." Cain bereaksi berlebihan.
"Sampai kapan kamu menghindari traumamu?"
"MERTIE!!!" teriak Cain.
"Kau juga Cain, kalau kau memang sahabatnya ... harusnya kamu bantu Felix melawannya, ibaratnya yah dengan memegang tangan Felix melewati api itu bukannya memegang tangannya dan ikut berlari menghindari api."
"Karena aku sahabatnya, makanya aku lebih memilih untuk menunggu Felix yang menarik tanganku untuk berjalan melewati api itu ... bukannya menghindar tapi menyiapkan diri agar tidak terluka."
"Hah, bicara apa aku sama kalian ... dalam menghadapi masalah mau tidak mau kau pasti akan terluka juga ... Ya sudah aku cari orang lain saja."
"Setidaknya kan tidak terlalu terluka," Cain tersenyum menyebalkan membuat Mertie pergi meninggalkan mereka berdua.
"Dia terlihat terburu-buru," kata Felix.
"Apa maksudmu buru-buru? dia itu hanya anak yang suka main detektif-detektifan."
"Walau begitu ...."
"Kau benar mau membantunya?" Cain memotong perkataan Felix.
"Saat kamu menyelidiki orangtuanya bagaimana menurutmu?"
"Bagaimana kau tahu? ah, si Mertie itu ... dia cerita apa saja sih?"
"Cain?"
"Hemmm ... jujur memang sulit menemukan orangtua Mertie, lucunya mereka berpindah-pindah dalam hanya beberapa minggu. Waktu itu kau tidak tahu saja aku dikerjai seperti apa ... hah ... mengingatnya saja ... melihat mukanya Mertie saja langsung ingin kusiram cat merah muda."
"Memang dulu kau dikerjai bagaimana?" raut wajah Felix berubah cerah.
"Ah, kau penasaran? tapi tidak akan ku beritahu ... kau tidak akan kuberi sebuah hal untuk dijadikan bahan ejekan," Cain memukul punggung Felix dan berlari keluar.
Cain yang keluar dari kelas langsung berlari menuju jalan raya. Ingin membuktikan bahwa memang itu hanya halusinasinya saja tentang Felix yang selalu melindunginya. Memang ia begitu suka membaca Buku Fantasi tapi bukan hanya karena itu, seperti didalam dirinya ada yang memakasa untuk membuktikan kebenaran apa yang terjadi.
Dengan berani ia berlari ke tengah jalan raya saat truk besar berwarna hitam sedang melaju kencang dan tidak berhenti membunyikan klakson.
Cain menutup matanya dan bunyi klakson itupun berhenti. Saat membuka matanya ia duduk di dalam kelas di bangkunya dengan tangan Felix yang memegang kerah bajunya. Padahal Felix sendiri sedang tertidur.
"Felix? Kamu punya kekuatan seperti ini?" kata Cain dalam hati sambil tersenyum dan masih tidak habis pikir.
Felix kemudian membuka matanya dan melepaskan genggaman tangannya pada kerah baju Cain tanpa merasa ada yang aneh dan melanjutkan tidurnya lagi.
...-BERSAMBUNG-...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 570 Episodes
Comments
Shenee_IZ@Camera
Keren!
2022-05-14
2
🅑α🅗🅐gια∂ι🅛αмαяαη∂я🅔
semangat....🤣🤣
2021-12-30
1
🅑α🅗🅐gια∂ι🅛αмαяαη∂я🅔
semangat
2021-12-30
1